BAB 2 LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penjelasan tentang kemandirian remaja, konsep diri, dan pola asuh beserta dimensi-dimensinya, kerangka berfikir penelitian dan hipotesis
penelitian.
2.1 Kemandirian
2.1.1 Definisi kemandirian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990 dapat diketahui bahwa pembentukan kata kemandirian berasal dari kata sifat “mandiri” yang
memiliki arti dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Beberapa ahlijuga memiliki pengertian yang berbeda-beda terhadap
kemandirian sebab mereka memandang dari segi hal yang berbeda, meskipun pada dasarnya memiliki muara dan fokus yang sama.
Menurut Steiberg 1995 remaja memperoleh kemandirian adalah remaja yang memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara
bertanggung jawab, meskipun tidak ada pengawasan dari orang tua ataupun orang lain. Hill dan Holmbeck 1991 menjelaskan individu yang
mandiri dalam perilaku adalah mereka yang mampu untuk memilah nasehat dari orang lain, memilih mana yang lebih sesuai, serta
mempertimbangkan suatu tindakan berdasarkan pada pendapatnya sendiri dan saran orang lain, dan kemudian mengambil kesimpulan terhadap hal
tersebut.
12
Menurut perspektif self determination theory, kemandirian adalah pertahanan yang sangat bermanfaat pada suatu individu dalam hidup
bermasyarakat, termasuk dalam mengambil keputusan dan berperilaku independen dari sekian banyak pengaruh dari luar Bandura, 1989; Markus
Kitayama, 1991; Rothbaum Trommsdroff, 2007; Schwartz, 2000, 2006; Deci Ryan, 2002 dalam Chen et al., 2013. Sedangkan Wilfrid dan
Keith 2013 menjelaskan kemandirian berasal dari kata Yunani,autonomi, yaitu autós “self” dan nomos “aturan”, jadi “ autonomy” pertama kali
digunakan untuk menjelaskan peraturan-peraturan yang ada. Berdasarkan pengertian kemandirian dari beberapa pendapat para
ahli diatas, maka menurut peneliti definisiyang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi menurut Steinberg 1995 yaitu individu yang
memperoleh kemandirian adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara bertanggung jawab, meskipun tidak ada
pengawasan dari orang tua ataupun orang lain.
2.1.2 Proses perkembangan dan aspek-aspek kemandirian
Perkembangan kemandirian remaja menurut Steinberg 2002 adalah dari keadaan rumah tangga, transformasi dan perlakuan kemanusiaan orang tua.
Menurut Donvan and Adelson 1966 perkembangan kemandirian yaitu mengurangi ikatan emosional dengan orang tua, mampu untuk mengambil
keputusan secara mandiri, dan membentuk “tanda personal” dari nilai dan moral. Emil Durkheim melihat perkembangan kemandirian karena dua
faktor, yaitu disiplin dan komitmen terhadap kelompok Ali, 2012.
Dari beberapa keterangan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa proses perkembangan kemandirian didapat melalui keadaan
seseorang terhadap lingkungannya baik keluarga maupun diluar keluarga. Robert Havighurst 1955 membagi kemandirian menjadi beberapa
aspek, yaitu: 1. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi
dan tidak tergantung pada kebutuhan emosi dan orang tua. 2. Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur
ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua. 3. Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi. 4. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
Menurut Douvan 1966 kemandirian terdiri dari tiga aspek perkembangan, yaitu:
1. Kemandirian aspek emosi, yaitu ditandai oleh kemampuan remaja memecahkan ketergantungannya sifat kekanak-kanakannya dari
orang tua dan mereka dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya.
2. Kemandirian aspek perilaku. Kemandirian berperilaku merupakan kemampuan remaja untuk mengambil keputusan tentang tingkah laku
pribadinya, seperti dalam memilih pakaian, sekolahpendidikan, dan pekerjaan.
3. Kemandirian aspek nilai. Kemandirian nilai ditunjukkan remaja dengan dimilikinya seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan
sendiri oleh remaja, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama.
Steinberg 1987 juga mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian remaja meliputi :
1. Kemandirian emosi Emotional autonomy Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk mulai
melepaskan diri secara emosi dengan orang tua dan mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan memutuskan
hubungan dengan orang tua. Remaja yang mandiri secara emosional tidak membebankan pikiran orang tua meski dalam masalah. Remaja
yang mandiri secara emosional tidak melihat orang tua mereka sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya.
Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orang tua mereka sebagai orang-orang yang dapat
mereka ajak untuk bertukar pikiran. Nilai dari kemandirian disini mengacu pada sikap yang tidak bergantung, pengambilan keputusan
baik dalam bidang politik, agama, akademik maupun moral.
2. Kemandirian perilaku Behavioral autonomy. Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja untuk
mandiri dalam membuat keputusannya sendiri dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Mereka mengetahui
kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda. Remaja mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu
mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan
memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau semena-
mena yang dapat menjatuhkan harga diri mereka. 3. Kemandirian nilai Value autonomy
Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih abstrak mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan agama
untuk menyatakan benar atau salah berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar atau salah
berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih berprinsip.
Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan untuk berpendapat atau persamaan sosial.
Berdasarkan aspek-aspek kemandirian yang telah dikemukakan di atas, maka yang dianggap paling sesuai oleh peneliti adalah aspek
kemandirian menurut Steinberg 2002. Hal ini dikarenakan aspek-aspek
kemandirian dari Steinberg tersebut lebih mewakili dalam mengukur kemandirian pada mahasiswa UIN Jakarta. Aspek-aspek tersebut antara
lain aspek emotional autonomy, aspek behavioral autonomy, dan aspek value autonomy.
2.1.3 Pengukuran kemandirian