Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam menganalisis perekonomian sebuah negara selain pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Inflasi juga sebuah dilema yang menghantui perekonomian setiap Negara karena kebijakan yang diambil untuk mengatasi inflasi sering menjadi pisau bermata dua yang akan berdampak pada tingkat pengangguran seperti yang dijelaskan oleh teori trade-off antara inflasi dan pengangguran. Perkembangan tingkat inflasi yang semakin meningkat akan memberikan hambatan pada pertumbuhan ekonomi secara agregat, diantaranya keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga bahkan distribusi pendapatan. Kegagalan atau terjadinya shock guncangan dalam negeri akan menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik yang berakhir dengan peningkatan inflasi pada perekonomian. Inflasi juga berperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga keuangan formal. Tingkat harga merupakan opportunity cost bagi masyarakat dalam memegang holding asset financial. Artinya pada tingkat harga tinggi maka masyarakat akan merasa beruntung jika memegang asset dalam bentuk ril dibanding asset financial uang. Universitas Sumatera Utara Jika asset financial luar negeri dimasukkan sebagai salah satu pilihan asset, pada perekonomian terbuka, maka perbedaan tingkat inflasi dalam negeri dan internasional dapat menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi overvalued dan akhirnya mengurangi daya saing produk Indonesia. Inflasi yang merupakan variabel makro ekonomi selain pertumbuhan dan pengangguran semestinya mendapatkan perhatian penuh dari Pemerintah dalam hal menjaga tingkat kestabilannya. Namun ditahun 1998 Bank Indonesia BI sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap kestabilan tingkat inflasi malah lebih mendominasikan sasaran kebijakan moneter pada nilai tukar. Setelah disahkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 BI akhirnya memfokuskan kebijakannya pada pencapaian kestabilan nilai rupiah dengan menempatkan inflasi sebagai landasan dalam kebijakan moneter dan di tahun 2000, Inflasi Targeting IT secara emplisit diterapkan di Indonesia dengan mengumumkan target inflasi secara transparan kepada publik. Setelah dahsyatnya goncangan krisis financial 1998 yang merembet pada krisis kepercayaan, Ekonomi Indonesia mulai bergerak dan bangkit kembali, namun di tahun 2004 perlahan kondisi ekonomi Indonesia mulai merasakan tekanan imbas dari kenaikan harga Minyak dunia dengan diumumkannya kenaikan harga BBM oleh Menteri Kordinator Perekonomian Abu Rizal Bakri pada tanggal 1 Maret 2004. Selanjutnya, selama tahun 2005 harga minyak dunia mengalami lonjakan yang cukup tajam yaitu dari perkiraan sekitar 25 dolarbarrel menjadi 51,4 dolarbarrel. Harga minyak yang melambung mengakibatkan subsidi bahan bakar Universitas Sumatera Utara minyak yang membengkak, untuk mengatasi beban subsidi tersebut maka pemerintah melakukan langkah penyesuaian melalui pengurangan dan relokasi subsidi bahan bakar minyak BBM dalam negeri yaitu meningkatkan harga BBM pada tanggal 1 Maret 2005 rata-rata 30 dan 1 Oktober 2005 sekitar 100. Harga BBMpun naik diikuti oleh merambat naiknya harga-harga kebutuhan pokok dan kenaikan harga akan memicu menurunnya daya beli masyarakat selanjutnya diikuti oleh peningkatan inflasi, Pemerintah berusaha mengimbangi efek dari naiknya harga BBM dengan pemberian kompensasi BLT Bantuan Langsung Tunai kepada masyarakat miskin. Kompensasi bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah untuk mengurangi dampak kenaikan harga minyak ternyata juga merupakan beban bagi masyarakat, karena dengan penyaluran BLT maka akan mendorong jumlah uang beredar di masyarakat bertambah dan ini akhirnya memicu kembali kenaikan harga- harga, belum lagi masalah kebocoran dana dan ketidaktepatan sasaran BLT serta seluruh permasalahan kembali menjadi beban masyarakat. Kenaikan BBM tetap saja menjadi beban tidak hanya masyarakat miskin bahkan pada masyarakat ekonomi menengah, masyarakat harus menanggung dua kali peningkatan inflasi, yang pertama saat kenaikan harga minyak diumumkan, pasar langsung bereaksi dengan respon naiknya tingkat harga dan yang kedua saat kompensasi BLT dibagikan, pasar kembali merespon dengan naiknya tingkat harga akibat pertambahan jumlah uang beredar yang lebih tinggi dari output. Universitas Sumatera Utara Masih terus tertekan kenaikan inflasi ditahun 2007 Indonesia mulai merasakan imbas dari kondisi ekonomi dunia yang mulai terserang virus krisis global, dan ditahun 2008 tekanan krisis global yang semakin gawat ditandai dengan banyaknya perusahaan raksasa dunia yang dinyatakan bangkrut dan memPHK karyawannya secara besar-besaran. Harga minyak dunia mengalami kenaikan kembali yang sangat tajam, nilai tukar rupiah terdepresiasi, ekspor melemah akibat turunnya daya beli masyarakat dunia, masih ditambah keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM kembali sekitar 28,5 yang secara pasti berimplikasi terhadap kenaikan harga- harga barang dan tentu saja kenaikan inflasi. Inflasi sesungguhnya mencerminkan kestabilan nilai mata uang. Stabilitas tersebut tercermin dari stabilitas tingkat harga yang kemudian berpengaruh terhadap realisasi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi suatu negara seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan, perluasan kesempatan kerja dan stabilitas ekonomi. Faktor-faktor pemicu tingkat inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi yang dianut. Pada kasus perekonomian di Indonesia paling tidak terdapat beberapa faktor yang baik secara langsung maupun secara psikologis dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi. Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara lain berasal dari variabel domestik dan variabel eksternal. Variabel domestik diantaranya berasal dari peningkatan jumlah uang beredar, terjadinya tekanan atau shock yang biasa berasal dari permintaan maupun penawaran, Universitas Sumatera Utara GDP, tingkat suku bunga, kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM, kenaikan gaji pegawai sementara variabel eksternal diantaranya nilai tukar tingkatan inflasi negara lain seperti Amerika. Saat ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih lanjut biaya pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar pabrik-pabrik pengolahan. Dimasa depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam inflasi di negara kita. Potensi kelangkaan energi batubara dan gas akan juga terjadi dan mengakibatkan kenaikkan biaya energi, berikut ini digambarkan pergerakan harga minyak dunia kuartal 3 : 2007 sampai kuartal 4 : 2008, dan juga respon dari inflasi. Tabel 1.1. Daftar Harga Minyak Mentah Dunia dan Inflasi Bulan Harga Minyak Dunia USSBarrels Tingkat Inflasi Indeks Harga Konsumen September 2007 Desember 2007 Maret 2008 Juni 2008 September 2008 Desember 2008 80.96 97,66 104,12 144,07 94,71 52,05 6,92 6,59 8,17 11,03 12,14 11,06 Sumber: Kementerian ESDM dan Bank Indonesia 2009 Thn 2009 Universitas Sumatera Utara Dari data terlihat trend peningkatan harga minyak dunia dan diikuti oleh pergerakan inflasi, Maret 2008 sampai Juni 2008 adalah terjadinya pergerakan harga minyak tertinggi, dimana harga minyak meningkat tajam dari 104,12 dolarbarells meningkat menjadi 144,07 dolarbarells yang diikuti oleh pengumuman pemerintah tentang kenaikan harga BBM sebesar 28,7 pada Jum’at 23 Mei 2008. Harga premium naik menjadi 6.000 dari 5.500, solar 5.500 dari 4.300, dan minyak tanah 2.500 dari 2.000 per liter. Kenaikan harga BBM ini jelas saja memicu peningkatan inflasi yaitu dari 8,17 menjadi dua digit yaitu 11,03. Bahkan walaupun harga minyak dunia telah mengalami penurunan pada kuartal 3 September 2008, namun tingkat inflasi masih tetap tinggi yaitu berada dikisaran 12,14. Padahal, hal yang sama sudah pernah dilakukan pemerintahan SBY-JK Pemerintah pada saat itu pada tahun 2005 di mana pemerintah kemudian berjanji untuk tidak menaikkan harga BBM lagi. Sebuah kebijakan yang banyak menuai protes karena dinilai telah mempermainkan kepiluan nasib masyarakat miskin. Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan. Inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk menambah kapasitas produksinya, tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya bagaimanakah dengan model interaksi antara inflasi dan variabel makro ekonomi di Indonesia. Apa yang menjadi variabel yang sangat mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia. Keadaan-keadaan tersebut di atas menggugah rasa ingin tahu penulis untuk mencoba menganalisis dan mempelajari serta menulisnya dalam bentuk tesis yang berjudul: “Analisis Inflasi dan Variabel Makro di Indonesia”.

1.2. Rumusan Masalah