Teks mediasi semiotik: teks – konteks lewat mediasi semiotik indeksikalitas.
1
Problem Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Teks Keilmuan Siswa SMP dan SMA di Provinsi Sulawesi Tengah
oleh Dr. Drs. Sugit Zulianto, M.Pd
Universitas Tadulako Abstrak
Problem penggunaan bahasa Indonesia BI dalam teks keilmuan siswa SMP dan SMA di Provinsi Sulawesi Tengah PST perlu dikaji secara
komprehensif. Setakat ini, problem itu kurang dipedulikan sehingga berdampak pada daya nalar alumni SMP dan SMA PST. Padahal, dinamika
BI—sebagai wahana pembelajaran dan wadah penalaran multikeilmuan— dapat dipantau sejak dini sebelum digunakan sebagai penghela peningkatan
mutu berbahasa keilmuan alumni SMP dan SMA di PST. Ada dua masalah penting. 1 Bagaimana problem penggunaan BI dalam teks keilmuan siswa
SMP dan SMA di PST? 2 Bagaimana problem penalaran dalam teks keilmuan siswa SMP dan SMA di PST? Tujuan penelitian, yaitu
mendeskripsikan 1 problem penggunaan BI dan 2 problem penalaran dalam teks keilmuan siswa SMP dan SMA di PST. Hasil penelitian kualitatif
jenis studi kasus menunjukkan problem penggunaan BI dan problem penalaran dalam teks keilmuan siswa SMP dan SMA perlu dijadikan sebagai
dasar pembinaan dan pengembangan BI masyarakat ilmiah di PST. Kata kunci
: problem penggunaan BI, problem penalaran, teks keilmuan 1. Pendahuluan
Dalam pencerdasan bangsa Indonesia, peran BI amat penting. Secara historis, BI digunakan sebagai bahasa nasional Collins, 2011:xvii dan bahasa negara
Alwasilah, 2012:239. Secara praktis, BI dipakai sebagai alat komunikasi antarsuku. BI juga dipergunakan dalam komunikasi keilmuan—sebagai
bahasa pengantar dan mata pelajaran—di lembaga pendidikan. Sebagai sarana keilmuan, BI amat fundamental dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni Suwignyo dan Santoso, 2008:3; Kurniawan, 2012:19. Dengan BI, konsep keilmuan dan kreativitas budaya
dibentangkan. Itu menandakan bahwa sebagai sarana peningkatan harga diri bangsa dalam pergaulan global, BI perlu dididikkan dengan bijak.
2
Untuk itu, pendidikan dasar dan menengah PDM perlu dipersiapkan secara sistematis. Jika sekolah direnovasi, kurikulum perlu direformasi. Dengan
begitu, keterpaduan kualitas fasilitas dapat dioptimalkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran BI. Dalam pada itu, implementasi kurikulum pendidikan
BI harus berkualitas, bahkan sesuai dengan perkembangan masyarakat majemuk Arshad dalam Arshad dkk., 2012:20. Secara empiris, pendidikan
bahasa Melayu di Malaysia bermula dari sekolah Othman dkk., 2009:38. Senada dengan itu, inovasi peningkatan mutu layanan pendidikan BI perlu
diintensifkan di persekolahan Indonesia. Langkah itu disinyalir berdampak pada pemercepatan pengembangan kompetensi ber-BI siswa.
Akan tetapi, pengembangan kompetensi ber-BI keilmuan siswa SMPSMA di PST masih dilematis. Usman 2013—mantan guru BI di SMPN 1pengurus
MGMP BI Kota Palu, PST—menyatakan tahun 2010 s.d. 2013, hasil Ujian Nasional UN BI SMP rendah karena lemahnya minat baca dan terbatasnya
kompetensi guru BI. Senada dengan itu, kemampuan siswa SMA ber-BI rendah karena kesulitan ber-UN berdasarkan kisi-kisi tertentu Sudarman
dkk., 2011. Kekurangan fasilitasketerbatasan kompetensi guru BI turut melemahkan pembelajaran BI SMA. Jadi, keterbatasan pembelajaran BI
siswa SMP terulang di SMA sehingga masa pencerdasan siswa terlewati. Berdasar wawancarapenelitian itu, penyebab kompetensi ber-BI siswa
rendah, yaitu tes ber-BI, strategi pembelajaran, dan minat belajar. Untuk itu, tes perlu dilaksanakan sesuai dengan pandangan guru terhadap pembelajaran
bahasa Djiwandono, 2011:18. Tes dapat berfungsi menunjukkan kesulitan belajar siswa Wahyuni dan Ibrahim, 2012:4. Selain itu, kompetensi siswa
ber-BI dapat disebabkan strategi pembelajaran yang kurang cermat Iskandarwassid dan Sunendar, 2011:4. Padahal, strategi pembelajaran
berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa kedua Ghazali, 2013:8. Bertolak
3
dari itu, Ghazali 2010:119 menegaskan pentingnya pengoreksian problem penggunaan BI siswa secara positif agar tidak menimbulkan beban psikologis
dalam pemerolehan bahasa. Sekait dengan itu, kebiasaan salah ber-BI dapat memicu salah nalar, tetapi
cermat ber-BI memudahkan penyampaian gagasan Kuntarto, 2008:25. Dalam pada itu, jika pandangan Rosidi 2010 tentang masalah BI dan
rekaman Prasetyo 2013 tentang kasus kebahasaan diabaikan, praktik ber-BI di perguruan tinggi sulit diwujudkan Arifin dan Tasai, 2009; Arifin dan
Hadi, 2009; Rahardi, 2006. Ketika lemah ber-BI, siswa tentu sulit menjangkau rekayasa literasi untuk memberdayakan nalar Alwasilah,
2012:159. Jadi, keunggulan bangsa memerlukan keunggulan prestasi; keunggulan prestasi memerlukan keunggulan berpikir; keunggulan berpikir
memerlukan keunggulan berbahasa Suherdi, 2012:13. Wajar jika salah ber- BI dan lemah bernalar dihindari.
Untuk itu, lingkungan akademis pembelajaran BI diperlukan untuk mengembangkan perbendaharaan kata anak De Bono, 2007:344. Jaringan
sosial anak dapat meluas Tony dan Buzan, 2004:73. Lingkungan dapat direkayasa dengan pajanan bahasa untuk mengungkap kebenaran Musthafa,
2008:5; Sembok, 2007:13. Jika kebenaran sulit dipahami, kondisi itu belum tentu disebabkan oleh batas nalar anak. Secara empiris, perkembangan nalar
cenderung sejalan dengan perkembangan sosial seseorang Calne, 2004:27. Dalam konteks itu, daya nalar siswa sulit dipisahkan dari keberaksaraan
lingkungan sosialnya. Akankah dimaklumi jika problem ber-BI dan problem bernalar dalam komunikasi keilmuan dialami siswa SMPSMA di PST?
Ada dua masalah pokok. 1 Bagaimana problem penggunaan BI dalam teks keilmuan siswa SMP dan SMA di PST? 2 Bagaimana problem penalaran
4
teks keilmuan siswa SMP dan SMA di PST? Penelitian bertujuan mendeskripsikan problem 1 penggunaan BI dan 2 problem penalaran teks
keilmuan siswa SMP dan SMA di PST. Dengan pendekatan kualitatif K., 2010:65; Danim, 2002:16, studi kasus dilakukan. Dengan studi dokumentasi,
data dalam karya tulis siswa SMP dan SMA di PST dikumpulkan. Ketika itu, analisis model alir ditempuh. Akhirnya, problem 1 penggunaan BI 2
penalaran dalam teks keilmuan siswa SMP dan SMA diuraikan berikut.
2. Pembahasan 2.1 Problem Penggunaan BI
2.1.1 Problem Penggunaan BI dalam Teks Keilmuan Siswa SMP Data 1: Problem Penggunaan Ejaan
a Karena limpahannyalah kita dapat berkumpul di tempat ini. b Tuhan telah memberikan hidayahnya kepada kita.
c Kami pergi ke tanjung karang.
Berdasar data 1 terdapat problem pemakaian ejaan pada kata limpahannyalah dan hidayahnya. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 46 tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Mendiknas, 2009, huruf kapital digunakan
untuk menyebut Tuhan. Dalam hal yang sama, huruf kapital juga digunakan untuk menulis nama-nama geografi. Akhirnya, ketiga kata itu dibetulkan
menjadi limpahan-Nyalah, hidayah-Nya, dan Tanjung Karang.
Data 2: Problem Penggunaan Kata Ganti
a Marilah kita semua hindari penggunaan narkoba di sekolah ini b Narkoba dapat merusak kita semua.
c Kami semua langsung pulang.
Pada data 2, kita semua menunjuk orang pertama jamak. Menurut Putrayasa 2008:52, kita menggantikan persona pertama pluralis. Untuk itu, kita tidak
diikuti oleh semua karena tidak melibatkan orang kedua jamak. Dalam kalimat itu, kita semua ditulis a Marilah kita hindari penggunaan narkoba
5
di sekolah ini; dan b Narkoba dapat merusak kita. Selain itu, kami pada data 2 c seharusnya tanpa kata semua.
Data 3: Problem Penulisan Kata
a Pada hari Minggu aku ke ruma neneku. b Karna hasil jerih paya, saya diterima di sekola negri.
c Kami bersi-bersi di ruma kakeku.
Ketika membaca data 3, penghilangan konsonan h tampak pada ruma, bersi, dan sekola. Menurut Kridalaksana 2009:18, penghilangan suatu
bunyi di ujung kata disebut apokope. Selain itu, penghilangan konsonan juga ditemukan di tengah kata, yakni k pada kata neneku dan kakeku, h pada
kata jeri payanya, dan e pada kata karna dan negri. Menurut Kridalaksana 2009:222, penghilangan bunyi konsonan di tengah kata disebut sinkope.
Dalam BI, kata-kata itu seharusnya ditulis rumah, nenekku, jerih payahnya, bersih, sekolah, dan kakekku.
Data 4: Problem Pemilihan Kata
a Orang bilang SMP-ku maju. b Kenangan itu dilupain.
c Ia ngebahagiain aku.
Pada data 4 terdapat kata bilang, dilupain, dan ngebahagiain. Kata-kata itu disinyalir merupakan tiruan dari kata yang didengar siswa melalui media
masa, bukan kata yang lazim berasal dari lingkungan sendiri. Jika situasi sosialnya tepat, kata itu boleh digunakan. Akan tetapi, dalam situasi formal,
kata itu perlu dihindari. Menurut Suwignyo dan Santoso 2008:21 kosakata itu disebut nonstandar yang tidak digunakan dalam keilmuan. Oleh karena
itu, jika formal, kata itu diganti mengatakan, dilupakan, dan membahagiakan. Data 5: Problem Penyusunan Kalimat Efektif
a Agar Indonesia tidak tertutupi oleh negara lain. b Sehingga kita dapat berkumpul di sini.
c Karena kebersihan itu merupakan sebagian dari iman.