Tabel 2.3 Kandungan Zat Gizi Ikan per 100 gram Jenis Ikan
Kalori Protein Lemak
Air Ikan Segar
Tawes 198
19.0 13.0
66.0 Bandeng
129 20.0
4.8 74.0
Bawal 96
17.0 1.7
78.0 Ekor Kuning
109 20.0
4.0 70.0
Kakap 92
20.0 0.7
77.0 Kembung
103 22.0
1.0 76.0
Layang 109
22.0 1.7
74.0 Lemuru
112 20.0
3.0 76.0
Mas 86
16.0 2.0
80.0 Selas
100 18.8
2.2 75.0
Teri 77
16.0 1.0
80.0 Mujair
89 18.7
1.0 79.0
Ikan Kering
Gabus 292
58.0 4.0
24.0 Peda Banjar
556 28.0
4.0 46.0
Pindang Banjar 157
28.0 4.2
59.0 Pindang Layang
153 30.0
2.8 60.0
Selar Asin 194
38.0 3.5
43.0 Sepat
289 38.0
14.6 30.0
Teri 170
33.4 3.6
37.0 Lele Goreng
252 19.9
19.6 10.0
Sumber : Khomsan 2004
2.5 Konsumsi Ikan
2.5.1 Faktor yang Memengaruhi Konsumsi Ikan
Dewasa ini, Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan kekayaan alamnya secara maksimal, terlebih dengan banyaknya jenis ikan yang baik untuk
dikonsumsi penduduk Indonesia dan tentunya dapat memenuhi kebutuhan protein penduduk indonesia. Namun, penduduk Indonesia memiliki tingkat konsumsi ikan
yang masih dikategorikan rendah bahkan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih rendah dibandingkan Singapura dan Malaysia, apalagi jika dibandingkan
dengan Jepang dan Korea. Rendahnya konsumsi ikan perkapita penduduk di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia berbanding terbalik dengan wilayahnya yang kaya akan sumber protein hewani.
Adapun beberapa faktor–faktor yang mengakibatkan rendahnya konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia, antara lain :
1. Mitos dan Budaya
Umumnya masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang kental dengan budaya adatnya, sehingga tidak jarang cara bagaimana pola makan yang
baik, cara mengolah makanan, bahkan kegemaran antar setiap makanan berbeda – beda. Contohnya, orang padang gemar mengonsumsi makanan bersantan,
sedangkan orang jawa gemar mengonsumsi makanan yang manis, dan lain-lain. Dari sini kita dapat melihat bahwa pengaruh budaya sangat melekat, begitu juga
dengan mitos. Masyarakat Indonesia juga sangat mudah terpengaruh dengan adanya mitos turun temurun dari nenek moyangnya. Saat ini mungkin sudah tidak
jarang juga kita mendengar bahwa membiarkan anak balita atau anak sekolah mengonsumi ikan yang banyak akan mengakibatkan kecacingan, sehingga ini
menjadi salah satu alasan kenapa masih banyak Ibu yang tidak mengharuskan anaknya untuk mengonsumsi ikan.
2. Kondisi Geografis
Kodisi Geografis merupakan kondisi suatu daerah dilihat dari letaknya pada bola bumi dibandingkan dengan posisi atau letak daerah lain.
Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir memiliki keuntungan dalam hal mengonsumsi
ikan. Karena
masyarakat daerah
pesisir umumnya
bermatapencaharian sebagai nelayan, sehingga hasil tangkapan dapat dijadikan
Universitas Sumatera Utara
sumber penghasilan ataupun dikonsumsi sehari-hari sebagai penyumbang protein ataupun gizi lainnya bagi setiap masyarakatnya.
Berdasarkan pendapat para peneliti Madanijah, dkk, 2006 yang mengutip hasil penelitian Daryati menyimpulkan bahwa konsumsi ikan yang lebih besar
pada keluarga nelayan dibandingkan keluarga yang bukan nelayan, karena keluarga nelayan bertempat tinggal di daerah yang penghasil ikan.
3. Pendapatan Rumah tangga
Besar dan kecilnya pendapatan rumah tangga sangat mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dapat dikonsumsi. Sesuai dengan fungsi makanan
yang dapat menggambarkan status sosial, hal ini juga menjadi faktor pendukung untuk kalangan masyarakat menengah keatas untuk mengonsumsi makanan yang
mahal, terkhusunya dalam mengonsumsi ikan. Umunya masyarakat dari golongan menengah keatas akan dengan mudah mengonsumsi Ikan berprotein tinggi yang
biasanya akan dikenakan harga yang mahal, sedangkan untuk masyarakat golongan bawah tidak terlalu memperhatikan apakah makanan tersebut memiliki
kandungan gizi tinggi atau tidak, tapi lebih memperhatian apakah makanan tersebut dapat mengenyangkan perut atau tidak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Restuina 2009, dapat disimpulkan bahwa masyarakat keluarga nelayan lebih memilih mengonsumsi
ikan dencis daripada ikan bawal yang memiliki harga yang mahal. 4.
Pengetahuan Ibu Menurut Waysima, dkk 2010 yang mengutip pendapat Birch, pada anak,
pola penerimaan terhadap makanan dipengaruhi oleh berbagai pengalaman sejak
Universitas Sumatera Utara
lahir, seperti orangtua melalui makanan yang diperbolehkan, dan konteks sosial dimana perilaku makan terjadi, khusunya peran Ibu dalam meningkatkan asupan
makanan yang sehat pada anak. Berdasarkan pendapat Waysima, dkk 2010 dapat disimpulkan bahwa
seorang ibu sering digambarkan sebagai nutritional gate-keeper yaitu seseorang di dalam rumah tangga yang berlaku sebagai pembuat keputusan membeli hingga
menyiapkan makanan untuk keluarga. Di Indonesia sendiri, kebanyakan ibu berlaku sebagai gate-keeper bagi keluarganya, walaupun sebagian dari mereka
adalah perempuan bekerja atau sekalipun di rumahnya terdapat pembantu. Oleh karenanya ibu banyak mempengaruhi pola kebiasaan makan anak.
Berdasarkan penelitian Madanijah 2006 dapat disimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan gizi ibu dapat menyebabkan peningkatan konsumsi ikan
pada setiap anggota keluarga. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan menyebabkan pemilihan makanan yang bukan hanya sekedar baik tapi memiliki
kandungan gizi yang bermanfaat, sebaliknya, ibu yang memiliki pengetahuan gizi kurang akan menyebabkan pemelihan makanan yang asal-asalan.
Berdasarkan penelitian Indriana 2005, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatankapitabulan dan pengetahuan gizi Ibu tentang ikan maka
semakin tinggi ketersediaan ikan di Rumah Tangga. 5.
Pola Konsumsi dan Distribusi Makan Keluarga Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang 2012, dapat disimpulkan
bahwa kebiasaan pola konsumsi makan keluarga sangat mempengaruhi kesukaan ataupun kegemaran setiap anggota keluarga dalam memilih makanan. Begitu juga
Universitas Sumatera Utara
dalam pendistribusian makanan, umumnya masyarakat Indonesia menengah kebawah masih membiasakan untuk memberikan bagian terbaik suatu hidangan
makanan kepada kepala keluarga dibandingkan anak balita atau anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
6. Ketersediaan Ikan Laut
Berdasarkan penelitian Waysima, dkk 2010 menyimpulkan bahwa ketersedian ikan laut bagi konsumen sangat layak mendapat perhatian, karena
sering kali didapati alasan kurangnya konsumsi ikan laut di masyarakat bukan dikarenakan tidak memiliki uang namun karena tidak tersedianya ikan tersebut di
daerah tersebut. Alasan lain terkait ketersediaannya juga mengarah pada kondisi ikan yang setelah sampai di pasar sudah tidak layak konsumsi karena busuk atau
menggunakan bahan pengawet yang tidak diizinkan.
2.5.2 Manfaat Konsumsi Ikan