3. Penatalaksanaan Terapi Asma
1. Tujuan terapi
Tujuan dari terapi asma adalah untuk menghilangkan dan mengendalikan asma, mencegah eksaserbasi akut, mempertahankan dan meningkatkan faal paru,
menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya airflow limitation irreversibel, serta mencegah kematian karena asma Departemen Kesehatan RI,
2007.
2. Tatalaksana serangan asma
Penatalaksanaan terapi asma menurut Respirologi Anak 2008 dibagi
menjadi 3 yaitu, tatalaksana di klinik atau Unit Gawat Darurat UGD, di Ruang Rawat Sehari, dan di Ruang Rawat Inap.
a. Tatalaksana di klinik atau UGD
Tatalaksana awal ketika pasien datang dalam keadaan serangan asma adalah dengan pemberian
β
2
-agonis kerja cepat dengan penambahan garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi ini dapat diulangi dua kali dengan selang
20 menit dan pada pemberian ketiga dapat ditambahkan dengan obat antikolinergik.
Pada serangan asma ringan, pasien akan menunjukkan respon yang baik dengan sekali pemberian nebulisasi. Kemudian dilakukan pemantauan selama 1-2
jam dan jika respon baik tersebut dapat bertahan maka pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali dengan obat β agonis hirupan atau oral diberikan 4-6 jam. Jika
setelah dilakukan pemantauan 2 jam gejala timbul kembali maka serangan asma merupakan serangan asma sedang.
Derajat serangan asma dikatakan sedang yaitu apabila pada pemberian dua kali nebulisasi pasien hanya menunjukkan respon parsial incomplete
response . Jika serangan asma sedang, maka pasien dapat diberikan inhalasi
β
2
- agonis dan ipratropium bromide antikolinergik secara langsung dan perlu
dilakukan pemantauan dan ditangani di ruang rawat sehari. Pada serangan asma sedang, pasien dapat diberikan kortikosteroid sistemikoral metilprednisolon
dengan dosis 0,5-1 mgkgBBhari selama 3-5 hari. Apabila dengan pemberian tiga kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
menunjukkan respon poor response maka dapat dikatakan derajat serangan asma berat dan harus dirawat di ruang rawat inap. Pada serangan asma berat, pasien
diberikan oksigen 2-4Lmenit dan dapat langsung diberikan nebulisasi β
2
-agonis dengan antikolinergik.
b. Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari RRS
Pemberian oksigen sejak dari UGD dilanjutkan dan setelah pemberian nebulisasi 2 kali dalam 1 jam dengan respon parsial, maka di RRS dilajutkan
dengan nebulisasi β
2
-agonis dengan antikolinergik bila perlu setiap 2 jam. Kemudian dapat diberikan kortikosteroid sistemik oral metilprednisolon,
prednisolon, atau triamsinolon dan dilajutkan sampai 3-5 hari. Jika dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien dapat dipulangkan dan dibekali obat seperti
pada serangan ringan yang dipulangkan dari klinikUGD. Bila responnya tidak baik, maka pasien dialihkan ke ruang rawat inap dengan tatalaksana asma berat.
c. Tatalaksana di Ruang Rawat Inap
Pada ruang rawat inap, pemberian oksigen dapat diteruskan dan jika ada dehidrasi serta asidosis, maka dehidrasi dapat diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan lakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi. Nebulisasi β2-agonis
dengan antikolinergik dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika dengan 4-6 kali pemberian terjadi perbaikan klinis maka frekuensi pemberian dapat diperlebar menjadi 4-6
jam. Steroid intravena dapat diberikan secara bolus dengan dosis 0,5-1 mgkgBBhari setiap 6-8 jam.
Aminofilin dapat diberikan secara intravena dengan dosis awal jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya 6-8 mgkgBB dilarutkan dalam
dekstrosa atau garam fisiologis sebanyak 20 ml dan diberikan dalam 20-30 menit. Jika pasien sudah mendapat aminofilin sebelumnya kurang dari 4 jam maka
dosis yang dapat diberikan adalah setengah dari dosis awal. Kadar aminofilin ini sebaiknya diukur dan dipertahankan sebesar 10-
20 μgml. Dosis rumatan aminofilin diberikan setelah 4 jam dengan dosis 0,5-1 mgkgBBjam. Jika terjadi
perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6-12 jam. Steroid dan aminofilin dapat diganti dengan pemberian per oral dan jika dalam 24 jam pasien tetap stabil,
pasien dapat dipulangkan dengan diberikan obat hirupan β2-agonis hirupan atau
oral setiap 4-6 jam selama 24-48 jam.
3. Terapi farmakologi