Pendahuluan Kesenian dalam Gerakan Politik Pasca Reformasi
43
Yusril Katil
34
yang kebetulan juga hadir dalam diskusi tersebut, ikut menanggapi pertanyaan saya. Di sini saya mencoba memparafrasekan pernyataan
seniman senior tersebut, namun esensinya tidak jauh dari apa yang disampaikannya. Ia mengatakan bahwa pada masa sekarang, seniman teater
memang sudah mengganti orientasinya. Seniman teater masa kini sudah lebih berorientasi pada kerja-kerja kolaboratif. Terutama kolaborasi dengan seniman
dari luar negeri. Hal itu juga dikarenakan adanya pengaruh dari para penyandang dana, terutama yang berasal dari luar negeri, misalnya saja Hivos. Orientasi teater
tidak lagi seperti dulu. Tidak lagi melawan negara. Karena lebih fokus untuk membangun diri seniman, dan membicarakan masalah-masalah lain, selain
negara. Menurutnya, seniman sudah tidak perlu lagi mengurusi negara. Mereka sekarang sudah tidak peduli pada negara.
Pernyataan sang seniman, kemudian memicu pertanyaan baru dibenak saya. Apakah memang seniman teater di masa sekarang ini, benar-benar sudah
tidak peduli pada permasalahan politik dalam hal ini kekuasaan negara? Apakah gerakan yang mempertanyakan alih-alih melawan sistem yang represif sudah
dianggap usai? Pernyataan yang disampaikan sang seniman mungkin bisa jadi adalah penyataan personal. Namun bisa jadi juga merupakan representasi
pernyataan sebagian besar seniman, yang sudah enggan untuk membicarakan perlawanan di level makro, sehingga merasa perlu untuk mencari format
perlawanan baru, yang melibatkan kerja-kerja seni global. Tidak lagi nasional ataupun lokal. Namun sebelum kita terburu-buru menyamakan para seniman itu
pada kotak yang sama, kita mungkin harus lebih berhati-hati untuk melihatnya,
34
Yusril Katil merupakan seniman teater, staf pengajar di STSI Padang Panjang. Beliau merupakan pendiri komunitas Seni Hitam Putih yang berasal dari padang Panjang Sumatera Barat.
44
mungkin saja ada yang terserak. Mungkin saja masih ada kelompok atau seniman secara personal, yang masih bersuara dan mengkritik kinerja yang makro, yang
direpresentasikan oleh kekuasaan negara. Mungkin saja. Untuk mencoba membuktikan, apakah memang pembicaraan mengenai
kekuasaan telah absen setelah rejim Soeharto tumbang, saya ingin membuka penelitian ini dengan melihat kondisi politik Indonesia di masa kini. Terutama
dalam kaitannya dengan respon bidang kesenian terhadap kondisi politiknya. Perubahan kondisi politik Indonesia dari Masa Orde Baru ke Reformasi dan
setelahnya, mampu mengantarkan kita pada gambaran mengenai perubahan kondisi kehidupan kesenian di Indonesia. Perubahan haluan kesenian, terutama
dalam perbincangan politik di negara ini, akan dilihat melalui penjabaran yang alurnya maju walau sesekali akan melihat kondisi di masa lalu, sebagai
perbandingan. Fokus bab ini adalah melakukan pembacaan mengenai posisi dari beberapa
bidang kesenian dalam merespon kondisi sosial politik di Indonesia, terutama pasca reformasi. Saya hendak mengantarkan sekelumit cerita mengenai
bagaimana bidang kesenian seperti sastra dan juga teater berjibaku dengan kondisi sosial, politik bahkan juga ekonomi di setiap jamannya. Terutama semenjak
reformasi diraih. Saya hendak memaparkan 3 tiga bidang kesenian dari sekian banyak bidang kesenian yang ada. Bukan tanpa alasan saya memilih ketiga bidang
tersebut. Ketiganya dirasa mampu mengartikulasikan respon mereka terhadap kondisi sosial-politik di masanya. Penelitian ini tidak bermaksud untuk
meniadakan keberadaan bidang lainnya, hanya saja ketiganya dirasa dapat mewakili bidang seni yang lain.