Bahan dan metode Pembahasan

34 keberadaan Physeter macrocephalus di lokasi-lokasi spesifik di perairan Gulf of Mexico yang memiliki lapisan HBA ganda. Keeratan preferensi habitat apex predator cetacea tersebut terhadap wilayah foraging-nya diketahui dari tingkah laku menyelam periodik dan durasi waktu selam yang lebih lama di kedalaman lapisan HBA kedua 650-800 m.

3.3. Bahan dan metode

Data suhu perairan dan data akustik hasil pengukuran ADCP di perairan Selat Ombai diunduh pada situs http:www.marine.csiro.au~cow074index.htm dengan nama file ‘Ombai North deployment 1’ yang merupakan data hasil kegiatan INSTANT International Nusantara Stratification And Transport fase pertama. Data berformat ‘zipped netcdf files’ .nc tersebut dibaca dengan software ODV Ocean Data View versi 3.4.3 dan Matlab versi 7.4. Walaupun berperan utama sebagai pengukur arah dan kecepatan arus, ADCP juga dapat digunakan untuk menduga biomassa dan sebaran komunitas zooplankton dan mikronekton di kolom perairan pelagis, melalui kekuatan intensitas gema echo intensity –EI, satuan counts yang diterima oleh transduser ADCP. Data nilai EI yang digunakan pada penelitian ini telah melalui proses quality control oleh CSIRO, dan tidak menggunakan data mentah sebagaimana penelitian serupa sebelumnya ca. Gustamila 2006, Kharisma 2009. Analisis data Hasil perekaman suhu selama satu tahun 5 Januari 2004 – 4 Januari 2005 dari kedalaman 100 m, 125 m, 170 m, 240 m, 350 m, 450 m, 700 m, dan 1000 m memiliki interval data yang bervariasi, tergantung pada tipe sensor yang digunakan. Set data suhu selanjutnya diturus dan dikelompokkan menggunakan software Microsoft Excel, sebelum kemudian dirata-ratakan pada interval 2 jam. Penggunaan data time series selama 12 bulan didasari oleh ketidaksinambungan data time series 18 bulan, yang merupakan periode penenggelaman mooring oseanografi. Sebaran suhu secara vertikal dan temporal digambarkan sebagai profil melintang section menggunakan perangkat ODV v3.4.3. Untuk melihat, mengolah, dan menampilkan nilai dan sebaran volume hambur balik digunakan software MATLAB 7.4. Spesifikasi mooring oseanografi dan ADCP yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 5 dan 7. 35

3.4. Hasil

3.4.1. Struktur lapisan termoklin di Selat Ombai

Dinamika lapisan termoklin di Selat Ombai ditunjukkan pada Gambar 3-2. Hasil perekaman suhu di tiap lapisan kedalaman secara detail dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar 3-2. Variabilitas suhu di perairan Selat Ombai secara menegak 100-1000 m dan secara temporal 5 Januari 2004 – 4 Januari 2005. 100 250 400 550 700 850 1000 5 10 15 20 25 K e d a la ma n m Suhu o C Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Bulan ke- 36 Gambar 3-2 menunjukkan variabilitas termoklin di perairan Selat Ombai dan terlihat bahwa termoklin pada umumnya memiliki lapisan yang tipis dan berada pada kedalaman ca. 250 m, kecuali bulan Mei yang lapisan termoklinnya tebal dengan kedalaman mencapai 300 m. Kondisi tersebut merupakan fitur termoklin yang paling dalam dibandingkan perairan lain di laut nusantara dan di perairan lintasan Arlindo lainnya Sprintall pers. comm.. Pada masa-masa tertentu, terlihat juga bahwa lapisan termoklin bergerak ke arah dekat permukaan April 2004 dan Juli-Nopember 2004, bahkan pada Agustus 2004 terlihat batas lapisan termoklin berada di kedalaman ca. 200 m. Mann and Lazier 2006 menjelaskan bahwa lapisan termoklin yang tebal dan dalam dapat mengakibatkan penurunan kandungan klorofil-a permukaan, sedangkan lapisan termoklin tipis dan dekat permukaan dapat meningkatkan kandungan klorofil-a permukaan karena proses produksi fitoplankton berlangsung lebih efisien.

3.4.2. Struktur lapisan hambur balik akustik di Selat Ombai

Profil lapisan hambur balik akustik dan biomassa akustik di lapisan epipelagis perairan Selat Ombai ditunjukkan pada Gambar 3-3, berdasarkan intensitas gema echo intensity- EI maksimum yang diterima instrumen moored ADCP. Rata-rata hasil pengukuran dari 4 bim ADCP secara terpisah ditampilkan di Lampiran 8a, 8b, 8c, dan 8d. Terlihat adanya mikrostruktur yang merepresentasikan sebaran dan biomassa komunitas penghambur balik akustik ca. zooplankton dan mikronekton di kolom perairan tersebut. Skala intensitas gema dalam satuan counts ditampilkan berdasarkan pewarnaan yang mewakili biomassa akustik tinggi merah dan rendah biru. Gambar 3-3 menunjukkan bahwa intensitas biomassa akustik yang masif dan paling tinggi dijumpai pada waktu malam hari. Dari pencitraan biomassa akustik pada Gambar 3-3 dan pada tiap bim ADCP Lampiran 8a sd 8d, terlihat adanya struktur mikro yang terpisah-pisah patchy microstructure yang mengindikasikan bahwa komunitas zooplankton dan mikronekton di Selat Ombai banyak yang terperangkap di kolom perairan tertentu. Hal tersebut sangat mungkin terjadi akibat pengaruh internal wave yang memungkinkan adanya stratifikasi kolom perairan Sangra et al. 2001 dan menghambat pergerakan zooplanktonmikronekton dari kolom perairan tempatnya terperangkap. 37 Gambar 3-3. Variabilitas harian EI-maksimum, hasil pengukuran moored ADCP di perairan Selat Ombai Resolusi vertikal terhadap kedalaman menunjukkan bahwa mikrostruktur biomassa akustik sangat jelas terlihat pada kedalaman di atas 250 m sampai ke dekat permukaan pada waktu menjelang malam ca. 17:00 dan 5:00 waktu lokal. Dengan demikian, sangat mungkin mikrostruktur tersebut berasosiasi dengan fenomena migrasi vertikal harian oleh komunitas zooplankton dan mikronekton. Hasil pencitraan ADCP pada Gambar 3-3 tidak melalui proses filter data menggunakan software VmDas, sebagaimana dilakukan oleh Gustamila 2006 dan Kharisma 2009 karena set data yang diterima sudah melalui proses quality control oleh CSIRO. Semua hasil pengukuran empat bim ADCP juga menunjukkan profil biomassa akustik yang tinggi pada malam hari di lapisan dekat permukaan, dengan biomassa akustik yang lebih tinggi dan masif di batas atas lapisan mesopelagis Lampiran 8a sd 8d. Komponen hayati yang diwakilkan oleh biomassa akustik tersebut umumnya adalah kopepoda, telur plankton, dan khaetognatha, yang umum dijumpai di lapisan dekat permukaan Pena 2006, Wisudawati 2006. Di lapisan tengah biomassa akustik diwakilkan oleh amfipoda, euphasiid, dekapoda, dan jenis krustasea lainnya, sedangkan di lapisan dalam biasa dihuni oleh kopepoda berukuran besar, khaetognatha, sifonofor, ostrakoda, larva ikan, dan gastropoda Pena 2006., 38

3.5. Pembahasan

Pengaruh lapisan termoklin terhadap dinamika produktivitas primer dan implikasinya terhadap ketersediaan mangsa apex predator cetacea Kondisi kolom perairan Selat Ombai dikaji berdasarkan profil lapisan termoklin Gambar 3-2 dan lapisan hambur balik akustik Gambar 3-3; Lampiran 8a sd 8d, yang menunjukkan adanya variasi temporal sebaran suhu dan sebaran densitas zooplanktonmikronekton secara melintang terhadap kedalaman. Batas bawah lapisan termoklin bervariasi tiap bulannya, dengan bulan Februari 2004 dan Juli-Agustus 2004 yang memiliki batas bawah lapisan termoklin paling dangkal dibandingkan bulan lainnya dan Mei 2004 sebagai periode dengan batas bawah lapisan termoklin paling dalam Gambar 3-2. Bila dikaitkan dengan dinamika produktivitas primer bulanan yang ditunjukkan oleh Gambar 2-6, maka pada bulan Februari, Juli, dan Agustus 2004 terlihat adanya fitur upwelling dan kandungan klorofil-a permukaan yang tinggi di perairan tersebut Gambar 2-6 dan Lampiran 4. Mann and Lazier 2006 menjelaskan bahwa lapisan termoklin yang dangkal lebih potensial memacu peningkatan produktivitas primer perairan, karena difusi zat hara dari dasar perairan menjadi lebih efektif dimanfaatkan oleh fitoplankton yang berada di lapisan dekat permukaan. Atmadipoera et al. 2009 menekankan adanya kondisi spesifik di lapisan termoklin Selat Ombai sehingga fenomena percampuran vertikal yang intensif bisa berlangsung, yaitu pengaruh massa air tawar dari Laut Jawa mencapai batas bawah lapisan termoklin. Percampuran vertikal tersebut berlangsung sepanjang tahun sehingga, ditambah pengaruh lapisan termoklin yang dangkal, fenomena internal wave, dan pergerakan Arlindo, menyokong kondisi persistent upwelling, terbentuknya eddies dan thermal front, serta terdeteksinya fitur biological hot spots oleh sensor SeaWiFS. Kondisi yang demikian, potensial menjadikan perairan Selat Ombai sebagai foraging site komunitas cetacea apex predator, terutama Stenella longirostris, Pseudorca crassidens, dan Orcinus orca yang memangsa nekton epipelagis. Populasi Stenella longirostris di Hawaii juga kerap terdeteksi di wilayah biological hot spots dan memangsa komunitas perbatasan mesopelagis Benoit-Bird and Au 2003. 39 Profil lapisan hambur balik akustik dan implikasinya terhadap produktivitas primer perairan dan ketersediaan mangsa apex predator cetacea Penggunaan instrumen ADCP dalam penelitian oseanografi biologi, terutama zooplankton, masih tergolong hal yang baru Greene and Wiebe 1990, namun sejumlah aplikasi terhadap pemanfaatan data ADCP untuk mengkaji dinamika komunitas hayati telah banyak dilakukan ca. Gustamila 2006, Kaltenberg 2004. Trevorrow 2005 memberikan sejumlah kelebihan dalam penggunaan teknologi bioakustik ini, terutama dalam kemampuannya mengetahui struktur habitat pelagis secara vertikal yang tidak bisa diketahui hanya dengan menggunakan jaring plankton biasa. Selain itu, kelebihan dalam menampilkan data bersinambung dan kemampuan sinoptiknya melingkupi ruang dan periode tertentu di suatu sistem perairan Trevorrow 2005, Greene and Wiebe 1990 menjadikan teknologi ini semakin marak diaplikasikan. Dari Gambar 3-3 dapat dilihat bahwa lapisan HBA di perairan Selat Ombai berada pada kedalaman ca. 250 m, yang merupakan batas bawah lapisan termoklin. Dari sini dapat diduga bahwa level kedalaman tersebut merupakan domain interaksi pemangsaan yang utama antara komunitas fitoplankton dan zooplankton. Biomassa akustik di lapisan pelagis menunjukkan adanya variasi sebaran vertikal pada periode tertentu dalam kurun waktu 24 jam. Pada petang hari, ca. 17:00 waktu lokal, terlihat jelas adanya mikrostruktur yang berkorespondensi dengan tingkah laku migrasi vertikal harian karena sebarannya mencapai ke lapisan dekat permukaan. Gambar 3-3 juga menunjukkan kecenderungan adanya sinyal EI yang bias di batas bawah lapisan termoklin ca. 250 m. Hal ini sangat mungkin dipengaruhi oleh sebaran partikel tersuspensi selain komunitas zooplanktonmikronekton, seperti bahan organik atau sedimen, yang juga dapat mempengaruhi sinyal EI yang diterima ADCP. Trevorrow 2005 dan Berman et al. 2002 menjelaskan pentingnya pemahaman mengenai 1 kondisi lapisan pelagis, terutama terkait fitur upwelling, lapisan termoklin, dan topografi, 2 laju migrasi vertikal tiap jenis zooplanktonmikronekton, karena masing-masing dapat mempengaruhi karakteristik gema. Hal lain yang mempengaruhi karakteristik gema yang dipantulkan zooplankton terkait dengan adaptasi fisiologis, karena EI tidak hanya dipengaruhi oleh kelimpahan tetapi juga morfologi dan kandungan lipid tubuhnya. Dagg et al. 2006 mendapati dua kelompok populasi Neocalanus spp. di dua tipe habitat di sekitar front Gulf of Alaska, 40 yang masing-masing memiliki variasi morfologi dan kandungan lipid. Variasi tersebut selanjutnya mempengaruhi dinamika pemangsaan fitoplankton dan karakteristik EI. Zooplankton yang terperangkap di wilayah transisi front, memiliki kandungan lipid lebih banyak dan menghasilkan nilai EI yang lebih tinggi dibandingkan zooplankton di luar zona front, walaupun merupakan spesies yang sama. Pemangsaan fitoplankton di zona front juga berlangsung lebih agresif, sehingga tak jarang sel fitoplankton tidak utuh dicerna oleh zooplankton. Keberadaan sel fitoplankton hidup yang didukung oleh mekanisme mixingstirring, yang umum terdapat di zona front, dan radiasi matahari yang cukup di lapisan kedalaman tersebut, selanjutnya menyokong proses reproduksi populasi fitoplankton untuk kembali melimpah. Kesinambungan proses bioenergetika di wilayah front memungkinkan eskalasi produksi dan pemangsaan antar komunitas jenjang trofik yang berbeda, baik di tingkat dasar fitoplankton maupun di tingkat perantara zooplankton. Pada akhirnya, kondisi tersebut memacu kehadiran nekton pelagis yang merupakan mangsa apex predator cetacea.

3.6. Simpulan