Suhu permukaan laut Kandungan klorofil-a dan produktivitas primer

9 dihasilkan oleh sebaran sinar tampak yang dipengaruhi oleh substansi terlarut maupun tersuspensi. Nontji 2006 menuliskan bahwa warna biru di laut hanya muncul bila di perairan tersebut tidak dijumpai material humus, fitoplankton, dan umumnya miskin produksi organik; sedangkan warna cyan sampai kuning menunjukkan perairan tersebut kaya akan plankton. Terkait dengan kajian habitat pelagis, maka pemahaman lingkungan perairan sebaiknya diawali dengan awal mata rantai produksi primer yaitu fitoplankton. Saat ini kemajuan di bidang penginderaan jauh kelautan telah memungkinkan penyediaan data lingkungan fisik berdasarkan tampilan warna muka laut hasil interpretasi data inderaja satelit. Dalam lingkup kajian habitat cetacea di Selat Ombai, bab ini memaparkan profil habitat berdasarkan interpretasi tampilan warna muka laut yang datanya diperoleh sensor SeaWiFS. Data warna muka laut SeaWiFS digunakan untuk menyajikan sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a, yang selanjutnya dikaitkan dengan lokasi spesifik dijumpainya komunitas cetacea.

2.2. Faktor biofisik lingkungan yang berperan terhadap komunitas cetacea

2.2.1. Suhu permukaan laut

Pengaruh suhu permukaan laut terhadap keberadaan cetacea bersifat tidak langsung, terutama dalam kaitannya mempengaruhi struktur hidrologi dan produktivitas primer Viale 1985. Berbeda halnya bila hubungan keberadaan cetacea dikaitkan dengan profil thermal front, yang menunjukkan area sempit tempat terbentuknya gradien suhu yang tinggi baik secara vertikal maupun horizontal. Lalli and Parsons 2000 serta Mann and Lazier 2006 menuliskan bahwa thermal front umumnya dibentuk oleh mekanisme konvergensidivergensi dari dua massa air yang sangat berbeda karakteristik suhunya, yang kemudian diikuti oleh pengadukan massa air, pemusatan nutrien dan komunitas plankton di badan air tertentu, yang pada akhirnya menciptakan suatu wilayah perairan dengan produktivitas tinggi. 10 Dalam kaitannya dengan sebaran cetacea, Tynan et al. 2005 berhasil mengaitkan keberadaan 44.5 sebaran perjumpaan Lagenorhynchus obliquidens pacific white-sided dolphin terhadap fitur thermal front yang nampak jelas pada awal musim panas di perairan California. Hal yang sama juga membuat rentang spasial cetacea yang identik dengan perairan pesisir hangat, Phocoena phocoena harbor porpoise, menjadi lebih melebar ke arah lepas pantai Kalifornia mendekati thermal front Tynan et al. 2005. Masih dari perairan Pasifik, terdapat asosiasi yang erat antara thermal front sepanjang musim semi hingga gugur di barat laut Pasifik dengan kehadiran Balaenoptera musculus Moore et al. 2002 dan untuk Eubalaena glacialis di perairan Great South Channel Brown and Winn 1989. Profil yang serupa juga dijumpai di perairan Atlantik, tepatnya di selatan Irish Sea, yang menampakkan konsistensi perjumpaan Phocoena phocoena dengan thermal front musiman di perairan tersebut Weir and O’Brien 2000.

2.2.2. Kandungan klorofil-a dan produktivitas primer

Mekanisme produksi primer di lingkungan laut didominasi oleh proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton, mengonversi nutrien dengan bantuan energi matahari menjadi karbohidrat, dan merupakan proses fundamental dalam jejaring makanan di laut Nontji 2006; Mann and Lazier 2006; Lalli and Parsons 2000. Konsentrasi fitoplankton di suatu wilayah perairan selanjutnya digunakan untuk mengukur laju produktivitas primer di laut, sedangkan klorofil-a merupakan pigmen yang paling utama dalam menyerap spektrum radiasi matahari, terutama pada kisaran panjang gelombang 650-700 nm dan 450 nm Nontji 2006. Sebagai konsekuensi dari mekanisme tersebut, spektrum radiansi yang dipantulkan oleh permukaan laut berada pada kisaran cahaya tampak 400- 700 nm dan sangat bergantung pada konsentrasi kloforil-a yang terkandung di dalam perairan tersebut Mann and Lazier 2006; Lalli and Parsons 2000. Dengan memanfaatkan kemampuan sinoptik inderaja satelit dalam memindai zat warna yang dominan di suatu perairan ocean color remote sensing, profil produktivitas primer yang diwakili oleh kandungan klorofil-a dapat dilakukan secara efisien. 11 Sebagai biota yang berada di jenjang trofik tertinggi, cetacea membutuhkan wilayah laut yang di dalamnya terdapat konsentrasi klorofil-a tinggi secara berkesinambungan persistent high chlorophyll-a concentration. Hal tersebut mudah dipahami untuk kelompok rorquals yang merupakan filter feeder, namun tidak demikian dengan kelompok Odontoceti karena adanya beda fase time lag antara produksi fitoplankton dengan produksi mangsa cetacea yang berupa ikan pelagis. Hal tersebut dicontohkan oleh Burtenshaw et al. 2004 yang mendapati hubungan erat antara pergerakan paus biru Balaenoptera musculus di wilayah perairan dengan konsentrasi klorofil-a tinggi, mulai dari perairan lepas pantai selatan California pada akhir musim panas hingga perairan pantai Vancouver di akhir musim gugur. Berbeda dengan hasil kajian Davis et al. 2002 yang mengaitkan sebaran 19 jenis cetacea di Teluk Mexico tidak hanya dengan produktivitas primer tinggi, tetapi juga dengan fitur hidrografi seperti pusaran eddies dan tebing paparan benua continental shelf slope yang merupakan area terpusatnya komunitas zooplankton. Hasil yang serupa ditunjukkan oleh preferensi tiga jenis Odontoceti di habitat pelagis continental shelf slope di lepas pantai barat Skotlandia, karena di wilayah tersebut mereka mudah memangsa ikan herring Clupea harengus yang berasosiasi erat dengan zooplankton yang terperangkap di sepanjang continental shelf slope tersebut Embling et al. 2005. Ditinjau secara vertikal, dari permukaan ke dasar, perairan laut memiliki stratifikasi berdasarkan perbedaan konsentrasi sejumlah parameter biofisik, seperti suhu dan klorofil-a. Di luar zona front, produktivitas primer di bawah lapisan termoklin dapat diabaikan, namun tidak demikian halnya di wilayah terjadinya front, yang ternyata memiliki produktivitas primer di lapisan kolom perairan 6.5 kali lebih tinggi dengan konsentrasi klorofil-a 40 kali lebih banyak dibandingkan di lapisan permukaan Mann and Lazier 2006. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya lapisan piknoklin yang dangkal terdapat di zona front, yang di dalamnya secara persisten memerangkap komunitas fitoplankton. Di lapisan ini, fitoplankton dapat melakukan aktivitas fotosintesis secara lebih aktif karena mendapat pencahayaan yang cukup dari permukaan laut dan asupan nutrien yang secara terus-menerus terdifusi dari lapisan bawah Lalli and Parsons 2000; Mann and Lazier 2006. Umumnya kondisi lapisan perairan yang mendukung terjadinya 12 upwelling adalah adanya lapisan termoklin yang dangkal Mann and Lazier 2006. Kondisi yang demikian telah digambarkan oleh Wyrtki 1962 dan Purba et al. 1994 di perairan selatan Jawa, khususnya pada saat berlangsungnya upwelling musiman di bulan Agustus.

2.3. Bahan dan metode