Drug Therapy Problems DTPs

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Drug Therapy Problems DTPs

Drug Therapy Problem merupakan peristiwa yang tidak diinginkan atau yang mungkin dialami oleh pasien selama proses terapi sehingga dapat mengganggu tercapainya tujuan dari terapi. Drug Therapy Problems yang dapat terjadi dalam suatu proses terapi menurut Cipolle 2004 adalah: Tabel I. Kategori dan Penyebab Umum DTPs No DTPs Penyebab 1. Obat yang tidak dibutuhkan unnecessary drug therapy Obat tidak sesuai kondisi pasien Pemberian duplikasi obat Kondisi lebih tepat dengan terapi non farmakologi Terapi obat untuk mencegah efek samping Penyalahgunaan obat 2. Butuh tambahan obat need for additional drug therapy Kondisi baru butuh tambahan terapi obat Obat untuk mencegah resiko baru yang mungkin terjadi Dibutuhkan pencapaian efek sinergispeningkatan efek 3. Obat tidak efektif ineffective drug Obat tidak efektiftidak sesuai dengan kondisi Kondisi medis tidak dapat disembuhkan dengan obat yang diberikan Bentuk sediaan yang tidak tepat Obat yang digunakan bukan obat yang efektif atau bukan yang paling efektif 4. Dosis terlalu rendah dosage too low Dosis yang diberikan terlalu rendah Interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif Interval pemberian terlalu jarang Durasi pemberian terlalu singkat 5. Reaksi yang merugikan adverse drug reaction Adanya reaksi obat yang tidak diharapkan Obat lebih aman digunakan untuk mengurangi faktor resiko Regimen dosis yang teratur atau berubah terlalu cepat Kontraindikasi obat 6. Dosis terlalu tinggi dosage too high Dosis yang diberikan terlalu tinggi Frekuensi pemberian terlalu singkat Durasi pemberian terlalu lama Terjadi interaksi yang menyebabkan reaksi toksik 7. Ketidakpatuhan noncompliance Pasien tidak mengerti aturan pakai Pasien tidak mau minum obat Pasien lupa meminum obat Obat terlalu mahal Pasien tidak dapat menelan atau menggunakan obat secara tepat Obat tidak tersedia untuk pasien Penyebab Drug Therapy Problems yang sering terjadi pada terapi asma adalah karena kondisi pasien yang tidak mendapatkan terapi, pemberian dosis yang tidak tepat, pemberian obat dengan bentuk sediaan yang tidak tepat terjadi pada penggunaan kortikosteroid dan β2 agonis tidak diberikan secara inhalasi tetapi secara per oral, adanya efek samping obat, adanya kesalahan dalam teknik penggunaan inhalasi. Masalah terkait terapi ini juga disebabkan karena pasien tidak mau menggunakan inhalasi, kegagalan pasien mendapatkan obat, ketidakpatuhan pasien, dan tidak adanya pengetahuan pasien yang cukup tentang terapi asma Mackinnon, 2007; Abdelhamid, 2008. Drug Therapy Problems obat yang tidak dibutuhkan pada asma umumnya disebabkan obat yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi pasien dan adanya pemberian duplikasi obat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi 2011, diketahui bahwa pasien mendapatkan obat antibiotika berupa sefiksim dan amoksisilin tetapi pada pasien tidak terdapat indikasi infeksi seperti peningkatan suhu tubuh dan peningkatan kadar leukosit. Pada penelitian ini juga terdapat adanya pemberian 2 obat dalam golongan yang sama duplikasi yaitu sama-sama golongan β 2 adrenergik yang merupakan bronkodilator dan bekerja secara cepat namun aksinya tidak bertahan lama. Terjadinya pemberian duplikasi obat ini dapat meningkatkan efek samping yang meliputi tremor otot rangka, hipokalemia, hiperglikemi, peningkatan kadar asam laktat, dan sakit kepala. Adanya DTPs butuh tambahan terapi obat pada pasien asma disebabkan karena terdapat kondisi pasien yang memerlukan terapi tetapi tidak mendapatkan terapi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayah 2011, diketahui bahwa 5 pasien mengalami sesak nafas tetapi tidak mendapatkan obat bronkodilator untuk mengatasi keluhan yang dialami. Pada kondisi kelima pasien ini, ada kemungkinan pasien telah mendapatkan terapi suportif berupa pemberian oksigen namun tidak tercantumkan dalam rekam medis. Kemudian terdapat juga pasien yang mengalami demam selama 2 hari dan suhu mencapai 39,1°C tetapi tidak mendapatkan antipiretik untuk menurunkan demam yang dialami. DTPs karena pemberian obat yang tidak efektif pada asma pada umumnya disebabkan karena pemberian obat dengan bentuk sediaan yang tidak tepat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdelhamid 2008 di Sudan, pemberian obat dengan bentuk sediaan yang tidak tepat terjadi pada penggunaan kortikosteroid dan β 2 agonis tidak diberikan secara inhalasi tetapi secara per oral. Hal ini dapat menyebabkan adanya peningkatan efek samping seperti sariawan pada penggunaan kortikosteroid serta tremor dan palpitasi pada penggunaan oral β 2 agonis. Oleh karena itu penggunaan secara inhalasi lebih disarankan untuk mengurangi efek samping yang dapat terjadi. Dosis terlalu rendah terjadi karena pasien menerima obat dengan dosis dibawah dosis terapeutik yang terdapat dalam standar yang ada. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayah 2011, dosis obat terlalu rendah terjadi pada pemberian salbutamol dan terbutalin yang dianalisis berdasarkan DIH 2009-2010 dan IONI 2008. Salbutamol secara p.o diberikan dengan dosis 2 x 2 mg5ml sedangkan dosis yang dianjurkan adalah 3 x 2 mg5ml. Terbutalin secara p.o diberikan dengan dosis 2 x 2 mg sedangkan dosis yang dianjurkan adalah 3 x 2,5 mg. Dosis terlalu rendah dalam penelitian ini disebabkan karena frekuensi yang terlalu sedikit sehingga dosis sehari yang diberikan terlalu rendah. Efek yang merugikan pada asma umumnya disebabkan oleh interaksi obat dan adanya efek samping obat. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi 2011, interaksi obat paling banyak terjadi pada pemberian aminofilin dengan metilprednisolon yang menyebabkan meningkatnya efek aminofilin sehingga toksisitasnyapun ikut meningkat dan perlu adanya monitoring serum level aminofilin dan perubahan dosis. Kemudian interaksi lain juga terjadi pada pemberian aminofilin dengan eritromisin sehingga meningkatkan kliren ginjal dari eritromisin. Efek yang merugikan karena adanya efek samping obat pada pasien asma terjadi karena penggunaan obat N-asetilsistein Fluimucil ® , Pectocil ® , dan Rhinatiol ® yang dapat menyebabkan efek samping berupa rasa sesak di dada, bronkospasme, iritasi trakeal dan bronkial Handayani, 2010. Dosis terlalu tinggi terjadi karena pasien menerima obat dengan dosis di atas dosis terapeutik yang dianjurkan oleh standar yang ada. Pada penelitian Pratiwi 2011, dosis terlalu tinggi terjadi pada pemberian eritromisin, aminofilin, dan sefiksim dengan standar DIH 2006 dan MIMS Volume 11 tahun 2010. Eritromisin diberikan dengan dosis 450mghari sedangkan dosis yang dianjurkan adalah 225-375 mghari. Aminofilin diberikan dengan dosis 25 mgdosis sedangkan dosis yang dianjurkan adalah 12,2 mgdosis. Sefiksim diberikan dosis 15 mghari sedangkan dosis yang dianjurkan 6,5-12,9 mghari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayah 2011, didapatkan juga masalah terkait pemberian dosis terlalu tinggi yang terjadi pada pemberian deksametason secara i.v yang dievaluasi berdasarkan DIH 2009-2010 dan IONI 2008. Deksametason diberikan dengan dosis 3 x 2 mg sedangkan dosis yang dianjurkan 3 x 1,1 mg sehingga kelebihan dosis sebesar 82. DTPs pada aspek ketidakpatuhan pasien asma umumnya disebabkan karena kurangnya pengetahuan pasien mengenai terapi asma. Pada penelitian yang dilakukan oleh Abdelhamid 2008, ketidakpatuhan pasien disebabkan karena sedikitnya pengetahuan pasien maupun keluarga tentang penggunaan dosis obat, frekuensi pemberian, pentingnya terapi maintenance, dan teknik pengunaan inhalasi secara tepat. Hal ini menyebabkan tidak tercapainya efek terapi yang diharapkan sehingga perlu adanya edukasi kepada pasien maupun keluarga.

B. Asma Bronkial dan Bronkitis Asmatis

Dokumen yang terkait

Evaluasi drug related problems obat antidiabetes pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat inap rumah sakit umum pelabuhan periode januari-juni 2014

4 24 164

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.

3 13 142

Kajian drug related problems [DPRs] pada kasus hepatitis B non komplikasi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni 2007.

0 3 93

Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada pasien pediatri dengan diagnosa asma di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2012 – Juni 2013

0 12 169

Kajian drug related problems [DPRs] pada kasus hepatitis B non komplikasi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni 2007 - USD Repository

0 0 91

Evaluasi drug therapy problems pada pengobatan pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2007 - Juni 2008 - USD Repository

0 0 129

Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007-Juni 2008 - USD Repository

0 0 129

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009 - USD Repository

0 0 145

Evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008- Juni 2009 - USD Repository

0 0 137

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN OPERASI SESAR (CAESAREAN SECTION) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE 2008

0 3 149