8
2. PROFIL OSEANOGRAFI BERDASARKAN WARNA
MUKA LAUT DAN KAITANNYA DENGAN SEBARAN CETACEA DI SELAT OMBAI
2.1. Pendahuluan
Cetacea, secara umum, memiliki relung ekologi sebagai predator, sehingga keberadaannya di suatu perairan sangat terkait dengan fitur oseanografi yang
memungkinkan ketersediaan biomassa mangsa yang tinggi sebagai sumber energinya ca. Doniol-Valcroze et al. 2007, Embling et al. 2005, Tynan et al.
2005, Yen et al. 2003, Kaltenberg 2004, Davis et al. 2002. Merujuk pada struktur piramida makanan, apex predator cetacea membutuhkan energi yang sumbernya
berasal dari biomassa masif biota pada tingkat trofik lebih rendah, seperti ikan pelagis dan beberapa jenis nekton lainnya, yang berpangkal pada produksi bahan
organik oleh fitoplankton. Dengan demikian, seringkali apex predator cetacea dijumpai di perairan yang memiliki produktivitas primer tinggi, seperti di
Southern Ocean pada musim panas Bost et al. 2009, Arrigo et al. 1998, Moore and Abbott 2000, perairan California Current System Tynan et al. 2005,
Burtenshaw et al. 2004, Yen et al. 2003, dan Teluk Mexico Kaltenberg 2004; Davis et al. 2002, Davis et al. 1998. Umumnya, perairan laut dengan produk-
tivitas primer tinggi akan memiliki biomassa fitoplankton yang tinggi pula Nontji 2006, yang kemudian menjadi landasan pembentukan jejaring dan piramida
makanan di ekosistem tersebut. Viale 1985 mengatakan bahwa sebaran cetacea di perairan laut sangat
terkait dengan profil oseanografi perairan tersebut. Dengan demikian korelasi antara sejumlah parameter lingkungan dengan data perjumpaan cetacea dapat
meningkatkan pemahaman ekologi cetacea, dan jika memungkinkan menetapkan variasi parameter lingkungan tertentu yang bisa menentukan sebaran cetacea di
suatu perairan. Sejumlah penelitian telah dilakukan dengan mengaitkan faktor lingkungan perairan dengan sebaran cetacea, terutama jika faktor-faktor tersebut
mengarah pada peningkatan produktivitas perairan. Karakteristik lingkungan perairan dapat ditelusuri melalui warna muka laut, karena warna tersebut
9 dihasilkan oleh sebaran sinar tampak yang dipengaruhi oleh substansi terlarut
maupun tersuspensi. Nontji 2006 menuliskan bahwa warna biru di laut hanya muncul bila di perairan tersebut tidak dijumpai material humus, fitoplankton, dan
umumnya miskin produksi organik; sedangkan warna cyan sampai kuning menunjukkan perairan tersebut kaya akan plankton. Terkait dengan kajian habitat
pelagis, maka pemahaman lingkungan perairan sebaiknya diawali dengan awal mata rantai produksi primer yaitu fitoplankton. Saat ini kemajuan di bidang
penginderaan jauh kelautan telah memungkinkan penyediaan data lingkungan fisik berdasarkan tampilan warna muka laut hasil interpretasi data inderaja satelit.
Dalam lingkup kajian habitat cetacea di Selat Ombai, bab ini memaparkan profil habitat berdasarkan interpretasi tampilan warna muka laut yang datanya
diperoleh sensor SeaWiFS. Data warna muka laut SeaWiFS digunakan untuk menyajikan sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a, yang selanjutnya
dikaitkan dengan lokasi spesifik dijumpainya komunitas cetacea.
2.2. Faktor biofisik lingkungan yang berperan terhadap komunitas cetacea