2. Kethoprak, antara Bertahan dan Melawan

79 Lantas kala reformasi telah direngkuh, posisi kethoprak sempat mengalami kondisi sepi. Sepinya pementasan kethoprak tidak hanya dikarenakan perubahan iklim politik di Indonesia. Akan tetapi juga karena dampak modernitas di kalangan masyarakat, khusunya masyarakat Jawa. Munculnya alternatif hiburan melalui radio, televisi dan internet, ternyata dapat menggilas minat masyarakat untuk menonton pertunjukan kethoprak secara langsung. Beberapa komunitas kethoprak terpaksa menghentikan pertunjukan regularnya, karena tidak lagi mampu untuk membiayai produksi yang jumlahnya tidak sedikit. Dengan kondisi yang tidak terlalu stabil untuk terus berkesenian, beberapa komunitas kethoprak hanya mengandalkan undangan untuk acara-acara tertentu. Dengan catatan, para seniman kethoprak tidak sepenuhnya menggantungkan hidupnya padanya. Tapi nyatanya kethoprak masih tetap memiliki nafas panjang. Ada saja cara kethoprak untuk dapat bisa bertahan dan hidup lama. Seperti ilustrasi awal yang sempat saya berikan pada sub bab ini, pada kisaran tahun 2000an, kethoprak mulai menunjukan geliatnya lagi. Atas semangat pelestarian kesenian tradisi, beberapa instansi dan organisasi terkait, kembali membangkitkan kethoprak dari kematiannya yang kesekian kali. Seniman kethoprak pun kian membenahi diri dengan format kethoprak yang makin mutakhir, mereka memutar otak agar pengalaman di masa lalu tidak terulang kembali. Perbaikan semua elemen penetasan di lakukan, promosi gencar dilakukan dan regenasi terus digalakkan. 75 Kini kita dengan mudahnya menonton kethoprak Mataram konvensional, yang rutin dipentaskan di auditorium RRI, yang terletak di jalan Gejayan 75 Berdasar hasil wawancara dengan Bondan Nusantara, Ari Purnomo dan Herwiyanto. 80 Yogyakarta. Tujuan pementasan tersebut adalah untuk melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa. Pementasan di RRI Yogyakarta ini sesungguhnya sudah ada semenjak tahun 1930-an, di kala stasuin radio itu masih bernama MAVRO. 76 Walau sempat mengalami kematian, program ini lantas dihidupkan kebali oleh para seniman kethoprak Yogyakarta. Tidak hanya RRI Yogyakarta, TVRI Yogyakarta pun melakukan hal yang sama. Program acara Kethoprak Sanepa masih setia tayang setiap sabtu malam. Dengan format kethoprak sayembara, kethoprak Sanepa mampu memikat para penonton setianya. Selain itu, beberapa radio lokal Yogyakarta pun ikut menyiarkan kethoprak sebagai salah satu programnya. 77 Selain pementasan atau pun program siar kethoprak di panggung dan media elektronik, ada pula kegiatan rutin yang diadakan oleh instansi pemerintahan daerah. Dinas Kebudayaan Provinsi Yogyakarta secara regular melaksanakan program Festival Kethoprak antar Kabupaten. Festival tersebut memiliki turunan berupa Festival Kethoprak di tingkat antar kota kabupaten, yang diikuti oleh kontingen dari tiap kecamatan. Setiap tahunnya, festival tidak pernah sepi dari keikutsertaan perwakilan dari tiap daerah. 78 Percaya bahwa kethoprak masih terus bisa hidup dan dihidupkan oleh antusiasme penontonnya, maka semangat untuk membangkitkan seni kethoprak tidak lagi hanya didukung oleh institusi pemerintahan. Sektor swasta dan lembaga non pemerintah 79 pun melihat potensi ini. Maka tidak mengherankan bila dalam sebulan, kita bisa 76 Darmanto,1999, Sejarah Penyelenggaraan Siaran Kethoprak Mataram RRI Yogyakarta, 1935- 1995, Jurusan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, hal. 6 77 Wawancara dengan Ari Purnomo, dilakukan bulan September 2015. 78 Wawancara dengan Ari Purnomo, dilakukan bulan September 2015. 79 Lembaga non pemerintah dapat terdiri dari lembaga nirlaba, pendidikan, kesenian dan sebagainya. 81 mendapati adanya beberapa pementasan kethoprak yang tersebar di beberapa titik di wilayah Yogyakarta. Seperti halnya di masa lalu, kethoprak hadir sebagai hiburan, akan tetapi tidak pernah meninggalkan semangat utamanya, yaitu melakukan pendidikan bagi masyarakat luas. Pada masa pasca reformasi pun kethoprak khususnya di daerah Yogyakarta semakin aktif untuk mencari posisi yang tepat, terlebih lagi pada ranah politik di Indonesia. Setelah masa Orde baru yang menggunakan kethoprak untuk kepentingan kekuasaan, maka pada pasca reformasi kelompok kethoprak mulai mencari alur dan format keseniannya lagi. Pada masa ini, kethoprak secara aktif kembali terlibat dalam pembicaraan politik di panggung-panggung pementasan. Bila pada masa Orde Baru, kethoprak seringkali hadir sebagai alat bagi kekuasaan, kini para seniman kethoprak lebih berani untuk membicarakan kondisi politik kontemporer Indonesia, melalui sudut pandang mereka sendiri. Kritik sosial-politik kerap kali menjadi tema utama yang diusung dalam pementasan. Beberapa kali saya temukan lakon kethoprak yang di pentaskan tampil untuk mengkritik politik kekuasaan negeri ini. Baik yang sampaikan melalui tokoh pahlawan di masa lalu atau atau tokoh-tokoh ciptaan yang sengaja dihadirkan dalam cerita-cerita konflik kerajaan Jawa. Beberapa pementasan kethoprak, merespon peristiwa politik seperti pemilu, pilkada atau peristiwa tahun 1965. Satu hal yang mesti dicatat dari kesenian ini, adalah menjadikan politik kekuasaan sebagai tema sentralnya. Ganjil rasanya bila kita tidak mendapati konflik kepentingan kekuasaan di dalam lakon-lakon yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 dipentaskannya. Pembicaraan mengenai konflik kekuasaan tidak lagi di dominasi dari dalam dinding istana, namun terus berkembang ke wilayah masyarakat biasa. Hakikat pentas kethoprak dikembalikan pada proses kreasi, negosiasi dan kontestasi. Hal-hal semacam itulah yang kemudian menjadi tuntunan atau pedoman dasar bagi kelompok kethoprak untuk mementaskan lakonnya di atas panggung. 80 Kethoprak terus mengkreasikan lakon-lakonnya kedalam sebuah karya estetis, namun proses negosiasi dengan kondisi sosial politik masyarakatlah, yang membuat karya itu dapat menjadi utuh. Di tahap selanjutnya, kethoprak tidak ketinggalan untuk berkontestasi dengan kesenian lainnya. Ia masih berjuang untuk mencari posisi yang paling tepat.

F. Kesimpulan

Setiap ranah seni memiliki agendanya sendiri-sendiri. Terlebih lagi karena cabang dan aliran yang mereka seniman jalani pun berbeda. Namun ada kalanya fokus isu dapat mempertemukan mereka. Seadainya pun tidak bertemu, ada garis yang saling memotong, sehingga terdapat ruang yang sama dalam membahas isu dalam proses berkaryanya. Pada bagian ini, saya hendak memaparkan perkembangan dan juga perubahan yang terjadi di beberapa ranah seni di Indonesia, khususnya pada masa setelah reformasi terjadi. Pada bab ini, beberapa bidang seni: sastra dan teater menunjukan adanya perkembangan orientasi perlawanannya. Jika pada masa Orde Baru mereka 80 Budi Susanto, 2012, “Memepermainkan Sandi Wara Rakyat: Ketoprak Eksel, dalam Jurnal Retorik Vol.3- No.1, Program Mgister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 83 bersepakat menunjuk rejim Soeharto sebagai biang dari segala bentuk represi, maka berbeda dengan kondisi pada masa pasca reformasi. Musuh bersama telah berhasil dilengserkan dan puncak telah ditapaki. Lantas apalagi atau siapa lagi yang hendak dilawan dan dikritisi? Hingga pada titik ini, orientasi dari tiap ranah seni mulai dievaluasi. Setiap seniman yang berada di dalam bidangnya, mulai mencari muara gerakannya masing-masing. Dunia kesusastraan menuturkan kegelisahannya melalui novel, puisi, maupun kritik sastra. Daya kritis para sastrawan tidak lantas meredup seiring berlalunya hiruk pikuk reformasi. Sastra hidup dari kondisi sosial politik masyarakatnya, sehingga walaupun Orde Baru sudah digantikan oleh masa yang baru, masalah-masalah kemanusiaan tetap ada dan tetap menjadi pokok pembicaraan dalam karya sastra. Isu yang berkembang selepas reformasi, banyak berkaitan dengan identitas, baik suku, agama, maupun seksual. Isu-isu ini sedikit banyak diinisiasi dari isu global-universal, yang banyak mengangkat permsalahan kemanusiaan. Isu –isu semacam itu sedikit banyak menimbulkan banyak polemik. Polemik tersebut muncul dan mengambil porsi yang cukup dominan, dibanding isu mengenai politik, kekerasan, bahkan juga kemanusiaan. Terlebih lagi karena isu dominan dilahirkan dari komunitas yang dianggap sebagai pusat sastra. Gerakan melawan klaim pusat sastra muncul di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu bentuk gerakan yang muncul adalah lahirnya komunitas dan media jurnalistik tandingan, untuk mengkonter pengaruh dari pusat sastra. Komunitas sastra di daerah sadar bahwa selain aliran isu global yang masuk melalui karya- karya dari pusat, aliran dana dari penyandang dana internasional pun memiliki 84 andil dalam hal ini. Efek globalisasi sastra tidak hanya mengabilalih isu, akan tetapi juga pasar dengan pembentukanminat khalayak pembaca sastra. Tidak berbeda dengan bidang kesenian yang lain, teater pun mengalami perkembangan orientasi isu. Masa ini seakan membuka peluang selebar-lebarnya bagi para seniman teater untuk membicarakan identitas mereka secara jujur. Tidak hanya membicarakannya, akan tetapi sekaligus mempertanyakannya di atas panggung. Namun seperti halnya kesenian lainnya, pembicaraan mengenai identitas, tidak selalu lahir dari kondisi masyarakat lokal. Apa yang diusung dalam sebuah pementasan, seringkali merupakan representasi kepentingan global. Nilai-nilai universal yang diusung dan dijadikan standar bagi semesta pembicaraan seni teater, menjadi masalah serius untuk menentukan apa dan bagaimana identitas kita. Sehingga apa yang dipanggung, tidak selalu mencerminkan apa yang terjadi di masyarakat kita. Lantas pada sub bab mengenai kethoprak, saya memaparkan sedikit sejarah mengenai kesenian ini. Sebagai salah satu bagian dari seni pertunjukan, kethoprak memiliki corak yang hampir mirip dengan teater. Walau mengadopsi banyak hal dari teater, kethoprak sebagai kesenian rakyat tidak pernah meninggalkan sisi tradisi yang diusungnya sejak dulu. Hal yang menarik dari kethoprak adalah di kala hampir semua bidang kesenian, mulai beranjak untuk tidak lagi berbicara di wilayah politik kekuasaan, kethoprak tetap melakukannya. Diverfisikasi isu yang diusung oleh banyak bidang kesenian yang lain, juga dialami oleh kethoprak. Pasca reformasi, di kala Indonesia merayakan kebebasan barunya, perhatian dunia internasional pada negara berkembang, tumbuh semakin besar. 85 Perhatian semacam itu diiringi masuknya banyak bantuan, untuk memperbaiki cara pandang warga negaranya. Salah satunya masuk dalam wilayah seni, baik sastra, teater maupun kesenian lainnya. Isu yang dimaksudkan guna meningkatkan wacana pun masuk dengan sama derasnya. Hal tersebut mempengaruhi perubahan arah isu yang dibicarakan pada ranah ini. Isu- isu global seperti identitas, multikulturalisme, gender dan seksualitas, serta lain sebagainya, mulai masuk dan berkembang. Masa ini melahirkan diversifikasi isu kesenian Indonesia. Sekaligus keagenan seni modern atas kepentingan global. Lantas bagaimana dengan kethoprak? Isu-isu global memang tidak benar- benar bersih dari kesenian ini. Kita kadang kala masih juga mendapati beberapa pertunjukan kethoprak yang juga ikut membicarakan wacana global di dalam lakon-lakonnya. Namun dari kesemuanya, ada beberapa yang mengklaim diri masih mengangkat konteks permasalahan lokal masyarakat. Seperti yang diajukan dalam lakon Magersari dan Ledhek Bariyem. Namun sejauh mana mereka memanggungkannya, apa saja yang hendak mereka suarakan, serta bagaimana lakon-lakon tersebut dibaca baik oleh para seniman dan penontonnya, akan saya paparkan pada bab selanjutnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86

BAB III KETHOPRAK YANG BERBICARA BUKAN DI PANGGUNG

POLITIK

A. Pengantar

Membicarakan mengenai kemungkinan adanya bidang, kelompok atau pelaku seni yang masih membahas mengenai kekuasaan sebagai salah satu fokus karyanya, maka kita dapat memasukkan kethoprak sebagai salah satu bidang yang dimaksud. Untuk sekedar mengingatkan, pada bab II dijelaskan bahwa di kala beberapa bidang kesenian melakukan diversifikasi orientasi isu, dan beranjak dari pembicaraan mengenai kekuasaan negara, di sisi lain kethoprak acapkali masih membicarakannya. Kekuasaan masih menjadi unsur intrinsik dalam kethoprak yang belum dapat ditinggalkan begitu saja. Untuk itu, saya kira akan jauh lebih baik mencermati langsung konteks tersebut dalam lakon-lakon kethoprak. Struktur penulisan bab ini: saya mulai dengan menulis gambaran mengenai pengenalan kethoprak garapan, sebagai format dari kedua lakon yang diteliti. Bagian kedua merupakan ilustrasi dari pementasan lakon Magersari dan Ledhek Bariyem, yang saya ambil dari proses menonton langsung, rekaman video dan naskah kedua lakon tersebut. Kemudian pada bagian ketiga, saya akan memaparkan hasil wawancara saya dengan 2 dua orang tokoh penting dibalik lakon Magersari dan Ledhek Bariyem, yaitu Bondan Nusantara dan Ari Purnomo. Dari kedua tokoh tersebut, saya mencoba mencari tahu mengenai konteks semacam apa yang melatarbelakangi kedua lakon kethoprak tersebut.