Pencendikiaan dan Pemodernan Bahasa Indonesia

3 Keberadaan bahasa Indonesia dengan kemampuan kosakatanya dalam mengungkapkan pendapat dan gagasan itu apabila dikaitkan dengan proposisi Naisbit 3 tentang globalisasi yang menempatkan perspektif lokal atau perspektif etnik tribe dalam menyikapi semua fenomena masyarakat atau negara sangatlah tepat. Jika berpikir lokal dan bertindak global think locally, act globally ala Naisbit itu dihubungkan pula dengan semangat Sumpah Pemuda, 85 tahun silam, keraguan dan kepesimisan pada kemampuan kosakata bahasa Indonesia dalam pengungkapkan pikiran cendikia harus dikikis habis. Di dalam makalah ini dibahas keberadaan bahasa Indonesia dan kesiapan kosakatanya menjadi bahasa cendikia. Pencendikiaan bahasa Indonesia tidak hanya dilihat dari masa lalu, tetapi juga dipandang dari gejala yang ada sekarang ini; sedangkan kesiapan kosakata dilihat dari sudut pemberdayaan kosakata bahasa Indonesia melalui pemanfaatan bahasa daerah dan bahasa asing.

2. Pencendikiaan dan Pemodernan Bahasa Indonesia

Bahasa cendikia adalah bahasa yang mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama sehingga gagasan yang disampaikan dapat diterima secara tepat oleh pembaca. Bahasa cendikia bukan berarti bahasa yang keluar dari mulut kaum cendikia, tetapi bahasa yang taat pada kaidah dan tidak bias dalam pemaknaannya. Kecendikiaan bahasa seseorang bertemali juga dengan keilmiahan bahasa yang digunakan orang itu, misalnya bahasa yang digunakan harus lugas dan jelas serta menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan. Kecendikiaan bahasa berkaitan erat dengan pemodernan bahasa yang mencakupi usaha menjadikan bahasa itu sederajat secara fungsional dengan bahasa lain di dunia yang dianggap sudah mantap, seperti bahasa Inggris, Jerman, dan Perancis Moeliono, 3 Jhon Naisbitt dalam bukunya Global Paradox memaparkan paradoks dari tema keseragaman globalisasi. Di dalam bidang ekonomi, misalnya, Naisbitt mengatakan “Semakin besar dan semakin terbuka ekonomi dunia, perusahaan-perusahaan kecil dan sedang akan semakin mendominasi”. Dalam ‘Megatrends 2000’, Naisbitt mengatakan bahwa masa yang akan datang adalah zaman bagi kesenian dan pariwisata. Masyarakat akan menemukan keindahan dan rekreasi batiniah dengan menikmati aktivitas seni dan budaya yang bersifat lokal yang akan menyita perhatian publik dan mengundang simpati melebihi peristiwa olahraga dan politik. 4 1985. Dalam hal ini akan terjadi pengembangan kosakata atau leksikon dan bentuk- bentuk wacananya, termasuk di dalamnya laras bahasa ilmu dan teknologi yang dicoraki oleh sifat kerasionalannya. Pemodernan bahasa Indonesia menyangkut dua aspek, yaitu 1 pemekaran kosakata dan 2 mengembangan jumlah laras bahasa dan bentuk wacana. Pemekaran kosakata diperlukan agar pelambangan konsep dan gagasan kehidupan modern dapat disampaikan. Cakrawala sosial budaya yang melampaui batas peri kehidupan yang tertutup memerlukan tersedianya kosakata baru dalam bahasa Indonesia. Sumber kosakata baru itu berasal dari bahasa IndonesiaMelayu, bahasa daerah, dan bahasa asing. Sementara itu, pengembangan jumlah laras bahasa bertalian dengan retorika dan langgam bahasa yang konsepnya mengacu ke ragam bahasa yang dipandang dari sudut kelayakannya di dalam berbagai jenis situasi pemakaian bahasa. Laras bahasa yang memerlukannya dapat mengungkapkan pernyataan dengan tepat dan seksama melalui pernalaran reasoning yang benar.

3. Kesiapan Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Cendikia