Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

(1)

Lampiran 1

FORMULIR FOOD RECALL No Responden :

Nama : Umur : Berat Badan : Jenis Kelamin :

Waktu Makan

Nama Hidangan

Bahan Makanan

Berat Protein Ikan(gr) URT (gr)

Pagi/Jam

Siang/Jam


(2)

Lampiran 2

FORMULIR FOOD FREQUENCY

No Jenis

Makanan Frekuensi Setiap hari 4-5 kali Seminggu 1-3 kali Seminggu Tidak Pernah A. Protein

Hewani 1 Ikan

Baronang 2 Ikan Bawal 3 Ikan

Kembung 4 Ikan Kakap 5 Ikan Layang 6 Ikan Tongkol 7 Ikan Tuna 8 Ikan Teter 9 Ikan Pari 10 Daging Sapi 11 Daging

Ayam 12 Daging Babi 13 Hati Sapi 14 Telur Ayam

Kampung 15 Telur Ayam

Negeri 16 Telur Bebek 17 Ikan Asin 18 Ikan Teri


(3)

19 Udang 20 Kerang 21 Kepiting 22 Dan lain-lain

- - -


(4)

Lampiran 3

KARAKTERISTIK RESPONDEN Umur Ibu

Umur Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

≤ 25

19 25,7 25,7 25,7

26-35

51 68,9 68,9 94,6

≥ 36

4 5,4 5,4 100,0

Total 74 100,0 100,0

Pekerjaan Ibu

Pekerjaan Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

IRT 56 75,7 75,7 75,7

Wiraswasta 18 24,3 24,3 100,0

Total 74 100,0 100,0

Pendidikan Ibu

Pendidikan Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

SD 23 31,1 31,1 31,1


(5)

SMA/SMK 28 37,8 37,8 97,3

D3 2 2,7 2,7 100,0

Total 74 100,0 100,0

Lampiran 4

KARAKTERISTIK BALITA

Umur Balita

Umur Balita (bulan)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

12-36 43 58,1 58,1 58,1

37-60 31 41,9 41,9 100,0

Total 74 100,0 100,0

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

LK 38 51,4 51,4 51,4

P 36 48,6 48,6 100,0


(6)

Lampiran 5

KONSUMSI IKAN

Jenis Ikan

Jenis Ikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Ikan Laut 56 75,7 75,7 75,7

Ikan Tawar 18 24,3 24,3 100,0

Total 74 100,0 100,0

Jumlah Ikan

Statistics

Jumlah Ikan (gram) N

Valid 74

Missing 0

Mean 97,57

Jumlah Ikan (gram)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 97,5

35 47,3 47,3 47,3

≥ 97,5 39 52,7 52,7 100,0


(7)

Frekuensi Konsumsi Ikan

Ikan Layang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 56 75,7 75,7 75,7

jarang 18 24,3 24,3 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Baronang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 25 33,8 33,8 33,8

jarang 49 66,2 66,2 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Kembung

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 26 35,1 35,1 35,1

jarang 48 64,9 64,9 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Sarden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 32 43,2 43,2 43,2

jarang 42 56,8 56,8 100,0


(8)

Ikan Pari

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 14 18,9 18,9 18,9

jarang 60 81,1 81,1 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Teter

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 47 63,5 63,5 63,5

jarang 27 36,5 36,5 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Tongkol

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 49 66,2 66,2 66,2

jarang 25 33,8 33,8 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Tuna

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 14 18,9 18,9 18,9

jarang 60 81,1 81,1 100,0


(9)

Ikan Bawal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 13 17,6 17,6 17,6

jarang 61 82,4 82,4 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Mas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 8 10,8 10,8 10,8

jarang 66 89,2 89,2 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Mujair

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 8 10,8 10,8 10,8

jarang 66 89,2 89,2 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Lele

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 6 8,1 8,1 8,1

jarang 68 91,9 91,9 100,0

Total 74 100,0 100,0

Ikan Teri Kering

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 47 63,5 63,5 63,5


(10)

Total 74 100,0 100,0

Ikan Asin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sering 43 58,1 58,1 58,1

jarang 31 41,9 41,9 100,0

Total 74 100,0 100,0

Tingkat Kecukupan Protein

Balita(12-36 bulan) berdasarkan kecukupan proteinnya

Tingkat Kecukupan Protein (gram)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

< 26 15 34,9 34,9 34,9

≥ 26 28 65,1 65,1 100,0


(11)

Balita (37-60 bulan) berdasarkan kecukupan proteinnya

Tingkat Kecukupan Protein (gram)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

< 35 21 67,7 67,7 67,7

≥ 35 10 32,3 32,3 100,0

Total 31 100,0 100,0

Kontribusi Protein ikan terhadap protein harian

Kontribusi Protein Ikan Anak Balita 12-36 bulan

Kontribusi Protein ikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

<80 27 62,8 62,8 62,8

80-110 10 23,3 23,3 86,0

≥110 6 14,0 14,0 100,0

Total 43 100,0 100,0

Kontribusi Protein Ikan Anak Balita 37-60 bulan

Kontribusi Protein ikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

<80 29 93,5 93,5 93,5

80-110 2 6,5 6,5 100,0


(12)

Hubungan jumlah ikan terhadap tingkat kecukupan protein pada Balita (12-36 bulan)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jumlah Ikan (gram) * Tingkat Kecukupan Protein (gram)

43 100,0% 0 0,0% 43 100,0%

Jumlah Ikan (gram) * Tingkat Kecukupan Protein (gram) Crosstabulation

Tingkat Kecukupan Protein (gram) Total < 26 26

Jumlah Ikan (gram)

< 97,5

Count 13 11 24

Expected Count 8,4 15,6 24,0

% within Jumlah Ikan (gram) 54,2% 45,8% 100,0% % within Tingkat Kecukupan

Protein (gram)

86,7% 39,3% 55,8%

% of Total 30,2% 25,6% 55,8%

≥ 97,5

Count 2 17 19

Expected Count 6,6 12,4 19,0

% within Jumlah Ikan (gram) 10,5% 89,5% 100,0% % within Tingkat Kecukupan

Protein (gram)

13,3% 60,7% 44,2%

% of Total 4,7% 39,5% 44,2%

Total

Count 15 28 43

Expected Count 15,0 28,0 43,0

% within Jumlah Ikan (gram) 34,9% 65,1% 100,0% % within Tingkat Kecukupan

Protein (gram)

100,0% 100,0% 100,0%


(13)

Chi-Square Testsc

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square 8,891

a

1 ,003 ,004 ,003

Continuity Correctionb 7,074 1 ,008

Likelihood Ratio 9,727 1 ,002 ,004 ,003

Fisher's Exact Test ,004 ,003

Linear-by-Linear Association 8,684d 1 ,003 ,004 ,003 ,003

N of Valid Cases 43

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,63. b. Computed only for a 2x2 table

c. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results. d. The standardized statistic is 2,947.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Jumlah Ikan (gram) (1 / 2) 10,045 1,890 53,403 For cohort Tingkat Kecukupan Protein (gram) =

1,00

5,146 1,319 20,081

For cohort Tingkat Kecukupan Protein (gram) = 2,00

,512 ,323 ,813


(14)

Hubungan jumlah ikan terhadap tingkat kecukupan protein pada Balita (37-60 bulan)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jumlah Ikan (gram) * Tingkat Kecukupan Protein (gram)

31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%

Jumlah Ikan (gram) * Tingkat Kecukupan Protein (gram) Crosstabulation

Tingkat Kecukupan Protein (gram) Total < 35 ≥ 35

Jumlah Ikan (gram)

< 97,5

Count 11 0 11

Expected Count 7,5 3,5 11,0

% within Jumlah Ikan (gram) 100,0% 0,0% 100,0% % within Tingkat Kecukupan

Protein (gram)

52,4% 0,0% 35,5%

% of Total 35,5% 0,0% 35,5%

≥ 97,5

Count 10 10 20

Expected Count 13,5 6,5 20,0

% within Jumlah Ikan (gram) 50,0% 50,0% 100,0% % within Tingkat Kecukupan

Protein (gram)

47,6% 100,0% 64,5%

% of Total 32,3% 32,3% 64,5%

Total

Count 21 10 31

Expected Count 21,0 10,0 31,0

% within Jumlah Ikan (gram) 67,7% 32,3% 100,0% % within Tingkat Kecukupan

Protein (gram)

100,0% 100,0% 100,0%


(15)

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval Lower Upper For cohort Tingkat Kecukupan Protein (gram) =

1,00

2,000 1,290 3,100

N of Valid Cases 31

Chi-Square Testsc

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square 8,119

a

1 ,004 ,004 ,003

Continuity Correctionb 5,992 1 ,014

Likelihood Ratio 11,260 1 ,001 ,004 ,003

Fisher's Exact Test ,004 ,003

Linear-by-Linear Association 7,857d 1 ,005 ,004 ,003 ,004

N of Valid Cases 31

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,55. b. Computed only for a 2x2 table

c. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results. d. The standardized statistic is 2,803.


(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Agus G.T.K., 2002. Budi Daya Gurami. Tangerang: Penerbit PT Agro Media Pustaka.

Ambo, dkk. Preferensi Makanan dan Daya Ramban Ikan Baronang, Siganus

canaliculatus pada Berbagai Jenis Lamun. Jurnal Ilmu Kelautan Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan. http://repository.unhas.ac.id/ [diakses Maret 2016].

Anindita, P., 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,

Kecukupan Protein & Zinc dengan Stunting (Pendek) pada Balita Usia 6-35 Bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan

Masyarakat 1(2) : 617-626. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm [diakses februari 2016].

Andriani, M Dan Bambang W., 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Apriani, Rina., 2012. Pola Konsumsi Ikan pada Anak Balita di Nagari

Taruang-Taruang Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman. Skripsi Program Studi

Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang.

Astawan M., 2004. Manfaat Ikan bagi Jantung dan Wajah. http://www.dkp.go.id, [diakses Januari 2016].

Astawan., 2005. Ikan Air Tawar Kaya Protein dan Vitamin. http//www.gizi.net [diakses Februari 2016].

Auliya, Cholida, dkk., 2015. Profil Status Gizi Balita Ditinjau dari Topografi

Wilayah Tempat Tinggal (Studi Wilayah Pantai dan wilayah Punggung Bukit Kabupaten Jepara). Unnes Journal of Public Health 4 (2).

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph [diakses Juni 2016].

BPS., 2012. Statistik Daerah Kecamatan Sarudik Tahun 2012.

http://tapanulitengahkab.bps.go.id/ [diakses Januari 2016].

BPS., 2015. Profil Kemiskinan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013. http://tapanulitengahkab.bps.go.id/ [dikases Januari 2016].

BPS., 2015. Jumlah Nelayan Tangkap Menurut Kecamatan di Kabupaten

Tapanuli Tengah, 2015. http://tapanulitengahkab.bps.go.id/ [diakses Juni 2016]

Budiarso., 1998. Rakus Ikan Menyehatkan. http://www.gizi.net [diakses Januari 2016].


(21)

Burhanuddin., 1994. Sumber Daya Ikan Kembung. Kanisius. Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara. Konsumsi Ikan.

http://dkp.sumutprov.go.id/ [diakses Januari 2016].

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera

Utara 2013. http://diskes.sumutprov.go.id/. [diakses Januari 2016].

Djuwanah EA., 1996. Budi Daya Ikan Secara Polikultur. Jakarta.

Hadie W dan Supriatna J., 1996. Teknik Budi Daya Bandeng. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.

Hardinsyah, Hadie Riyadi, dan Victor Napitupulu., 2011. Kecukupan Energi,

Protein, Lemak dan Karbohidrat. https://hadiriyadiipb.files.wordpress.com.

[diakses Februari 2016].

Harli M., 2004. Makan Ikan Mencegah Kanker. Bogor: IPB

Hartati, Yuli., 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Ikan

dan Status Gizi Anak 1 – 2 Tahun di Kecamatan Gandus Kota Palembang Tahun 2005. Program Studi Magister Gizi Masyarakat Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Indriana, S., 2005. Hubungan Pendapatan, Pengetahuan Gizi Ibu dengan

Ketersediaan Ikan Tingkat Rumah Tangga Daerah Perkotaan. Jurnal Gizi

Indonesia. 1(1). ejournal.undip.ac.id [diakses februari 2016].

Institute of Medicine [IOM]., 2005. Dietary Reference Intake for Energy,

Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. National Academies Press. Washington, DC.

Jenie, Nuratifa., 2001. Peningkatan Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung Dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Bakteri Asam Laktat dan Pengemasan Vakum. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. No.1. Vol XII. 2001.

Kementerian Kelautan dan Perikanan., 2009. Serial Manfaat Ikan. Jakarta. (http://www.wpi.kkp.go.id) [diakses Februari 2016].

Kementerian Kelautan dan Perikanan., 2014. Kontribusi Protein Ikan. Jakarta. (http://www.wpi.kkp.go.id) [diakses Februari 2016].

Kementerian Kesehatan., 2013. Riskesdas 2013. Jakarta. http://www.depkes.go.id/ [diakses januari 2016].


(22)

Kementerian Kesehatan., 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta.

Khomsan A., 2004. Manfaat Omega-3, Omega-6, dan Omega-9, dalam Peranan

Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Laporan Puskesmas Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah 2015. Laporan Puskesmas Pembantu Bulan Januari 2016.

Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga 2015.

Madanijah, S, Zulaikhah, dan Yanthi Br.Munthe., 2006. Sumbangan Konsumsi

Ikan dan Makanan Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Anak Balita pada Keluarga Nelayan Buruh dan Nelayan Juragan. Media Gizi dan Keluarga.

30(1): 31-41. repository.ipb.ac.id [diakses Januari 2016].

Marsetyo dan Kartasapoetra., 2003. Ilmu Gizi Korelasi Gizi, Kesehatan dan

Produktivitas Kerja. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Meliala, Endang, R., 2009. Konsumsi Ikan dan Kontribusinya Terhadap

Kebutuhan Protein pada Keluarga Nelayan di Lingkungan IX Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Asdi Mahasatya.

Nurjanah, Taufik Hidayat, dan Silvia Mawarti Perdana., 2015. Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Ikan pada Wanita Dewasa di Indonesia. JPHPI 2015, 18(1). journal.ipb.ac.id [diakses Februari 2016].

Pandit S., 2008. Optimalkan Distribusi Hasil Pertanian. http//www.balipost.co.id [diakses Januari 2016].

Putri, A, M., 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Ikan

Siswa Sekolah Dasar Negeri 060919 di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Riyandini, M, C., 2014. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi belajar Anak

di Sekolah Dasar Swasta Brigjend Katamso II Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Salasa, N.N, S.A Nugraheni, Frieda NRH., 2006. Hubungan Konsumsi Ikan


(23)

Kecamatan Gandus Kota Palembang Tahun 2006. Jurnal Psikologi, 33(2):

1-12. jurnal.psikologi.ugm.ac.id [diakses Februari 2016].

Sediaoetama A.D., 1985. Ilmu Gizi. Jilid I. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.

Suhartini dan Hidayat., 2005. Olahan Ikan Segar. Surabaya: Penerbit Trubus Agri Sarana.

Sumedi., 2005, Hasil Melimpah Konsumsi Ikan Rendah. http://www.kompas.com [diakses Januari 2016].

Susanti, dkk. Mutu Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis C.) di Kabupaten Gunungkidul

dan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Teknobiologi Universitas

Atma Jaya Yogyakarta. http://e-journal.uajy.ac.id/ [diakses Februari 2016].

Yulius, dkk, 2013. Komposisi Jenis dan Ukuran Ikan Layang (Decapterus spp.) di

Perairan Teluk Lombe Kecamatan Gu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2(6): 129-141 [diakses Maret 2016].

Waysima, Ujung Sumarwan, Ali Khomsan, dan Fransiska R Zakaria., 2010. Sikap

Afektif Ibu terhadap Ikan Laut Nyata Meningkatkan Apresiasi Anak Mengonsumsi Ikan Laut. Jurnal Gizi dan Pangan, 5(3): 197-204 [diakses


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

non-eksperimental yang bersifat observasional dengan pendekatan cross sectional

yaitu mengetahui hubungan konsumsi ikan dengan tingkat kecukupan protein anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah. Lokasi ini dipilih karena 90 % penduduknya bekerja sebagai nelayan (BPS, 2010).

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 sesuai dengan dimulainya survei pendahuluan di lokasi penelitian sampai pada bulan Juni 2016 sesuai dengan perkiraan berakhirnya pengerjaan skripsi.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita ( 12 – 59 bulan ) dari keluarga nelayan yang berjumlah 281 orang dengan keluarga nelayan sebanyak


(25)

962 Rumah Tangga di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.3.2 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak seerhana. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus (Notoatmodjo, 2012) :

= 1 +

= 281

1 + 281 0,1

= 73,75 ≈ 74 orang Keterangan :

N = besar populasi n = besar sampel

d = tingkat penyimpangan yang bisa ditolerir yaitu 10%

Sampel yang diambil disesuaikan dengan kriteria inklusi pada penelitian ini. Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,2012). Adapun kriteria inklusinya adalah sebagai berikut :

1. Anak balita yang berasal dari keluarga nelayan yang tinggal di lingkungan Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah sekurang-kurangnya 1 tahun.


(26)

3.4 Metode Pengumpulan Data a. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan formulir food recall selama 2 hari tidak berturut - turut dan juga dengan formulir food frequency dan sebagai responden adalah ibu balita dari keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

b. Data Sekunder

Meliputi gambaran umum kelurahan Pasir Bidang, data umum keluarga nelayan yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

1. Jenis ikan adalah berbagai macam ikan yang dikonsumsi oleh anak balita setiap hari.

2. Jumlah konsumsi ikan adalah banyaknya ikan (gr) yang dikonsumsi oleh anak balita setiap hari.

3. Frekuensi konsumsi ikan adalah keacapan mengonsumsi ikan.

4. Sumbangan Protein Ikan adalah jumlah protein yang diperoleh dari konsumsi ikan.

5. Tingkat Kecukupan Protein adalah jumlah protein yang dianjurkan unutuk dipenuhi dalam sehari.


(27)

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Jenis ikan

Jenis Ikan dibatasi menjadi ikan laut dan ikan tawar sesuai dengan jenis ikan yang sering dikonsumsi di Kelurahan Pasir Bidang.

a. Ikan Laut b. Ikan Tawar

3.6.2 Jumlah Konsumsi Ikan

Jumlah Ikan (gr) yang dikonsumsi diperoleh dengan melihat rata-rata jumlah ikan yang dikonsumsi per harinya pada anak balita di Kelurahan Pasir Bidang, kemudian dikategorikan menjadi :

a. Cukup : ≥ rata-rata jumlah konsumsi ikan (gr)

b. Tidak cukup : < rata-rata jumlah konsumsi ikan (gr) Frekuensi 3.6.3 Frekuensi Konsumsi Ikan

Untuk frekuensi konsumsi ikan yaitu berapa kali individu mengonsumsi ikan yang sama dalam kurun waktu tertentu. Frekuensi Konsumsi ikan dikategorikan berdasarkan formulir food frequency :

a. Setiap hari

b. 4-5 kali seminggu c. 1-3 kali seminggu d. Tidak Pernah

Namun pada penelitian ini akan dikategorikan menjadi :

a. Sering. Dikatakan sering apabila mengonsumsi ikan minimal 4-5 kali seminggu


(28)

b. Jarang. Dikatakan jarang apabila mengonsumsi ikan minimal 1-3 kali seminggu

3.6.4 Sumbangan protein ikan diperoleh dengan membandingkan asupan protein dari ikan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Protein yang direkomendasikan di Indonesia.

Klasifikasi tingkat kecukupan protein (WNPG,2004) : a. Baik : 80 – 110% AKP

b. Kurang : < 80% AKP c. Lebih : > 110% AKP

3.6.5 Tingkat kecukupan protein dikategorikan (Permenkes, 2013) : Anak Balita (12- 36 bulan)

a. Cukup : ≥ 26 gram/hari b. Tidak cukup : < 26 gram/hari Anak Balita (37- 60 bulan) a. Cukup : ≥ 35 gram/hari b. Tidak Cukup : < 35 gram/hari

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Metode Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan menggunakan komputer dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut (Notoatmodjo,2012) :


(29)

1. Editing

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. 2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng”kodean” atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

3. Data Entry

Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau

“Software” komputer. Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang

yang melakukan “data entry” ini, apabila tidak maka akan terjadi bias. 4. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan – kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.


(30)

3.7.2 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis Univariate (Analisis Deskriptif), yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian melalui distribusi frekuensi dan persentase setiap variabel.

2. Analisis Bivariate, dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara dua variabel yang diteliti. Analisis ini menggunakan uji statistik


(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal yang akan digambarkan adalah kondisi demografi, yaitu keadaan atau kondisi penduduk di suatu daerah tertentu.

4.1.2 Kondisi Demografi

Kelurahan Pasir Bidang memiliki jumlah keluarga nelayan sebanyak 1.082 dengan jumlah KK sebanyak 1.203 KK dan jumlah penduduk sebanyak 5.579 jiwa yang terdiri dari 2.829 laki-laki (50,7%) dan 2.750 perempuan (49,3%) (Kelurahan Pasir Bidang, 2015).

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kelurahan Pasir Bidang adalah nelayan (85%), dan Pegawai Negeri Sipil (10%) sebagian lagi penjual Ikan/wiraswasta (3%), dan lain-lain (2%). Sedangkan untuk suku, hampir sebagian besar masyarakat Kelurahan Pasir Bidang bersuku Batak Toba (85%), dan sebagian kecil lainnya bersuku Nias (11%), Melayu (0,22%), Minang (0,9%), Madura (2,33%), dan lain-lain (0,55%). Dan untuk agama, masyarakat keluarahan Pasir Bidang yang menganut agama Islam (19%), Kristen Protestan (66%), Katolik (14,23%), Hindu (0,19%), Budha (0,42%), dan lain-lain (0,16%) (Kelurahan Pasir Bidang, 2015).

Pekerjaan nelayan masyarakat Kelurahan Pasir Bidang itu terdiri dari nelayan tangkap dan nelayan buruh. Nelayan tangkap adalah nelayan yang memakai kapal kecil sebagai alat transportasi untuk melaut, biasanya nelayan ini


(32)

pergi melaut di pagi hari dan pulang pada siang atau sore hari. Sedangkan, nelayan buruh atau lebih dikenal sebagai Anak Buah Kapal (ABK) adalah nelayan yang bekerja pada orang yang memiliki kapal besar, dan pergi melaut sekali dalam tiga minggu.

Berdasarkan hasil penelitian juga didapati bahwa masyarakat di Kelurahan Pasir Bidang memiliki kebiasaan dimana ikan hasil tangkapan nelayan tidak dijadikan sebagai sumber lauk-pauk, melainkan sebagai sumber penghasilan. Artinya, ikan hasil tangkapan terkhusunya ikan dengan kategori mahal dijual ke pasar, kemudian hasil penjualan digunakan untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Hal demikian terjadi pada nelayan tangkap. Sementara untuk nelayan buruh, penghasilan yang didapat itu diperoleh dari pemilik kapal sesuai dengan keuntungan hasil tangkapan. Ikan hasil tangkapan nelayan buruh biasanya akan dibawa ke pelelangan ikan, dan disortir. Beberapa ikan dengan kondisi yang bagus akan dijual ke perusahaan terkait untuk diekspor, sementara sebagiannya dijual ke pasar. Dan ikan dengan kondisi kurang bagus akan dijual dengan harga miring ke penjual ikan yang kemudian akan dijual di pasar.

Berdasarkan laporan dari PPNS (2015) menunjukkan bahwa produksi pendaratan ikan hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2015 mencapai 34.225 ton atau menurun sekitar 3% dari tahun 2014 yang mencapai 35.227 ton. Banyaknya kapal yang masuk mencapai ± 3.500 kapal dengan banyaknya nelayan buruh mencapai ± 87.500 orang, dan beberapa diantaranya adalah nelayan buruh yang berasal dari Kelurahan Pasir Bidang.


(33)

Berdasarkan data dari BPS (2015) terdapat 357 orang nelayan tangkap yang berasal dari kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan 90% diantaranya adalah yang bertempat tinggal di Kelurahan Pasir Bidang, yaitu sebanyak 322 orang.

Gambar 4.1 Pendaratan Ikan Hasil Tangkap 4.2 Karakteristik Responden

Responden adalah orang yang diminta untuk memberikan keterangan tentang suatu fakta/pendapat. Beberapa hal yang akan diulas tentang karakteristik responden pada penelitian ini yaitu umur, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. 4.2.1 Umur

Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari keluarga nelayan yang terpilih sebagai sampel yang berada di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu sebanyak 74 orang.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Umur (Tahun) n %

≤ 25 19 25,7

26-35 51 68,9

≥ 36 4 5,4


(34)

Tabel diatas menunjukkan bahwa umur responden yang terbanyak adalah pada kelompok umur 26-35 tahun yaitu sebanyak 51 orang (68,9%). Dan yang paling sedikit adalah pada kelompok umur tahun ≥ 36 yaitu sebanyak 4 orang (5,4%).

4.2.2 Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian beberapa jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden yaitu terdiri dari Ibu Rumah Tangga, dan Wiraswasta.

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Pekerjaan n %

Ibu Rumah Tangga 56 75,7

Wiraswasta 18 24,3

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa pekerjaan responden yang terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 56 orang (75,7%). Dan yang paling sedikit adalah Wiraswasta yaitu sebanyak 18 orang (24,3%). Adapun beberapa jenis pekerjaan yang tergolong dalam kategori wiraswasta pada masyarakat di Kelurahan Pasir Bidang yaitu penjual ikan, penjual sembako, dan penjual makanan.

4.2.3 Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian pendidikan terakhir responden terdiri dari SD, SMP, SMA/SMK, dan D3.


(35)

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Pendidikan Terakhir n %

SD 23 31,1

SMP 21 28,4

SMA/SMK 28 37,8

D3 2 2,7

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa pendidikan terkahir responden yang terbanyak adalah SMA/SMK yaitu sebanyak 28 orang (37,8%). Dan yang paling sedikit adalah Ahli Madya (D3) yaitu sebanyak 2 orang (2,7%).

4.2.4 Umur Balita Responden

Berdasarkan hasil penelitian banyaknya anak balita sesuai dengan umurnya yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Umur Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Umur (Bulan) n %

12-36 43 58,1

37-60 31 41,9

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa anak balita pada keluarga Nelayan yang berumur 12-36 bulan lebih banyak terdapat di Kelurahan Pasir Bidang yaitu sebnayak 43 orang (58,1%), daripada balita yang berumur 37-60 bulan yaitu sebanyak 31 orang (41,9%).

4.2.5 Jenis Kelamin Balita Responden

Adapun banyaknya anak balita sesuai dengan jenis kelamin yang terdapat di Kelurahan Pasir Bidang yaitu sebagai berikut :


(36)

Tabel 4.5 Distribusi Jenis Kelamin Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Jenis Kelamin n %

Laki-Laki 38 51,4

Perempuan 36 48,6

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa anak balita pada keluarga Nelayan yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak terdapat di Kelurahan Pasir Bidang yaitu sebnayak 38 orang (51,4%), daripada anak balita yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 36 orang (48,6%).

4.3 Konsumsi Ikan Balita pada Keluarga Nelayan

Beberapa hal terkait konsumsi ikan yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu jenis ikan, frekuensi konsumsi ikan, dan jumlah konsumsi ikan.

4.3.1 Jenis Ikan yang dikonsumsi Balita

Adapun beberapa jenis ikan yang dikonsumsi oleh anak Balita di Kelurahan Pasir Bidang yaitu ikan laut dan ikan tawar. Berikut pendistribusiannya.

Tabel 4.6 Distribusi Jenis Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Jenis Ikan n %

Ikan Laut 56 75,7

Ikan Tawar 18 24,3

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa jenis ikan yang dikonsumsi Balita pada keluarga nelayan yang terbanyak adalah Ikan Laut yaitu sebanyak 56 orang


(37)

(75,7%). Dan yang paling sedikit adalah Ikan Tawar yaitu sebanyak 18 orang (24,3%).

4.3.2 Frekuensi Ikan yang dikonsumsi Balita

Pada umumnya masyarakat termasuk anak balita di Keluruhan Pasir Bidang terbilang sering mengonsumsi ikan laut. Berikut distribusi frekuensi ikan yang dikonsusmi anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga

Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Tabel diatas menunjukkan bahwa ikan yang paling sering dikonsumsi Balita pada keluarga nelayan adalah Ikan Layang yaitu sebanyak 56 orang dari 74 responden (75,7%). Dan ikan yang paling jarang dikonsumsi adalah Ikan Lele yaitu sebanyak 68 orang dari 74 responden (24,3%).


(38)

4.3.3 Jumlah Ikan yang dikonsumsi Balita

Berdasarkan hasil penelitian jumlah ikan yang dikonsumsi anak balita pada keluarga nelayan di Pasir Bidang yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Jumlah Ikan (gr) yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Jumlah Ikan (gram)

n %

Tidak Cukup 35 47,3

97,5 gram

Cukup 39 52,7

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi Balita pada keluarga nelayan adalah sebesar 97,5 gram/hari. Dimana pada setiap 97,5 gram ikan terdapat 21,45 gram protein ikan. 21,45 gram diperoleh dengan membandingkan rata-rata konsumsi ikan anak balita di Kelurahan Pasir Bidang dengan 100 gram dikali protein ikan yang terdapat pada 100 gram ikan. Maka dari tabel dapat diketahui bahwa balita yang mengonsumsi ikan dengan jumlah yang cukup (≥ 97,5gram/hari) lebih banyak, yaitu 39 orang (52,7%) daripada balita yang mengonsumsi ikan dengan jumlah yang tidak cukup (< 97,5gram/hari) yaitu sebanyak 35 orang (47,3%).

4.3.4 Tingkat Kecukupan Protein

Pengkategorian tingkat kecukupan protein bersumber dari Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia.


(39)

Tabel 4.9 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Balita (12-36 bulan) pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Tingkat Kecukupan Protein (gram)

n %

Tidak Cukup 15 34,9

Cukup 28 65,1

Total 43 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih banyak balita berumur 12-36 bulan yang kecukupan protein per harinya tercukupi, yaitu sebanyak 28 orang (65,1%) daripada balita berumur 12-36 bulan yang kecukupan protein per harinya tidak tercukupi, yaitu sebanyak 15 orang (34,9%).

Tabel 4.10 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Balita (37-60 bulan) pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Tingkat Kecukupan Protein (gram)

n %

Tidak Cukup 21 67,7

Cukup 10 32,3

Total 31 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih banyak terdapat balita berumur 37-60 bulan yang kecukupan protein per harinya tidak tercukupi, yaitu sebanyak 21 orang (67,7%) daripada balita berumur 37-60 bulan yang kecukupan protein per harinya tercukupi, yaitu sebanyak 10 orang (32,3%).

Tabel 4.11 Distribusi Kontribusi Protein (%) Ikan terhadap Kecukupan Protein pada Balita (12-36 bulan) Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah Kontribusi Protein

Ikan (%)

n %

Kurang 27 62,8

Baik 10 23,3

Lebih 6 14,0


(40)

Tingkat kontribusi protein diklasifikasi sesuai dengan tingkat konsumsi protein menurut WNPG (2004), yang mana dikategorikan kurang apabila < 80%, baik 80-110%, dan lebih >110%. Persentase kontribusi protein ikan diperoleh dengan membandingkan asupan protein dari ikan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Protein yang direkomendasikan di Indonesia kemudian dikalikan 100%. Maka dari tabel diatas dapat diketahui bahwa protein ikan yang dikonsumsi oleh anak balita 12-36 bulan tidak memberikan kontribusi yang baik terhadap kecukupan protein harian.

Terbukti dengan tingginya persentase kontribusi protein ikan kurang (<80%), sedangkan persentase terendah berasal dari kontribusi protein lebih (>110%). Tabel 4.12 Distribusi Kontribusi Protein (%) Ikan terhadap Kecukupan

Protein pada Balita (37-60 bulan) Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah Kontribusi Protein

Ikan (%)

N %

Kurang 29 93,5

Baik 2 6,5

Lebih 0 0

Total 31 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa protein ikan yang dikonsumsi oleh anak balita 37-60 bulan tidak memberikan kontribusi yang baik terhadap kecukupan protein harian. Terbukti dengan tingginya persentase kurang kontribusi protein ikan (<80%), sedangkan persentase terendah berasal dari kontribusi protein lebih (>110%).


(41)

4.4 Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita

Adapun indikator dari konsumsi ikan yang akan dihubungkan dengan tingat kecukupan protein pada penelitian ini adalah jumlah konsumsi ikan.

4.4.1 Hubungan Jumlah Ikan (gr) dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (12-36 bulan)

Berikut hubungan jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang dengan tingkat kecukupan protein per hari yang dianjurkan oleh peraturan menteri kesehatan.

Tabel 4.13 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (12-36 bulan) berdasarkan Jumlah Ikan (gr) yang dikonsumsi di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Pengkategorian jumlah ikan (gr) disesuaikan dengan rata-rata jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi per harinya oleh balita di Kelurahan Pasir Bidang. Dikategorikan cukup apabila jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi lebih dari atau sama dengan rata-rata jumlah konsumsi ikan (gr). Sebaliknya, dikategorikan tidak cukup apabila jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi kurang dari rata-rata jumlah konsumsi ikan per hari di kelurahan Pasir Bidang.

Tabel diatas menunjukkan bahwa dalam hal kecukupan protein berdasarkan jumlah ikan, diperoleh persentase tertinggi berasal dari balita berumur 12-36 bulan yang tingkat kecukupan proteinnya cukup dengan jumlah ikan yang dikonsumsi juga cukup, yaitu sebanyak 17 orang (89,5%). Sedangkan


(42)

persentase terkecil adalah balita berumur 12-36 bulan dengan tingkat kecukupan protein yang tidak cukup dan jumlah ikan yang dikonsumsi ikan tidak cukup, yaitu sebanyak 2 orang (10,5%).

Tabel diatas juga menunjukkan bahwa rasio prevalensi tingkat kecukupan protein berdasarkan jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi yaitu sebesar 10. Yang artinya, anak balita berumur 12-36 bulan yang jumlah konsumsi ikan (gr) cukup kemungkinan besar tercukupi proteinnya 10 kali lebih besar dibandingkan anak balita dengan jumlah konsumsi ikan (gr) tidak cukup. Hal ini didukung pula dengan hasil uji statistik (p = 0,003) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah ikan yang dikonsumsi dengan tingkat kecukupan protein.

4.4.2 Hubungan Jumlah Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (37-60 bulan)

Berikut hubungan jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang dengan tingkat kecukupan protein per hari yang dianjurkan oleh peraturan menteri kesehatan.

Tabel 4.14 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (37-60 bulan) berdasarkan Jumlah Ikan (gr) yang dikonsumsi di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Pengkategorian jumlah ikan (gr) disesuaikan dengan rata-rata jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi per harinya oleh balita di Kelurahan Pasir Bidang. Dikategorikan cukup apabila jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi lebih dari atau


(43)

sama dengan rata-rata jumlah konsumsi ikan (gr). Sebaliknya, dikategorikan tidak cukup apabila jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi kurang dari rata-rata jumlah konsumsi ikan per hari di kelurahan Pasir Bidang.

Tabel diatas menunjukkan bahwa dalam hal kecukupan protein berdasarkan jumlah ikan, diperoleh persentase tertinggi berasal dari balita berumur 37-60 bulan yang tingkat kecukupan proteinnya tidak cukup dengan jumlah ikan yang dikonsumsi juga tidak cukup, yaitu sebanyak 17 orang (89,5%). Sedangkan persentase terkecil adalah balita berumur 37-60 bulan dengan tingkat kecukupan protein yang cukup dan jumlah ikan yang dikonsumsi ikan tidak cukup, yaitu sebanyak 0 orang (0%).

Tabel diatas juga dapat menujukkan bahwa rasio prevalensi tingkat kecukupan protein berdasarkan jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi yaitu sebesar 2. Yang artinya, anak balita berumur 37-60 bulan yang jumlah konsumsi ikan (gr) cukup kemungkinan besar tidak tercukupi proteinnya 2 kali lebih kecil dibandingkan anak balita dengan jumlah konsumsi ikan (gr) tidak cukup. Hasil uji statistik (p = 0,004) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah ikan yang dikonsumsi dengan tingkat kecukupan protein.


(44)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Jenis Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, persentase jenis ikan yang paling sering dikonsumsi oleh anak balita bulan di kelurahan Pasir Bidang adalah ikan laut sebesar 75,7%. Jenis ikan laut menjadi pilihan dalam mengonsumsi ikan disebabkan karena ikan laut lebih sering dihasilkan dari hasil tangkapan, terutama nelayan harian. Selain itu juga disebabkan karena beberapa jenis ikan laut dijual murah dipasaran. Hal ini sejalan dengan penelitian Matheus dalam Auliya Cholida, dkk (2015) di wilayah Ambon, yaitu 93,3% balita di wilayah pantai mengonsumsi ikan laut setiap harinya.

Namun hal ini tidaklah menyatakan bahwa ketika seseorang mengonsumsi ikan laut maka kecukupan proteinnya sehari-hari sudah tercukupi, begitu juga sebaliknya. Apabila seseorang mengonsumsi ikan tawar tidaklah berarti kecukupan proteinnya sehari-hari belum tercukupi. Hal ini diasumsikan karena protein yang berkontribusi terhadap tingkat kecukupan protein per harinya tidak hanya berasal dari ikan, tapi juga berasal dari protein nabati, protein hewani dan lainnya. Hal ini didukung oleh pendapat Sediaoetama yang menyatakan bahwa sumbangan protein dalam sehari-hari tidak hanya berasal dari protein hewani tapi juga protein nabati, seperti kacang-kacangan, tahu, tempe, dan lain-lain.

5.2 Frekuensi Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa frekuensi konsumsi ikan yang sering pada anak balita, peresentase tertinggi berasal dari


(45)

balita yang sering mengonsumsi ikan layang. Hal ini diasumsikan karena pada saat penelitian, ikan yang sedang musim dikonsumsi adalah ikan layang. Selain itu, harganya juga cukup terjangkau oleh masyarakat. Di daerah ini, terjangkau atau tidaknya harga suatu ikan memang dipengaruhi oleh kondisi musim atau tidaknya ikan tersebut diperoleh dari hasil tangkapan nelayan. Sedangkan untuk persentase terendah berasal dari anak balita yang mengonsumsi ikan lele. Hal ini diasumsikan karena hanya sebagian kecil masyarakat di Kelurahan Pasir Bidang yang mau mengonsumsi ikan tawar.

Sementara untuk frekuensi konsumsi ikan yang jarang pada anak balita, persentase tertinggi diperoleh dari konsumsi ikan lele, yang artinya hampir sebagian besar anak balita jarang mengonsumsi ikan lele. Begitu juga dengan persentase terendah yang berasal dari anak balita yang mengonsumsi ikan layang. Artinya, hanya sebagian kecil anak balita yang jarang mengonsumsi ikan layang.

Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa ketika seseorang sering mengonsumsi ikan layang dan jarang mengonsumsi ikan lele, maka kecukupan protein sehari-hari tidak tercukupi dengan baik. Sebaliknya, ketika seseorang sering mengonsumsi ikan lele dan jarang mengonsumsi ikan layang, maka keukupan protein hariannya tidak terpenuhi. Hal ini diasumsikan karena sering atau jarangnya seseorang mengonsumsi ikan tidak mempengaruhi tingkat kecukupan protein per harinya. Artinya, mungkin saja seseorang selalu mengonsumsi ikan setiap hari namun tidak dengan jumlah yang cukup, sehingga kecukupan protein per harinya tidak terpenuhi. Hal ini sejalan dengan penelitian Zulaihah dan Widajanti (2006) tentang hubungan kecukupan Asam


(46)

Eikosapentanoat (EPA), Asam Dokosaheksanoat (DHA) ikan dan status gizi dengan prestasi belajar siswa yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang siginifikan antara frekuensi makan ikan dengan status gizi, bahkan hubungan variabel keduanya tergolong lemah. Sementara diketahui bahwa kekurangan protein terkhususnya pada masa balita akan memberikan dampak jangka panjang, seperti kwashiorkor (gizi buruk) dan penurunan kualitas IQ. Hal ini didukung oleh pendapat Sediaoetama dalam buku Ilmu Gizi jilid I yang menyatakan bahwa defisiensi protein secara ekstrim akan menyebabkan terjadinya penyakit dengan gambaran klinik yang disebut kwashiorkor. Defisiensi protein juga hampir selalu, atau praktis selalu bergandengan dengan defisiensi kalori.

5.3 Kontribusi Protein Ikan terhadap Kecukupan Protein Harian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa protein pada ikan yang dikonsumsi oleh anak balita di Kelurahan Pasir Bidang tidak terlalu baik, terbukti dengan tingginya persentase kurang (<80%) kontribusi protein ikan terhadap kecukupan protein harian anak balita. Namun hal ini tidaklah berarti kecukupan protein anak balita tidak tercukupi, hal diasumsikan bahwa kecukupan protein harian anak balita di Kelurahan Pasir Bidang beberapa tetap tercukupi dengan baik karena anak balita juga mendapat sumbangan protein dengan mengonsumsi makanan sumber protein lainnya, seperti susu, sayur, nasi, dan makanan yang lain.


(47)

5.4 Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (12-36 bulan) berdasarkan Jumlah Ikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, rata-rata jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak balita yang berumur 12-36 bulan di kelurahan Pasir Bidang adalah sebanyak 97,5 gram/hari. Dari hasil penelitian juga didapati bahwa persentase anak balita yang mengonsumsi ikan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan rata-rata jumlah konsumsi ikan pada balita di Kelurahan Pasir Bidang dengan kecukupan protein yang cukup lebih tinggi dibandingkan anak balita yang mengonsumsi ikan dalam jumlah yang tidak cukup dengan tingkat kecukupan protein yang tidak cukup. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian didapati juga anak balita berumur 12-36 bulan yang konsumsi jumlah ikannya tidak cukup, namum kecukupan proteinnya cukup. Hal ini diasumsikan karena beberapa balita ada juga yang mengonsumsi susu, baik itu ASI ataupun susu formula.

Dari hasil uji statistik yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan jumlah ikan yang dikonsumsi (gr) pada anak balita berumur 12-36 bulan, dengan p = 0,003. Hal ini diasumsikan karena anak balita umur 12-36 bulan di Kelurahan Pasir Bidang ini yang sudah mengonsumsi beragam makanan layaknya makanan orang dewasa. Begitu juga dalam hal mengonsumsi ikan, anak balita usia 12-36 bulan di kelurahan ini tidak memilih-milih jenis ikan yang dikonsumsi. Mungkin karena berasal dari keluarga nelayan, maka dari itu hampir setiap masyarakat, baik anak-anak maupun orang dewasa terbilang suka mengonsumsi ikan. Dari hasil uji statistik juga dapat dinyatakan bahwa semakin banyak jumlah seseorang


(48)

mengonsumsi ikan maka semakin besar pula peluang tercukupinya kecukupan protein dalam seharinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meliala (2009) yang menyatakan bahwa jumlah ikan juga perlu ditingkatkan, sehingga protein ikan dapat berkontribusi dalam memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Sejalan juga dengan penelitian Putri (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan jumlah ikan dengan pengetahuan anak, yang artinya jumlah ikan berkontribusi dalam pertumbuhan dan perkembangan otak.

Terlepas dari jenis ikan laut atau ikan tawar yang seperti apa yang dikonsumsi, pada umumnya masyarakat kelurahan Pasir Bidang memang terbilang cukup rajin mengonsumsi ikan. Namun, ada juga beberapa diantara masyarakatnya yang tidak mengonsumsi ikan laut maupun ikan tawar karena adanya keterbatasan daya beli. Mengetahui kondisi di daerah kelurahan yang dimana beberapa nelayan tidak lagi pergi melaut karena adanya kebijakan Pelarangan Penangkapan Ikan dengan menggunakan alat tangkap tertentu membuat para nelayan tersebut beralih pekerjaan menjadi tukang becak yang penghasilan perharinya sangat pas-pasan. Beberapa responden yang suaminya sekarang sudah bekerja sebagai tukang becak juga ada yang mengeluh tidak punya uang membeli lauk-pauk untuk dikonsumsi sehari-harinya, beberapa diantaranya lagi ada yang tetap mengonsumsi ikan namun jumlahnya dikurangi. Pengurangan jumlah konsumsi ikan ini juga diasumsikan karena adanya keterbatasan daya beli dari masyarakat di kelurahan Pasir Bidang.


(49)

5.5 Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (37-60 bulan) berdasarkan Jumlah Ikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, rata-rata jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak balita yang berumur 37-60 bulan di kelurahan Pasir Bidang adalah sebanyak 97,5 gram/hari. Dari hasil penelitian juga didapati bahwa persentase anak balita yang mengonsumsi ikan dalam jumlah yang tidak cukup dengan kecukupan protein yang tidak cukup lebih tinggi dibandingkan anak balita yang mengonsumsi ikan dalam jumlah yang cukup dengan tingkat kecukupan protein yang cukup. Banyaknya anak balita yang jumlah konsumsi ikannya tidak cukup diasumsikan karena anak balita berumur 37-60 bulan lebih suka mengonsumsi makanan jajanan berupa mie, roti, kue kering, permen, dan makanan ringan lainnya dibandingkan mengonsumsi nasi lengkap dengn lauk-pauk dan buah-buahan. Hal ini diakui oleh beberapa responden penelitian yang menyatakan anak balita berumur 37-60 bulan yang sudah mengonsumsi makanan jajanan cenderung tidak mau makan dirumah karena merasa sudah kenyang.

Berbeda hal nya dengan kondisi kecukupan protein anak balita berumur 12-36 bulan, yang mana masih terdapat anak balita yang kecukupan proteinnya tercukupi namun jumlah ikan yang dikonsumsi tidak cukup. Pada anak balita berumur 37-60 bulan hal tersebut tidak ditemukan. Hal ini diasumsikan karena anak balita berumur 37-60 bulan tidak mengonsumsi susu, yang mana diketahui susu juga memeberikan sumbangan protein yang besar bagi kecukupan protein.

Dari hasil uji statistik yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan


(50)

jumlah ikan pada anak balita berumur 37-60 bulan, dengan p = 0,004. Artinya dengan tercukupinya jumlah konsumsi ikan per harinya, maka semakin besar peluang tercukupinya kecukupan protein. Pada umumnya, anak balita umur 37-60 bulan di Kelurahan Pasir Bidang juga sudah mengonsumsi beragam makanan layaknya makanan orang dewasa. Begitu juga dalam hal mengonsumsi ikan, sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka tidak merasa kesulitan dalam memberi ikan sebagai lauk pada anak balita usia 37-60 bulan. Mungkin karena berasal dari keluarga nelayan, maka dari itu hampir setiap masyarakat, baik anak-anak maupun orang dewasa terbilang suka mengonsumsi ikan. Dari hasil uji statistik juga dapat dinyatakan bahwa semakin banyak jumlah seseorang mengonsumsi ikan maka semakin besar pula peluang tercukupinya kecukupan protein dalam seharinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salasa (2006) yang menyatakan bahwa asupan protein berhubungan dengan perkembangan kognisi anak baduta, dimana asupan protein pada anak baduta di Kecamatan Gandus, Palembang ini didominasi dengan konsumsi ikan hampir setiap harinya.

Penelitian Riyandini (2014) juga mengungkapkan hal yang sama, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah konsumsi ikan dengan prestasi belajar anak SD, artinya protein dari ikan yang dikonsumsi memberi kontribusi yang berarti terhadap perkembangan otak yang pada akhirnya mempengaruhi prestasi anak di sekolah, maka dari itu konsumsi ikan perlu untuk ditingkatkan lagi baik dari segi jumlah dan frekuensinya.


(51)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Jenis ikan yang sering dikonsumsi oleh anak balita di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah adalah ikan laut ( ikan Layang ).

2. Jenis ikan yang jarang dikonsumsi oleh anak balita di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah adalah ikan tawar ( ikan Lele ).

3. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan jumlah ikan (gr) pada anak balita bulan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah. Tercukupinya jumlah konsumsi ikan sehari-harinya, maka besar peluang kecukupan protein juga tercukupi dengan baik.

4. Anak balita berumur 12-36 bulan yang jumlah konsumsi ikan (gr) cukup kemungkinan besar tercukupi proteinnya 10 kali lebih besar dibandingkan anak balita dengan jumlah konsumsi ikan (gr) tidak cukup.

5. Anak balita berumur 37-60 bulan yang jumlah konsumsi ikan (gr) cukup kemungkinan besar tidak tercukupi proteinnya 2 kali lebih kecil dibandingkan anak balita dengan jumlah konsumsi ikan (gr) tidak cukup.


(52)

6.2 Saran

1. Ibu sebagai pengolah bahan makanan dalam rumah tangga agar lebih meningkatkan konsumsi protein ikan pada anak balitanya dengan memanfaatkan sumber protein ikan yang ada dari hasil tangkapan nelayan karena protein ikan memiliki manfaat yang baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita.

2. Untuk lebih meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi khususnya konsumsi ikan dan kontribusinya terhadap kebutuhan protein, diharapkan kepada petugas kesehatan setempat agar memberikan penyuluhan.


(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Ikan

2.2.1 Pengertian dan Jenis Ikan

FAO (1995) mendefinisikan ikan sebagai organisme yang hidup di air. Kelompok organisme yang dikelompokan sebagai ikan adalah ikan bersirip (finfish), krustasea, moluska, binatang air lainnya dan tanaman air. Ikan termasuk kelas Pisces yang merupakan kelas terbesar dalam golongan vertebrata (Djuwanah, 1996).

Berdasarkan UU No. 45 Tahun 2009, pengertian Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Secara umum perairan tempat kehidupan ikan terdiri dari laut, tawar dan payau.

Astawan (2005) menggolongan ikan dalam tiga golongan yaitu ikan air laut, ikan air tawar dan ikan air payau (tambak). Ikan yang ada di air tawar dan air laut sangat banyak sehingga dibedakan menjadi golongan yang dapat dikonsumsi dan ikan hias. Lingkungan ikan air tawar adalah sungai, danau, kolam, sawah atau rawa.

Beberapa contoh jenis ikan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, yaitu : 1. Bandeng

Merupakan jenis ikan budi daya air payau yang sekaligus juga merupakan bahan konsumsi masyarakat luas. Bentuk badan yang memanjang, padat dan dapat mencapai ukuran yang cukup besar, rasanya cukup lezat membuat bandeng


(54)

disukai semua lapisan masyarakat. Ciri - ciri ikan bandeng : badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik, mulut kecil terletak di ujung kepala dan rahang tanpa gigi dan lubang hidung terletak di depan mata, sirip punggung terletak jauh dibelakang tutup insang, berwarna putih bersih dan dagingnya putih (Hadie dan Supriatna, 1996).

2. Ikan Mas

Merupakan jenis ikan darat yang hidup di perairan dangkal yang mengalir tenang dengan suhu sejuk. Jenis ikan konsumsi air tawar ini banyak digemari masyarakat karena dagingnya gurih dan memiliki kadar protein tinggi. Beberapa ciri - ciri ikan mas yaitu umumnya berwarna kuning dan badan memanjang (Harli, 2004).

3. Lele

Dari sekian banyak komoditas perikanan di Indonesia, lele dapat dikatakan sebagai jenis ikan yang sangat populer di masyarakat, selain rasanya lezat, kandungan gizinya pun cukup tinggi sehingga disukai berbagai kalangan, terutama bagi anak - anak karena kandungan proteinnya tinggi yang berguna untuk meningkatkan kecerdasan, umumnya berwarna hitam abu -abu, terkadang putih berbintik (Hadie dan Supriatna, 1996).

4. Gurami

Gurami adalah ikan air tawar yang banyak menghuni rawa - rawa, danau atau daerah yang perairannya tenang. Beberapa ciri - ciri umumnya yaitu tubuhnya pipih dan agak memanjang, bagian dahi gurami dewasa terdapat tonjolan mirip cula (Agus, 2002).


(55)

5. Ikan Tongkol

Berdasarkan pendapat Susanti, dkk yang mengutip hasil penelitian Sanger, dapat disimpulkan bahwa Ikan tongkol ( Euthynnus affinis C.) adalah ikan yang berpotensi cukup tinggi dalam bidang ekspor serta memiliki nilai ekonomis tinggi. Walaupun demikian, tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hal ini menyebabkan penanganan ikan tongkol masih belum baik dari penangkapan sampai pemasaran.

Ikan tongkol juga memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 26,2 mg/100g dan sangat cocok dikonsumsi oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan, selain itu ikan tongkol juga sangat kaya akan kandungan asam lemak omega-3.

Gambar 2.1 Ikan Tongkol ( Euthynnus affinis C.)

6. Ikan Layang

Ikan layang (Decapterus sp.) termasuk ikan pelagis, dan berdasarkan ukurannya dikelompokkan sebagai ikan pelagis kecil. Besarnya komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung spesies, jenis kelamin, umur, musim dan kondisi lingkungan dimana ikan tersebut ditangkap. ikan layang memiliki


(56)

kandungan gizi yang tinggi, protein sebesar 22,0 %, kadar lemak rendah 1,7% sehingga lebih menguntungkan bagi kesehatan ( Yulius, dkk, 2013).

Gambar 2.2 Ikan Layang (Decapterus sp.) 7. Ikan Baronang

Ikan baronang (Siganus canaliculatus) termasuk dalam Famili Siganidae, merupakan jenis ikan demersal yang hidup di dasar atau dekat dengan dasar perairan. Ikan baronang yang kecil dikenal oleh masyarakat dengan nama yang berbeda-beda satu sama lain seperti di Tapanuli Tengah dinamakan cabe-cabe, di Pulau Seribu dinamakan kea-kea, dan lain-lain (Ambo, dkk).


(57)

8. Ikan Kembung

Ikan kembung (Scomber canagorta) tergolong ikan pelagik yang menghendaki perairan yang bersalinitas tinggi. Ikan kembung suka hidup secara bergerombol dan kebiasaan makan adalah memakan plankton yang besar/kasar (Copepode atau Crustacea) (Burhanuddin, 1994).

Ikan kembung (Scomber canagorta) memiliki rahang, tubuh bilateral simetris, mulutnya terminal dan memiliki tutup insang. Ikan kembung juga memiliki linea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous), bersisik dan tidak memiliki sunggut, ikan kembung juga memiliki satu buah sirip punggung, dua buah sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak (Jenie, 2001).

Gambar 2.4 Ikan Kembung (Scomber canagorta)

2.2.2 Kandungan Gizi dalam Ikan

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat gizi. Selain harga yang lebih murah, absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam, karena daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Jenisnya pun sangat beragam dan mempunyai


(58)

beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan komposisi asam amino (Pandit, 2008).

Menurut Budiarso (1998), Ikan merupakan bahan pangan yang sangat baik mutu gizinya, karena mengandung kurang lebih 18 gram protein untuk setiap 100 gram ikan segar, sedangkan ikan yang telah dikeringkan dapat mencapai kadar protein 40 gram dalam 100 gram ikan kering.

Didukung dengan Astawan (2004), dibandingkan dengan bahan makanan lainnya, ikan mengandung asam amino essensial yang lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh manusia, oleh karena itu mutu protein ikan sebanding dengan mutu protein daging.

Ikan adalah bahan pangan yang mengandung protein tinggi yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah dicerna, juga mengandung asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia (Suhartini dan Hidayat, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan memiliki koposisi kimia, yaitu : Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daging Ikan

Komposisi Jumlah Kandungan (%)

Air Protein Lemak Karbohidrat

Vitamin dan Mineral

60-84 18-30 0,1-0,2 0,0-1,0 Sisanya

Sumber : Suhartini dan Hidayat (2005)

Komposisi gizi ikan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu spesies, jenis kelamin, tingkat kematangan (umur), musim, siklus bertelur dan letak geografis. Kandungan protein ikan sangat dipengaruhi oleh kadar air dan lemaknya. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa ikan bersirip mengandung protein 16-24%, sedangkan pada ikan yang telah diolah kandungan proteinnya


(59)

dapat mencapai 35%. Proporsi protein kolektif 6 (kolagen) pada ikan jauh lebih rendah daripada daging ternak yaitu berkisar antara 3-5% dari total protein. Hal ini juga yang menyebabkan daging ikan lebih empuk (Khomsan, 2004).

Ikan lebih dianjurkan untuk dikonsumsi dibandingkan daripada daging hewan, terutama bagi mereka yang menderita kolesterol dan gangguan tekanan darah ataupun jantung (Suhartini dan Hidayat, 2005).

Ikan juga dapat menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan kadar trigliserida darah, meningkatkan kecerdasan anak dan meningkatkan kemampuan akademik, menurunkan risiko kematian karena penyakit jantung, mengurangi gejala rematik, menurunkan aktivitas pertumbuhan sel kanker dan juga mengandung omega 3 dan omega 6 (Pandit, 2008).

Omega 3 yang terdapat pada ikan mencegah penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya. Masyarakat yang gemar mengonsumsi ikan memiliki umur harapan hidup rata - rata lebih panjang daripada masyarakat yang kurang mengonsumsi ikan (Pandit, 2008).

2.2.2.1Protein pada Ikan dan Manfaatnya

Ikan mengandung protein tinggi yang terdiri atas asam amino esensial yang tidak rusak pada waktu pemasakan. Kandungan protein pada ikan bervariasi, tergantung kandungan lemak dan airnya. Namun secara umum, ikan mengandung 13-20% protein. Protein ini dapat membantu pertumbuhan sel otak, sehingga ikan sering disebut makanan penunjang kecerdasan. Karena serat proteinnya lebih pendek, protein pada ikan gampang dicerna bahkan bagi bayi sekalipun. Proporsi protein konektifnya (kolagen) juga jauh lebih rendah dari hewan ternak, yaitu


(60)

3-5% dari total protein. Makanya dibandingkan daging sapi, daging ikan terasa empuk dan lebih mudah hancur saat dikunyah (Andriani dan Bambang, 2012). 2.2.2.2Lemak pada Ikan dan Manfaatnya

Kandungan lemak dalam ikan hanya berkisar antara 1-20%, terlebih sebagian besar kandungan lemaknya pun berupa asam lemak tak jenuh yang justru berguna bagi tubuh, di antaranya berfungsi menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Andriani dan Bambang, 2012).

Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung asam lemak tak jenuh (Eicosapentaenoic acid/EPA, Docosahexanoid acid/DHA), yodium, selenium, fluorida, zat besi, taurin, coenzyme Q10 dan kalori yang rendah (Harli, 2004).

1. Selenium

Selenium sudah diakui sebagai unsur esensial bagi manusia dan merupakan bagian penting dari enzym yang berperan dalam membuat antioksidan. Selenium membantu mencegah kerusakan DNA yang disebabkan zat kimiawi dan radiasi. Hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan kekurangan selenium menimbulkan gejala pertumbuhan lambat, dystrophy otot dan necrosis jantung, ginjal dan hati. Bagi daerah atau negara yang tingkat kandungan selenium dalam tanahnya rendah seperti Australia, maka mengonsumsi ikan menjadi faktor yang amat penting untuk mencegah kekurangan selenium (KKP, 2009).

2. Co-enzyme Q10

Ikan adalah salah satu sumber co-enzym Q10 yang sangat baik. Walaupun lebih dari 40 tahun yang lalu co-enzyme Q10 telah dikenal berfungsi sebagai


(61)

suatu antioksidan, namun baru akhir - akhir ini mendapat perhatian berkaitan dengan sumber makanannya (KKP, 2009).

Konsentrasi co - enzyme meningkat dibawah pengaruh tekanan seperti latihan fisik dan dalam kondisi regeneratif otak, seperti penyakit kepikunan/alzheimer. Dilaporkan juga bahwa konsentrasi co - enzym menurun pada beberapa penyakit termasuk penyakit degenerasi otot dan carcinomas hati. Walaupun co - enzyme Q10 dapat dibangun dalam tubuh, namun asupan dari makanan masih sangat diperlukan (KKP, 2009).

3. Taurin

Seafood, termasuk ikan laut, banyak mengandung taurin. Asam amino ini telah diketahui berperan dalam formasi dan ekskresi garam empedu, yang dipecah menjadi kolesterol. Taurin juga berperan dalam fungsi retina dan fungsi kognitif (KKP, 2009).

4. Asam Lemak tak Jenuh

Asam Lemak Tak Jenuh Seafood mengandung asam lemak tak jenuh omega-3, Eicosa pentaenoic Acid (EPA) dan Docosahexaenoid Acid (DHA) yang sangat tinggi. Kandungan omega - 3 pada ikan jauh lebih tinggi dibanding sumber protein hewani lainnya, seperti daging sapi dan ayam, daging babi bahkan sama sekali tidak mengandung omega - 3. Tubuh manusia dapat membentuk beberapa tipe asam lemak, namun demikian asupan asam lemak essensial khususnya asam lemak tak jenuh omega - 3 dan omega - 6 masih diperlukan. Sumber utama omega-3 adalah seafood dan tanaman seperti kacang kedelai, kanola dan biji rami. Sedangkan sumber utama omega - 3 juga ditemukan dalam semua jenis seafood


(62)

seperti Crustacea, mulusca, ikan dan tanaman seperti bunga matahari, jagung dan kedele (KKP, 2009)

Kandungan asam lemak omega 3 yang tinggi ini berperan meningkatkan kekebalan tubuh, menurunkan risiko penyakit jantung koroner, menghambat pertumbuhan beberapa jenis kanker, dan mempertahankan fungsi otak terutama yang berhubungan dengan daya ingat (Andriani dan Bambang, 2012).

Tabel 2.2 Kandungan Omega 3 dan Omega 6 pada Berbagai Jenis Ikan per 100 gram Ikan

Jenis Ikan Omega 3 (gr) Omega 6 (gr)

Sardine 1,2 2,2

Tuna 2,1 3,2

Kembung 5,0 3,0

Salmon 1,6 2,1

Tenggiri 2,6 3,7

Tongkol 1,5 1,8

Teri 1,4 1,6

Sumber : Astawan (2005)

2.2.2.3Vitamin pada Ikan dan Manfaatnya

Ada dua kelompok vitamin pada ikan, pertama vitamin larut dalam air, antara lain Vitamin B6, B12, Biotin, dan Niasin. Vitamin ini banyak terdapat di ikan yang dagingnya berwarna gelap. Adapun kelompok kedua, yaitu vitamin larut dalam lemak (Vitamin A dan D) yang terkandung pada minyaknya (Andriani dan Bambang, 2012).

Jumlah vitamin - vitamin ini kebanyakan pada hati ikan daripada hati mamalia darat. Hati ikan hiu mengandung vitamin A sampai 50000 IU/gram, sedangkan hati domba hanya 600 IU/gram (Pandit, 2008).


(63)

2.2.2.4Mineral pada Ikan dan Manfaatnya

Kandungan mineral pada ikan jumlahnya lumayan banyak, di antaranya ada magnesium (memperkuat tulang, otot, dan gizi), zat besi (mencegah anemia), seng (meningkatkan kekebalan tubuh dan mempercepat penyembuhan luka), dan selenium (mencegah kanker, mempertahankan elastisitas jaringan bersama Vitamin E sehingga kita terhindar dari penuaan dini) (Andriani dan Bambang, 2012).

Orang - orang dipegunungan yang banyak menderita gondok, antara lain disebabkan jarang makan ikan laut. Kekurangan yodium yang dialami ibu sejak mengandung bayinya akan mengakibatkan bayi yang lahir kretin dan juga bisa terjadi mental retarded atau IQ nya rendah. Kandungan yodium yang diperoleh dari jenis ikan laut sangat cukup untuk mencegah berkembangnya penyakit gondok yang sering menghinggapi masyarakat miskin, oleh karena itu pemerintah sekarang membuat peraturan menambahkan yodium pada setiap garam dapur yang dijual dipasaran (Pandit,2008).


(64)

Tabel 2.3 Kandungan Zat Gizi Ikan per 100 gram

Jenis Ikan Kalori(%) Protein(%) Lemak(%) Air(%) Ikan Segar

Tawes 198 19.0 13.0 66.0

Bandeng 129 20.0 4.8 74.0

Bawal 96 17.0 1.7 78.0

Ekor Kuning 109 20.0 4.0 70.0

Kakap 92 20.0 0.7 77.0

Kembung 103 22.0 1.0 76.0

Layang 109 22.0 1.7 74.0

Lemuru 112 20.0 3.0 76.0

Mas 86 16.0 2.0 80.0

Selas 100 18.8 2.2 75.0

Teri 77 16.0 1.0 80.0

Mujair 89 18.7 1.0 79.0

Ikan Kering

Gabus 292 58.0 4.0 24.0

Peda Banjar 556 28.0 4.0 46.0

Pindang Banjar 157 28.0 4.2 59.0

Pindang Layang 153 30.0 2.8 60.0

Selar Asin 194 38.0 3.5 43.0

Sepat 289 38.0 14.6 30.0

Teri 170 33.4 3.6 37.0

Lele Goreng 252 19.9 19.6 10.0

Sumber : Khomsan 2004

2.5 Konsumsi Ikan

2.5.1 Faktor yang Memengaruhi Konsumsi Ikan

Dewasa ini, Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan kekayaan alamnya secara maksimal, terlebih dengan banyaknya jenis ikan yang baik untuk dikonsumsi penduduk Indonesia dan tentunya dapat memenuhi kebutuhan protein penduduk indonesia. Namun, penduduk Indonesia memiliki tingkat konsumsi ikan yang masih dikategorikan rendah bahkan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih rendah dibandingkan Singapura dan Malaysia, apalagi jika dibandingkan dengan Jepang dan Korea. Rendahnya konsumsi ikan perkapita penduduk di


(65)

Indonesia berbanding terbalik dengan wilayahnya yang kaya akan sumber protein hewani.

Adapun beberapa faktor–faktor yang mengakibatkan rendahnya konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia, antara lain :

1. Mitos dan Budaya

Umumnya masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang kental dengan budaya adatnya, sehingga tidak jarang cara bagaimana pola makan yang baik, cara mengolah makanan, bahkan kegemaran antar setiap makanan berbeda – beda. Contohnya, orang padang gemar mengonsumsi makanan bersantan, sedangkan orang jawa gemar mengonsumsi makanan yang manis, dan lain-lain. Dari sini kita dapat melihat bahwa pengaruh budaya sangat melekat, begitu juga dengan mitos. Masyarakat Indonesia juga sangat mudah terpengaruh dengan adanya mitos turun temurun dari nenek moyangnya. Saat ini mungkin sudah tidak jarang juga kita mendengar bahwa membiarkan anak balita atau anak sekolah mengonsumi ikan yang banyak akan mengakibatkan kecacingan, sehingga ini menjadi salah satu alasan kenapa masih banyak Ibu yang tidak mengharuskan anaknya untuk mengonsumsi ikan.

2. Kondisi Geografis

Kodisi Geografis merupakan kondisi suatu daerah dilihat dari letaknya pada bola bumi dibandingkan dengan posisi atau letak daerah lain.

Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir memiliki keuntungan dalam hal mengonsumsi ikan. Karena masyarakat daerah pesisir umumnya bermatapencaharian sebagai nelayan, sehingga hasil tangkapan dapat dijadikan


(66)

sumber penghasilan ataupun dikonsumsi sehari-hari sebagai penyumbang protein ataupun gizi lainnya bagi setiap masyarakatnya.

Berdasarkan pendapat para peneliti (Madanijah, dkk, 2006) yang mengutip hasil penelitian Daryati menyimpulkan bahwa konsumsi ikan yang lebih besar pada keluarga nelayan dibandingkan keluarga yang bukan nelayan, karena keluarga nelayan bertempat tinggal di daerah yang penghasil ikan.

3. Pendapatan Rumah tangga

Besar dan kecilnya pendapatan rumah tangga sangat mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dapat dikonsumsi. Sesuai dengan fungsi makanan yang dapat menggambarkan status sosial, hal ini juga menjadi faktor pendukung untuk kalangan masyarakat menengah keatas untuk mengonsumsi makanan yang mahal, terkhusunya dalam mengonsumsi ikan. Umunya masyarakat dari golongan menengah keatas akan dengan mudah mengonsumsi Ikan berprotein tinggi yang biasanya akan dikenakan harga yang mahal, sedangkan untuk masyarakat golongan bawah tidak terlalu memperhatikan apakah makanan tersebut memiliki kandungan gizi tinggi atau tidak, tapi lebih memperhatian apakah makanan tersebut dapat mengenyangkan perut atau tidak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Restuina (2009), dapat disimpulkan bahwa masyarakat keluarga nelayan lebih memilih mengonsumsi ikan dencis daripada ikan bawal yang memiliki harga yang mahal.

4. Pengetahuan Ibu

Menurut Waysima, dkk (2010) yang mengutip pendapat Birch, pada anak, pola penerimaan terhadap makanan dipengaruhi oleh berbagai pengalaman sejak


(67)

lahir, seperti orangtua melalui makanan yang diperbolehkan, dan konteks sosial dimana perilaku makan terjadi, khusunya peran Ibu dalam meningkatkan asupan makanan yang sehat pada anak.

Berdasarkan pendapat Waysima, dkk (2010) dapat disimpulkan bahwa seorang ibu sering digambarkan sebagai nutritional gate-keeper yaitu seseorang di dalam rumah tangga yang berlaku sebagai pembuat keputusan membeli hingga menyiapkan makanan untuk keluarga. Di Indonesia sendiri, kebanyakan ibu berlaku sebagai gate-keeper bagi keluarganya, walaupun sebagian dari mereka adalah perempuan bekerja atau sekalipun di rumahnya terdapat pembantu. Oleh karenanya ibu banyak mempengaruhi pola kebiasaan makan anak.

Berdasarkan penelitian Madanijah (2006) dapat disimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan gizi ibu dapat menyebabkan peningkatan konsumsi ikan pada setiap anggota keluarga. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan menyebabkan pemilihan makanan yang bukan hanya sekedar baik tapi memiliki kandungan gizi yang bermanfaat, sebaliknya, ibu yang memiliki pengetahuan gizi kurang akan menyebabkan pemelihan makanan yang asal-asalan.

Berdasarkan penelitian Indriana (2005), dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan/kapita/bulan dan pengetahuan gizi Ibu tentang ikan maka semakin tinggi ketersediaan ikan di Rumah Tangga.

5. Pola Konsumsi dan Distribusi Makan Keluarga

Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa kebiasaan pola konsumsi makan keluarga sangat mempengaruhi kesukaan ataupun kegemaran setiap anggota keluarga dalam memilih makanan. Begitu juga


(68)

dalam pendistribusian makanan, umumnya masyarakat Indonesia menengah kebawah masih membiasakan untuk memberikan bagian terbaik suatu hidangan makanan kepada kepala keluarga dibandingkan anak balita atau anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.

6. Ketersediaan Ikan Laut

Berdasarkan penelitian Waysima, dkk (2010) menyimpulkan bahwa ketersedian ikan laut bagi konsumen sangat layak mendapat perhatian, karena sering kali didapati alasan kurangnya konsumsi ikan laut di masyarakat bukan dikarenakan tidak memiliki uang namun karena tidak tersedianya ikan tersebut di daerah tersebut. Alasan lain terkait ketersediaannya juga mengarah pada kondisi ikan yang setelah sampai di pasar sudah tidak layak konsumsi karena busuk atau menggunakan bahan pengawet yang tidak diizinkan.

2.5.2 Manfaat Konsumsi Ikan

Dibandingkan dengan ikan tawar, kandungan gizi ikan laut lebih banyak. Ikan laut memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Fungsinya adalah agar lemak tubuh tetap dalam keadaan cair jika berada di air laut. Adanya kemampuan tersebut membut kandungan omega 3 yang lebih tinggi. Kandungan utama dari ikan laut adalah zat makro molekul tubuh, misalnya seperti protein tinggi, lemak, vitamin dan mineral.

Manfaat ikan laut dapat kita rasakan setiap hari dengan mengkonsumsinya secara teratur, berikut ini beberapa diantaranya :


(69)

1. Mengatasi Masalah Pencernaan

Protein pada ikan berbeda dengan protein yang ada pada manfaat daging lainnya seperti daging sapi, ayam, atau kambing. Berdasarkan pendapat Pandit (2008), dapat disimpulkan bahwa serat pada protein ikan memiliki rantai penyusun protein yang pendek, sehingga penyerapan lebih cepat dan lebih mudah. Tentu saja ini tidak memberatkan kinerja pada usus halus, sehingga dapat membantu proses pencernaan bagi yang sedang mengalami gangguan pada proses pencernaan.

2. Merangsang Otak

Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa dalam protein ikan terdapat kandungan zat yang mampu merangsang pertumbuhan otak, terutama untuk balita. Zat tersebut lebih dikenal taurine, yang bekerja dengan baik untuk merangsang sel otak yang masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Zat lain yang mampu merangsang perkembangan otak adalah asam lemak Omega 3 (EPA dan DHA). Karena sebagian besar otak manusia mengandung zat omega 3, sehingga dipercaya untuk membantu perkembangan sel otak.

3. Mengontrol Kolesterol

Berdasarkan pendapat Pandit (2008), dapat disimpulkan bahwa salah satu zat yang membantu proses pertumbuhan adalah asam lemak tak jenuh. Zat ini bertugas dengan baik dalam menjaga stamina tubuh agar tetap fit. Salah satu zat yang mampu mengontrol kolesetrol tubuh agar tetap normal berasal dari manfaat


(70)

omega 3. Kandungan zat di dalamnya terdapat EPA dan DHA mampu menurunkan kolestrol tinggi dan mengikat lemak.

4. Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh

Bayi dan balita sangat rawan terkena penyakit, untuk itu perlu ekstra hati-hati dalam menjaga kondisi agar tetap stabil. Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa salah satu upaya yang dapat menjaga kondisi kekebalan tubuh agara tetap stabil yaitu dengan mengonsumsi asam lemak omega 3 yang banyak terdapat dalam manfaat ikan laut. Salah satu fungsinya adalah untuk membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menjaga kondisi tubuh, sehingga anak tidak mudah terserang penyakit.

5. Menurunkan Resiko Penyakit Degeneratif

Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa fungsi lainya dari asam lemak omega 3 adalah membantu untuk menurunkan resiko penyakit degeneratif. Salah satunya adalah penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, dan kanker. Selain menggunakan omega 3, kandungan mineral selenium mampu membantu metabolisme tubuh. Manfaat antioksidan di dalamnya juga dipercaya untuk mengatasi masalah penyakit degeneratif.

Penyakit degeneratif adalah penyakit yang timbul di usia tua, misalnya jantung koroner. Penyebabnya adalah karena kolestrol yang tidak terkontrol. Ikan laut memiliki kolestrol yang lebih rendah dari daging seperti iga, gajih, dan kerang. Namun lebih tinggi dari ikan tawar. Asam lemak omega 3 mampu


(1)

5.4 Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (37-60 bulan)

berdasarkan Jumlah Ikan ... 60

BAB VI PENUTUP ... 62

6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... ... 63

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(2)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daging Ikan ... 13 Tabel 2.2 Kandungan Omega 3 dan Omega 6 pada Berbagai Jenis Ikan

per 100 gram Ikan ... 17 Tabel 2.3 Kandungan Zat Gizi Ikan per 100 gram ... 19 Tabel 2.4 Angka Kecukupan Protein Rata-Rata yang Dianjurkan

(Per Orang Per Hari) 2013 pada Balita ... 31 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di

Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten

Tapanuli Tengah ... 44 Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten

Tapanuli Tengah ... 45 Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan

Pendidikan Terakhir di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan

Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah ... 46 Tabel 4.4 Distribusi Umur Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan

Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah ... 46 Tabel 4.5 Distribusi Jenis Kelamin pada Keluarga Nelayan di Kelurahan

Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah...47 Tabel 4.6 Distribusi Jenis Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga

Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik,

Kabupaten Tapanuli Tengah ... 47 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Ikan yang dikonsumsi Balita pada

Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah ... 48


(3)

Tabel 4.10 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Balita (37-60 bulan) pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang,

Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah ... 50 Tabel 4.11 Distribusi Kontribusi Protein (%) Ikan terhadap Kecukupan Protein pada Balita (12-36 bulan) Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah ... 50 Tabel 4.12 Distribusi Kontribusi Protein (%) Ikan terhadap Kecukupan Protein pada Balita (37-60 bulan) Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah ... 51 Tabel 4.13 Hubungan Jumlah Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein

Anak Balita (12-36 bulan) di Kelurahan Pasir Bidang,

Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah ... 52 Tabel 4.14 Hubungan Jumlah Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein

Anak Balita (37-60 bulan) di Kelurahan Pasir Bidang,


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ikan Tongkol ( Euthynnus affinis C.) ... 10

Gambar 2.2 Ikan Layang (Decapterus sp.) ... 11

Gambar 2.3 Ikan Baronang (Siganus canaliculatus) ... 11

Gambar 2.4 Ikan Kembung (Scomber canagorta) ... 12

Gambar 2.5 Sumbangan Konsusmsi Protein Ikan Indonesia terhadap Total Konsumsi Protein ... 33

Gambar 2.6 Kerangka Konsep... 34


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Food Recall Lampiran 2. Formulir Food Frequency Lampiran 3. Karaktristik Responden Lampiran 4. Karaekteristik Balita Lampiran 5. Konsumsi Ikan

Lampiran 6. Surat Permohonan Izin Survei Pendahuluan dari FKM USU Lampiran 7. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Survei Pendahuluan dari Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Christina Simanjuntak

Tempat Lahir : Tahuna

Tanggal Lahir : 19 Januari 1994

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Daulat Simanjuntak

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Duma Silalahi

Suku bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SD Negeri 084081 Sibolga/2005 2. SMP/Tamat tahun : SMP Swasta Fatima 2 Sibolga/2008 3. SMA/Tamat tahun : SMA Swasta Katolik Sibolga/2011 4. Lama Studi di FKM USU : 2012-2016


Dokumen yang terkait

Sumbangan Protein Ikan terhadap Konsumsi Total Protein Anak SD Keluarga Nelayan dan Bukan Nelayan Pada SD 065002 Kelurahan Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan 2002

0 30 61

Sumbangan Konsumsi Ikan Dan Makanan Jajanan Terhadap Kecukupan Gizi Anak Balita Pada Keluarga Nelayan Buruh Dan Nelayan Juragan

0 12 11

Sumbangan Konsumsi Ikan dan Makanan Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Anak Balita pada Keluarga Nelayan Buruh dan Nelayan Juragan

0 8 11

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KONSUMSI PROTEIN HEWANI DENGAN KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN PADA ANAK BALITA DI KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL.

0 0 47

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 18

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

1 1 2

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 7

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 27

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 4

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 19