Pengertian Patofisiologi Asma Bronkial dan Bronkitis Asmatis

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayah 2011, didapatkan juga masalah terkait pemberian dosis terlalu tinggi yang terjadi pada pemberian deksametason secara i.v yang dievaluasi berdasarkan DIH 2009-2010 dan IONI 2008. Deksametason diberikan dengan dosis 3 x 2 mg sedangkan dosis yang dianjurkan 3 x 1,1 mg sehingga kelebihan dosis sebesar 82. DTPs pada aspek ketidakpatuhan pasien asma umumnya disebabkan karena kurangnya pengetahuan pasien mengenai terapi asma. Pada penelitian yang dilakukan oleh Abdelhamid 2008, ketidakpatuhan pasien disebabkan karena sedikitnya pengetahuan pasien maupun keluarga tentang penggunaan dosis obat, frekuensi pemberian, pentingnya terapi maintenance, dan teknik pengunaan inhalasi secara tepat. Hal ini menyebabkan tidak tercapainya efek terapi yang diharapkan sehingga perlu adanya edukasi kepada pasien maupun keluarga.

B. Asma Bronkial dan Bronkitis Asmatis

1. Pengertian

Asma atau asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronis karena adanya hipersensitivitas pada saluran pernafasan yang ditandai dengan adanya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel secara spontan atau dengan terapi. Asma yang terjadi pada anak-anak sangat erat kaitannya dengan reaksi alergi. Kurang lebih 80 pasien asma memiliki alergi Dipiro et al., 2008. Bronkitis asmatis adalah kondisi ketika asma dan bronkitis akut terjadi secara bersamaan. Bronkitis akut adalah inflamasi pada saluran bronkus yang disebabkan oleh adanya infeksi virus atau bakteri Robinson, 2014. Faktor pemicu asma juga dapat meliputi faktor host yaitu genetik, obesitas, jenis kelamin, dan faktor lingkungan yaitu alergen, infeksi, sensitivitas karena pekerjaan, rokok, diet dan polusi udara Global Initiative for Asthma, 2012.

2. Patofisiologi

Asma merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1, dimana reaksi timbulnya inflamasi berlangsung cepat. Inflamasi yang menyebabkan asma diawali oleh adanya pejanan alergen yang masuk ke dalam tubuh dari lingkungan atau adanya faktor pencetus lain Brasher, 2007. Pada asma tipe alergi terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi fase lambat ini dimulai dengan adanya pejanan alergen tertentu dan menyebabkan aktivasi sel THelper2 TH2 yang akan memproduksi interleukin IL-4 dan IL-13 dibantu oleh IL-5, dan IL-6 yang akan menstimulasi sel B yang spesifik terhadap antigen asing yang untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma yang kemudian membentuk IgE yang akan berikatan dengan mastosit melalui Fracmen crystallizable Receptor Fc-R. Apabila terpejan dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan berikatan dengan IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit. Ikatan antara antigen dan IgE tersebut akan menyebabkan degradulasi mastosit yang akan mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien, kemotaksin, eosinofil, dan bradikinin. Mediator inflamasi ini akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, kontraksi otot polos, sekresi mukus sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi saluran pernapasan. Inflamasi ini juga terjadi karena adanya Granulocyte Monocyte Colony Stimulating Factor GM- CSF, TNFα, IL-89 dan sel inflamasi. GM-CSF akan mengaktivasi granulosit dan makrofag. TNFα akan mengaktivasi neutrofil dan merangsang makrofag mensekresi kemokin serta menginduksi kemotaksis. IL-89 akan mengaktivasi neutrofil dan kemoatraktan neutrofil. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-9 jam pejanan alergen Akib dkk., 2008; Baratawidjaja dan Rengganis., 2010. Reaksi fase cepat ini terjadi ketika adanya antigen berikatan dengan IgE yang menyebabkan degranulasi mastosit dan terjadi pelepasan mediator proinflamasi seperti histamin, eikosanoid, leukotrien, dan sitokin. Dalam reaksi cepat ini, IL-3, IL-5, GM-CSF, TNF, dan IFN terbukti dapat menginduksi dan meningkatkan pelepasan histamin. Pada reaksi fase cepat, obstruksi saluran pernapasan terjadi antara 10-15 menit setelah pejanan alergen Dipiro et al., 2008; Akib dkk., 2008. Gambar 1.Mekanisme Paparan Alergen yang Menyebabkan Keluarnya Mediator Kimiawi dan Memicu terjadinya Reaksi Alergi Judarwanto, 2012

3. Penatalaksanaan Terapi Asma

Dokumen yang terkait

Evaluasi drug related problems obat antidiabetes pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat inap rumah sakit umum pelabuhan periode januari-juni 2014

4 24 164

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pengobatan pasien HIV dengan kandidiasis di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Juni 2014.

3 13 142

Kajian drug related problems [DPRs] pada kasus hepatitis B non komplikasi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni 2007.

0 3 93

Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada pasien pediatri dengan diagnosa asma di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2012 – Juni 2013

0 12 169

Kajian drug related problems [DPRs] pada kasus hepatitis B non komplikasi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni 2007 - USD Repository

0 0 91

Evaluasi drug therapy problems pada pengobatan pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juli 2007 - Juni 2008 - USD Repository

0 0 129

Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007-Juni 2008 - USD Repository

0 0 129

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009 - USD Repository

0 0 145

Evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008- Juni 2009 - USD Repository

0 0 137

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN OPERASI SESAR (CAESAREAN SECTION) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE 2008

0 3 149