Masalah Kesejahteraan Sosial Pelayanan Sosial 1. Definisi dan Makna Kesejahteraan sosial

e. Anak yang berasal dari keluarga broken home, karena korban perceraian orang tuanya, anak yang hidup ditengah kondisi keluarga yang bermasalah, pemabuk, kasar, korban PHK, terlibat narkotika dan sebagainya. 27 Bentuk nyata dari salah satu ciri di atas adalah anak dari keluarga pemulung atau yang sering disebut Anak Pemulung. Anak pemulung termasuk kedalam ciri-ciri anak dari keluarga miskin atau keterbatasan ekonomi dimana hak anak pemulung ini tidak dapat terpenuhi yaitu hak akan pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, pendidikan dan juga kesehatan. Menurut Twikromo, yang dimaksud dengan pemulung adalah seseorang yang mendapatkan penghasilan dari mengumpulkan barang bekas. Terkait dengan ruang lingkup pembahasan pemulung, pada dasarnya terdapat dua kategori pemulung yaitu pemulung jalanan dan pemulung menetap. Twikromo mendefinisikan pemulung adalah pemulung yang hidup di jalanan atau dideskripsikan oleh pemerintah sebagai gelandangan atau pemulung liar. Sedangkan pemulung menetap yaitu pemulung yang menyewa sebuah rumah secara bersama-sama di suatu tempat tertentu, pemulung tinggal di rumah permanen atau semi permanen yang berlokasi di tempat pembuangan akhir atau sekitarnya atau kampung yang memiliki mata pencaharian sebagai pemulung. 28 Dalam berbagai kondisi, pemulung seringkali mengalami berbagai tekanan maupun kondisi yang berat dalam berbagai situasi kota. Dalam 27 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak Jakarta: Kencana 2010, h. 213-214. 28 Y. Argo Twikromo, Pemulung Jalanan Yogyakarta : konstruksi marginalitas dan perjuangan hidup dalam bayang-bayang budaya dominan, Yogyakarta: Media Pressindo, 1999, h. 74-75 beratnya tekanan situasi kota, pemulung berjuang untuk bertahan hidup dalam ruang terbatas yang disediakan oleh masyarakat kota. Mereka merupakan kaum marginal yang berjuang secara terus menerus tidak hanya menghadapi tekanan- tekanan ekonomi tetapi juga tekanan- tekanan sosial dan budaya. Mereka harus berjuang menahan rasa lapar, dinginnya malam, sampah yang kotor dan berbau tidak sedap, sakit tanpa pengobatan yang wajar, tidur tanpa rumah, hidup tanpa standar yang pasti, hidup tanpa lindungan hukum yang sepantasnya. Selain mereka juga berjuang melawan rasa malu, rasa takut, rasa khawatir, terhadap ancaman rasa tidak ada harapan, dan rasa kurang dihargai martabatnya karena mereka tidak menjadi bagian dari masyarakat kota atau mereka benar- benar dikucilkan dari sistem masyarakat kota. 29 Hal ini terutama dialami oleh pemulung jalanan. Sedangkan untuk pemulung menetap, pada umumnya mereka memiliki kehidupan yang lebih teratur. Pada umumnya mereka merupakan orang- orang pendatang dalam rangka mencari pekerjaan dan tinggal pada suatu daerah terkonsentrasi dengan pemulung yang lain baik sewa sendiri maupun tempat yang telah disediakan oleh pemilik lapak. Walupun kehidupan mereka sudah lebih teratur, pada realitanya seringkali mereka tidak memiliki hak terhadap jaminan pelayanan, seperti jaminan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, pelayanan maupun pelayanan pendidikan. 30 Realita yang terjadi tentang tempat tinggal pemulung di TPA yaitu pemulung di TPA Bantar Gebang Bekasi, pemulung tinggal tepat di 29 Y. Argo Twikromo, Pemulung Jalanan Yogyakarta : konstruksi marginalitas dan perjuangan hidup dalam bayang-bayang budaya dominan, Yogyakarta: Media Pressindo, 1999, h. 160 30 Y. Argo Twikromo, Pemulung Jalanan Yogyakarta : konstruksi marginalitas dan perjuangan hidup dalam bayang-bayang budaya dominan, Yogyakarta: Media Pressindo, 1999, h. 195 bawah sumber penghidupan mereka yaitu sampah. Pemulung- pemulung ini merupakan orang- orang pendatang yang ingin mengadu nasib mencari pekerjaan, namun dengan keberadaan mereka sebagai pendatang membuat mereka termasuk kedalam golongan penduduk yang tidak resmi status kependudukannya. Sehingga mereka tidak mendapatkan hak terhadap jaminan pelayanan, seperti jaminan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, maupun pelayanan pendidikan. Tentunya keadaan inilah yang membuat kondisi anak- anak pemulung juga tidak memiliki hak akan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, dan juga pelayanan pendidikan. Sungguh sangat memprihatinkan kondisi anak- anak pemulung ini selain karena status kependudukannya yang membuat mereka tidak bisa memiliki hak atas berbagai pelayanan tetapi juga karena kondisi orang tua mereka sebagai pemulung yang tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi hak-hak anak mereka.

3. Metode Perubahan Sosial Terencana Metode Intervensi Sosial

Metode perubahan sosial terencana Metode Intervensi Sosial dalam ilmu kesejahteraan sosial pada dasarnya dapat dikelompokkan antara lain berdasarkan level intervensinya. Level intervensi dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:

a. Perubahan sosial terencana di level mikro individu, keluarga, dan kelompok kecil

Metode perubahan sosial terencana pada individu, keluarga, dan kelompok kecil dikenal juga sebagai metode intervensi sosial pada level mikro micro intervention. Sedangkan, metode intervensi dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial sendiri, pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial social functioning dari kelompok sasaran perubahan, dalam hal ini individu, keluarga, dan kelompok kecil. 31 Metode intervensi pada level mikro ini lebih memusatkan pada dua metode besar 1 Metode social casework yaitu metode bimbingan sosial perseorangan, 2 Metode social groupwork yaitu metode bimbingan sosial kelompok. 32

b. Perubahan sosial terencana di level makro komunitas dan organisasi.

Metode perubahan sosial terencana pada komunitas dan organisasi dikenal juga sebagai metode intervensi sosial pada level makro macro intervention. Intervensi di tingkat makro ini merupakan bentuk intervensi dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial yang digunakan guna melakukan perubahan dan pemberdayaan pada tingkat komunitas dan organisasi. 33 Praktek pada level makro itu sendiri pada dasarnya terdiri dari beberapa model intervensi antara lain yang dikemukakan oleh Glen 1993 yang mengacu pada model intervensi: community development pengembangan masyarakat, community action aksi komunitas, dan community service approach pendekatan layanan masyarakat. Sedangkan menurut Rothman 1995 model intervensi komunitas terdiri dari: locality development pengembangan komunitas lokal, social 31 Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial Pengantar pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan, Depok: FISIP UI Press, 2005, h. 165 32 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, Depok: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001, h. 35 33 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, Depok: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001, h. 31 action aksi sosial, dan social planning policy perencanaan sosial dan kebijakan sosial. 34 Model intervensi yang berkaitan dengan masalah sosial anak pemulung yaitu metode Perencanaan Sosial. Salah satu aspek dalam Perencanaan Sosial adalah mengenain Perencanaan Pelayanan Sosial. Walaupun perencanaan pelayanan sosial mungkin merupakan interpretasi perencanaan sosial yang amat terbatas, namun perencanaan pelayanan sosial sangatlah penting dan sering menyita sebagian besar pemikiran dan waktu perencanaan-perencanaan sosial.

4. Definisi Pelayanan Sosial

Dalam ilmu kesejahteraan sosial pelayanan sosial didefinisikan sebagai usaha, aktifitas, dan kegiatan. Pelayanan sosial adalah usaha pemberian bantuan atau penolongan kepada orang lain, baik materi maupun non materi agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri. 35 The Social Work Dictionary 1999, menyebutkan sebagai berikut: “Pelayanan Sosial merupakan aktifitas pekerja sosial dan profesi lain dalam rangka membantu orang agar berkecukupan, mencegah ketergantungan, memperkuat relasi keluarga, memperbaiki keberfungsian sosial, individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat”. 36 34 Isbandi Rukminto Adi, Perencanaan Parsipatoris Berbasis Aset Komunitas Dari Pemikiran Menuju Penerapan, Depok: FISIP UI Press, 2007, h. 6-7 35 Departemen Sosial R.I. Badan Penelitian dan Pengembangan, istilah Usaha Kesejahteraan Sosial, Jakarta:1997, h. 179. 36 Dwi Heru Sukoco, Kemitraan dan Pelayanan Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial, Jakarta: 1997, h. 119.

Dokumen yang terkait

Studi Tentang Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi

8 61 115

Pendayagunaan zakat lembaga amil zakat (LAZ) portalinfaq untuk pendidikan anak pendidikan Anak pemulung di Bantar Gebang Bekasi

0 6 48

Upaya sekolah alam Tunas mulia Yayasan Portalinfaq dalam Pemberdayaan Anak Pemulung di Wilayah Bantar Gebang Bekasi

0 3 93

Hubungan antara personal higiene dan karakteristik individu dengan keluhan gangguan kulit pada pemulung (Laskar Mandiri) di Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Tahun 2013

4 24 137

Analisis Kualitas Air Tanah Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang, Bekasi 2013

2 18 91

Pola asuh makan, Perkembangan Bahasa dan Kognitif pada Anak Balita Stunted dan Normal di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi

1 8 150

Kebiasaan Makan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan Status Anemia pada Remaja Putri Keluarga Pemulung di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi

0 2 87

Pengembangan Masyarakat di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah (Kasus Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi)

0 4 125

POLA ASUH MAKAN, PERKEMBANGAN BAHASA, DAN KOGNITIF ANAK BALITA STUNTED DAN NORMAL DI KELURAHAN SUMUR BATU, BANTAR GEBANG BEKASI

0 0 8

REHABILITASI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL DI TPA SUMUR BATU, KELURAHAN SUMUR BATU, KECAMATAN BANTAR GEBANG, KOTA BEKASI, JAWA BARAT - Eprints UPN "Veteran" Yogyakarta

1 1 8