Ada dua sistem budaya yang selama ini dianggap menyudutkan posisi perempuan di dalam masyakat, yakni budaya patrilinial dan patriarki. Budaya
patrilinial adalah budaya di mana masyarakatnya mengikuti garis laki-laki seperti anak bergaris keturunan ayah. Sedangkan patriarki dipahami secara
harfiah yang berarti “kekuasaan bapak” role of the father atau “patriarkh” patriarch yang digunakan untuk menyebut “keluarga yang dikuasai kaum
laki-laki”. Secara istilah kata patriarki digunakan untuk menyebutkan kekuasaan laki-laki, hubungan kekuasaan dengan apa laki-laki menguasai
perempuan, serta sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai melalui bermacam-macam cara Bashin, 1996.
5
Patriarki cendrung pada penerapan pandangan hidup yang didominasi oleh laki-laki male-dominated, ditentukan oleh laki-laki male-identified, dan
berpusat pada laki-laki male-centered. Ciri khas dari budaya tersebut ditopang dan dilembagakan, sehingga menjadi landasan dan pandangan hidup
secara umum Johnson, 1997.
6
b. Indikator Kesenjangan Gender
Peran gender gender role yang tidak seimbang menyebabkan ketimpangan sosial atau ketidakadilan gender yang bersumber dari perbedaan
peran gender antara laki-laki dan perempuan dan ini sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai komunitas sosial. Adanya ketidakadilan gender ini
menurut Mansour Faqih 1997 disebabkan oleh perilaku dan perlakuan sosial sebagai berikut
7
:
5
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, h. 58.
6
Ibid., h. 60.
7
Ibid., h 73.
1. Marginalisasi perempuan Marginalisasi secara umum berarti proses penyingkiran. Alison Scott,
seorang ahli sosiologi Inggris melihat berbagai macam bentuk marginalisasi yakni 1. Proses pengucilan, 2. Proses pergeseran perempuan ke pinggiran
margins, 3. Proses feminisasi atau segregasi, pemusatan perempuan pada jenis pekerjaan tertentu feminisasi pekerjaan, atau pemisahan yang semata-
mata dilakukan oleh perempuan saja atau laki-laki saja, 4. Proses ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang merujuk di antaranya
perbedaan upah Saptari dan Holzner, 1997.
8
Marginalisasi ini merupakan proses pemiskinan perempuan terutama pada masyarakat lapisan bawah yang sangat memperihatinkan kesejahteraan
keluarga mereka. Demikian pula marginalisasi dalam lingkungan keluarga biasa terjadi dilingkungan kita. Misalnya, anak laki-laki memperoleh fasilitas
dan kesempatan pendidikan, sedangkan saudara perempuannya tidak.
9
2. Subordinasi Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan dianggap lebih penting dan
lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Sebuah
pandangan yang tidak adil terhadap perempuan dan dasar anggapan bahwa perempuan itu irasional, emosional dan lemah, menyebabkan penempatan
8
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, h. 73-74.
9
Ibid., h. 74.
perempuan dalam peran-peran yang dianggap kurang penting atau subordinat.
10
3. Stereotipe perempuan Stereotipe adalah pelabelan terhadap kelompok, suku, bangsa tertentu
yang selalu berkonotasi negatif, sehingga sering merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Misalnya label perempuan sebagai ibu rumah tangga
domestik dan laki-laki sebagai pencari nafkah publik, perempuan lemah, laki-laki kuat dan lain-lain.
11
4. KekerasanViolence Salah satu bentuk ketidakadilan gender adalah tindak kekerasan terhadap
perempuan, baik yang berbentuk kekerasan fisik maupun psikis. Kekerasan tersebut timbul akibat adanya faktor-faktor di atas, termasuk anggapan bahwa
laki-laki pemegang supermasi dan dominasi terhadap berbagai sektor kehidupan.
12
5. Beban kerja yang tidak proporsional Pekerjaan domestik yang dibebankan kepada perempuan, menyebabkan
posisi perempuan sarat dengan pekerjaan yang beragam, dalam waktu yang tidak terbatas dan dengan beban yang cukup berat. Misalnya; memasak,
mencuci, menyetrika, menjaga kebersihan dan kerapihan rumah, mengurus anak dan sebagainya. Pekerjaan domestik yang berat tersebut dilakukan
bersama-sama dengan fungsi reproduksi, haid, hamil, melahirkan, menyusui. Belum lagi jika perempuan harus bekerja pada peran publik untuk
10
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, h. 76.
11
Ibid., h. 76-78.
12
Ibid., h. 78.
meningkatkan penghasilan ekonomi keluarga, maka semakin berat beban yang ditanggung.
13
c. Kesetaraan Gender
Untuk mengikis konstruksi budaya yang tidak berkeadilan gender, tentu saja memahami dahulu konsep kesetaraan. Kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan lebih dimaknai dengan berkeadilan, berkeseimbangan dan lahir keharmonisan akibat dari eksistensi kedua belah pihak.
14
Prinsip kesetaraan dan keadilan gender diungkap dalam Profil Gender dan Anak 201-yakni, antara lain: 1 Menghargai hak setiap individu namun
mengakui adanya perbedaan unity and equal in diversity. Hak-hak perempuan dan anak perempuan dijamin dalam Hak-hak Asasi Manusia
Universal, 2 Kesamaan tanggung jawab shared responsibility antara laki- laki dan perempuan, 3 Kemitraan yang harmonis harmonious partnership
dalam pengambilan keputusan mulai dari keluarga, 4 Pelaksanaan gender harus bersifat menyeluruh dan terpadu holistic and integrity, karena itu
diperlukan adanya pendekatan yang multidisipliner untuk perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang lebih setara gender.
15
Kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia tecantum dalam Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional,
yang menginstruksikan pelaksanaan pengarusutamaan gender kedalam seluruh
13
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, h. 80.
14
Ibid., h. 81.
15
Ida Rosyidah dan Hermawati, Pengantar Kajian Gender dalam Agama-Agama, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013, h. 29-30.
proses pembangunan.
16
Kesetaraan yang berkeadilan gender adalah kondisi yang dinamis, di mana laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan hak,
kewajiban, kedudukan, peranan, dan kesempatan yang dilandasi sikap dan perilaku yang saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, dan
saling mengisi di berbagai sektor.
17
Prinsip Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an antara lain: 1. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai Hamba.
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al- Zariyat51: 56.
18
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” Q.S Al-Zaariyat51:56.
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang
sama dan yang membedakan diantara keduanya adalah ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. Al-
Hujurat49:13
19
.
16
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Panduan Pelatihan Regional Pengarusutamaan Gender Di Bidang Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan,
Jakarta: Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2001, h. 1.
17
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, h. 82.
18
Umar, Nasaruddin, DR. MA. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001, h. 248.
19
Ibid., h. 248.
“Hai manusia, Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa”. Q.S Al-
Hujurat49: 13.
Dalam kapasitas sebagai hamba Allah, laki-laki dan perempuan akan mendapat penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya
masing-masing, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Nahl16: 97.
20
“Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan”. QS. Al-Nahl16: 97.
2. Laki-laki dan perempuan keduanya sebagai khalifah di muka bumi khalifah fi al-ardl.
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, di samping penciptaan sebagai hamba a’bid yang tunduk dan patuh serta
mengabdi kepada Allah SWT., juga untuk menjadi khalifah di bumi ditegaskan di dalam Q.S. Al-An’am6: 165
21
.
20
Umar, Nasaruddin, DR. MA. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001, h. 249.
21
Ibid., h.
252.
“Dan Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kalian atas sebahagian yang lain
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepada kalian.” QS 6Al-An’aam:165.
Dalam ayat lain disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah2: 30
22
.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”. Q.S. Al-Baqarah2: 30.
Kata khalifah dalam kedua ayat di atas tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan
mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka
harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan.
22
Umar, Nasaruddin, DR. MA. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001, h. 253.
3. Laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian primordial dari Tuhan.
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian primordial dengan Tuhan. Seperti diketahui, menjelang seorang
anak manusia lahir, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-A’raf7: 172
23
.
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak- anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: betul Engkau Tuhan kami, kami
menjadi saksi.” QS 7Al-A’raaf:172.
Menurut Fakhr al-Razi, tidak ada seorang pun anak manusia lahir di muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka
disaksikan oleh para malaikat. 4. Laki-laki dan perempuan memiliki berpotensi meraih prestasi.
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan, ditegaskan secara khusus di dalam empat ayat, yaitu:
23
Umar, Nasaruddin, DR. MA. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001, h.
254.
a. Q.S. Ali-Imran3: 195
24
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya dengan berfirman, “sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-
orang yang beramal di antara kalian, baik laki-laki atau perempuan, karena sebagian kalian adalah keturunan bagi sebagian yang lain”
QS 3Ali Imran:195.
b. Q.S. An-Nisa4:124.
25
“Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu
masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
c. QS. an-Nahl16: 97.
26
24
Umar, Nasaruddin, DR. MA. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001, h. 263.
25
Ibid., h. 264.
26
Ibid., h. 264.
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
d. QS. 40Gaafir:40.
27
“Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang
siapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan
masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab.”
Ayat-ayat tersebut di atas mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang
spiritual maupun urusan karier profesional, tidak mesti dikuasai oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan
yang sama meraih prestasi optimal. Salah satu obsesi Al-Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur’an
mencakup segala segi kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
28
27
Umar, Nasaruddin, DR. MA. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001, h. 264.
28
Ibid., h. 265.
B. Keterlibatan
a. Pengertian Keterlibatan
Keterlibatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI berarti keadaan terlibat. Terlibat sendiri berarti adanya keikutsertaan individu atau
berperannya sikap ataupun emosi individu dalam situasi tertentu.
29
Memperluas cakrawala keterlibatan sosial perempuan merupakan penegasan kondisi perempuan yang mengalami peningkatan dalam
masyarakat. Hal tersebut didorong oleh kesadaran mendalam terhadap peran perempuan dalam upaya membangun dan mengembangkan masyarakat.
30
Perlunya perluasan cakrawala keterlibatan sosial perempuan, yaitu dengan menggabungkan urgensi keterlibatan politik perempuan ke dalam aspek
kehidupan sosial, sehingga tidak hanya membatasinya dalam hal-hal yang berhubungan dengan politik, namun bisa mencakup bidang-bidang yang lebih
luas. Artinya, keterlibatan tersebut merambat kepada kehidupan umum dan perhatian terhadap masalah-masalah nasional secara menyeluruh.
31
Keterlibatan perempuan tersebut berarti ikut memberikan solusi bagi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik, juga memperluas peran
perempuan di berbagai asosiasi dan organisasi nasional serta berbagai bentuk kerjasama, di samping lembaga-lembaga kemasyarakatan yang lepas dari sisi-
sisi aktivitas politik.
32
29
Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, KBBI edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, h. 668.
30
Dr. Jaber Asfour, Membela Perempuan, Antara Hak, Peran Tanggung Jawab, Depok: NOHA Publishing House, 2008, h. 131.
31
Ibid., h. 131.
32
Ibid., h. 131.
b. Aspek Keterlibatan Perempuan
Moser framework menganggap bahwa dikebanyakan masyarakat, perempuan yang berpendapatan rendah memiliki tiga peran: perempuan
mengurusi kegiatan-kegiatan
reproduktif, produktif
dan pengaturan
masyarakat; sedangkan laki-laki terutama mengurusi kegiatan-kegiatan produktif dan politik dalam masyarakat.
33
1. Kerja Reproduktif
Melibatkan kepedulian dan pelestarian rumah tangga dan keluarganya termasuk melahirkan dan merawat anak-anak, mempersiapkan makanan,
mengambil air dan bahan bakar, berbelanja, merawat rumah dan kesehatan keluarga. Kerja reproduktif sangatlah penting bagi kelangsungan hidup
manusia dan pelestarian reproduksi angkatan kerja, tetapi hal itu jarang dianggap sebagai “pekerjaan yang benar-benar pekerjaan”. Di masyarakat
miskin, pekerjaan reproduktifnya adalah – dibanyak wilayah – kerja kasar yang intensif dan menyita waktu. Hal-hal tersebut hampir selalu menjadi
kewajiban para perempuan dan anak-anak perempuan.
34
2. Kerja Produktif
Melibatkan produksi barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperdagangkandijual
pertanian, perikanan,
ketenagakerjaan dan
mempekerjakan diri sendiri. Ketika orang ditanya apa pekerjaan mereka, jawaban yang diberikan paling sering mengacu pada kerja-kerja produktif,
terutama pekerjaan yang mendapatkan bayaran dan menghasilkan pendapatan. Baik perempuan maupun laki-laki dapat terlibat dalam
33
Tati Hatima dkk, Analisis Gender. Work shop 13 November – 19 November 2000. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000, h. 19.
34
Ibid., h. 19.
kegiatan-kegiatan produktif, tetapi seringkali fungsi dan tanggung jawab mereka berbeda. Pekerjaan produktif perempuan seringkali lebih tidak
terlihat dan lebih tidak dihargai dibandingkan pekerjaan produktif laki- laki
35
. 3. Pekerjaan kemasyarakatan
Melibatkan pengorganisasian kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas sosial secara bersama: upacara-upacara dan peringatan-peringatan, kegiatan-
kegiatan peningkatan masyarakat, partisipasi dalam kelompok dan organisasi, kegiatan-kegiatan politik lokal dan sebagainya. Jenis pekerjaan
ini jarang dipertimbangkan atau dilihat dalam analisis ekonomi suatu masyarakat. Tetapi jenis pekerjaan ini melibatkan jumlah waktu yang
cukup besar yang diberikan secara suka rela dan penting bagi perkembangan spiritual dan budaya masyarakat dan merupakan suatu
kendaraan untuk pengaturan dan penentuan nasib masyarakat. Baik perempuan maupun laki-laki terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan,
meskipun suatu pembagian kerja berdasar gender juga berlaku disana.
36
Moser membagi pekerjaan kemasyarakatan menjadi dua jenis pekerjaan yang berbeda.
37
35
Tati Hatima dkk, Analisis Gender. Work shop 13 November – 19 November 2000. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000, h. 19.
36
Ibid., h. 20.
37
Ibid., h. 20.