29
g. Masyarakat berakhlakul karimah.
h. Keluarga yang di dalamnya tumbuh cinta kasih.
10
4. Upaya Membentuk Keluarga Sakinah
Dalam suatu perjalanan rumah tangga tidak selalu berisikan senyum dan tawa, tetapi sesekali terdapat perselisihan antara suami dan
isteri. Karena itulah, ketika hendak melangkah ke jenjang perkawinan dianjurkan memilih jodoh yang baik sholeh atau sholehah, hal ini tidak
lain hanya untuk bertujuan dalam membina perkawinan yang bahagia, sakinah dan harmonis. Untuk itu, dalam upaya membina keluarga yang
sakinah perlu diperhatikan berbagai aspek secara menyeluruh, di antaranya peranan masing-masing suami dan isteri, baik yang individual maupun
yang dimiliki bersama.
11
Namun selain mengetahui peranan masing-masing suami dan isteri, terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh dalam membentuk
keluarga sakinah, yaitu: a.
Saling pengertian. b.
Saling sabar. c.
Saling terbuka. d.
Toleransi. e.
Kasih sayang.
10
Ahmad Sutarmadi, Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020, Surabaya: BP4, 1997, h. 25-26.
11
Dedi Junaedi, Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut al- Qur’an dan as-
Sunnah, Jakarta: Akademika Pressindo, edisi pertama, 2003, h. 220.
30
f. Komunikasi.
g. Adanya kerjasama.
12
B. Poligami
1. Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani yaitu kata “poly” atau “polus” yang berarti banyak, dan dari kata “gamei” yang artinya kawin
atau perkawinan. Maksudnya dari pengertian tersebut adalah laki-laki yang beristeri lebih dari satu orang wanita dalam suatu ikatan
perkawinan.
13
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani pecahan dari kata “poly”
yang artinya banyak, dan “gamein” yang berarti pasangan, kawin atau
perkawinan. Secara epistemologis poligami adalah “suatu perkawinan yang banyak” atau dengan kata lain adalah suatu perkawinan yang lebih
dari seorang, seorang laki-laki memiliki isteri lebih dari satu pada wakru yang bersamaan.
14
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian pol
igami adalah “ikatan perkawinan yang salah satu
12
Ali Qaimi, Single Parent Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak, Bogor: Cahaya, 2003, h. 187.
13
Sufyan Raji Abdullah, Poligami dan Eksitensinya, Jakarta: CV. Cahaya Esa, 2004, h. 49.
14
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, Cet. Ke-7, h. 799.
31
pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan.
15
Term poligami ini sebenarnya mempunyai makna umum, yaitu memiliki dua orang isteri atau lebih dalam waktu yang bersamaan. Adapun
kebalikan dari perkawinan seperti ini adalah monogami yaitu perkawinan dimana suami hanya memiliki seorang isteri.
16
Dalam Islam poligami mempunyai arti memilki isteri lebih dari satu, dengan batasan umum yang telah ditentukan. Al-
Qur’an memberi penjelasan empat untuk jumlah isteri meskipun ada yang mengatakan lebih
dari itu. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan penafsiran tentang ayat yang menyatakan boleh berpoligami.
17
Opini masyarakat Islam mengenai kebolehan berpoligami yaitu anggapan jumlah perempuan yang semakin bertambah dibandingkan
dengan jumlah laki-laki yang ada, tersebutkan dalam rasio perbandingan 1:3. Dengan alasan tersebut para ulama berpendapat bahwa tujuan ideal
dalam Islam dalam perkawinan adalah monogami. Tentang konsep poligami yang jelas tertulis dalam ayat al-
Qur’an itu, menurut sebagian mereka adalah hak karena tuntutan zaman ketika masa nabi, yang ketika
itu banyak anak yatim atau janda yang ditinggal bapak atau suaminya. Sedangkan sebagian pendapat lain menyatakan bahwa kebolehan
15
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 18.
16
Bibit Suprapto, Liku-liku Poligami, Yogyakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999, Cet. Ke- 1, H.71.
17
Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007, cet. Ke-1, h. 119.
32
berpoligami hanyalah bersifat darurat atau kondisi terpaksa, karena agama adalah
memberikan kesejahteraan
maslahat bagi
pemeluknya. Sebaliknya, agama mencegah adanya darurat atau kesusahan. Darurat
dikerjakan jika hanya sangat terpaksa .
18
2. Poligami menurut Hukum Islam dan Hukum Positif