44
4. SEBARAN DAN KELIMPAHAN CETACEA
DI SELAT OMBAI
4.1. Pendahuluan
Laut Indonesia diketahui merupakan habitat cetacea dan diperkirakan paling tidak ada 30 spesies cetacea yang tercatat di berbagai wilayah perairan nusantara Rudolph et
al. 1997, Tomascik et al. 1997 meski informasi terinci mengenai sebaran dan kelimpahannya masih perlu pengajian lebih luas. Salah satu faktor yang menjadi
lambannya kajian cetacea di Indonesia, terutama di alam bebas, adalah sangat diperlukannya moda kapal cepat dengan daya jelajah tinggi dan kapal tersebut harus
memiliki ruang yang cukup lapang untuk aktivitas rutin minimal dua orang pengamat cetacea. Dengan demikian, penelitian terhadap komunitas cetacea di habitat aslinya bisa
menjadi satu kegiatan yang memerlukan biaya tinggi. Khusus di perairan Selat Ombai dan sekitarnya Laut Sawu, perairan Solor, dan perairan Nusa Tenggara, sedikitnya
tercatat ada 23 spesies cetacea dan enam spesies di antaranya tergolong paus berukuran besar Rudolph et al. 1997, Tomascik et al. 1997, Barnes 1996. Sebagai biota nektonik
yang memiliki daya jelajah tinggi, sejumlah jenis cetacea diketahui menggunakan berbagai selat dan perairan antar pulau di wilayah timur Indonesia sebagai jalur migrasi
utama masuk dan keluar perairan nusantara menuju Samudera Pasifik danatau Samudera Hindia. Pemahaman mengenai sebaran, kelimpahan, dan pola pergerakan
cetacea di suatu perairan dapat digunakan untuk menelaah ekologi cetacea di lingkungan tersebut, juga sebagai bahan masukan dalam rumusan pengelolaan dan
konservasi cetacea di Indonesia. Selat Ombai, terletak antara Pulau Alor dan Pulau Timor, yang memiliki
kedalaman sill 3250 meter merupakan salah satu jalur utama pergerakan Arus Lintas Indonesia Arlindo, juga berperan sebagai satu-satunya perairan di wilayah tropis yang
menghubungkan dua massa air dari dua samudera yang berbeda yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia Gordon 2001, Molcard et al. 2001. Perairan Selat Ombai
memiliki karakteristik yang dinamis, ditandai dengan tingginya produktivitas primer yang kuantitasnya berubah-ubah dalam jangka waktu singkat akibat proses percampuran
massa air yang kompleks Moore and Marra 2002, Robertson and Ffield 2005,
45 Atmadipoera et al. 2009. Terkait dengan hal tersebut, di lokasi ini diletakkan dua
mooring oseanografi sebagai bagian dari program penelitian INSTANT yang mengkaji karakteristik dan dinamika Arlindo dari tahun 2003-2006. Dalam program penelitian
ini, terdapat kegiatan pelayaran yang melintasi sejumlah wilayah perairan yang menjadi jalur masuknya massa air Samudera Pasifik dan jalur keluar menuju Samudera Hindia.
Jalur masuk dan keluar Arlindo, terutama yang ada di perairan Sunda Kecil, ditengarai merupakan koridor migrasi paus Kahn et al. 2000, Kahn 2001, sehingga Pelayaran
INSTANT merupakan platform yang ideal untuk melakukan kajian cetacea serta mencari tahu keterkaitan ekologi cetacea dengan perairan yang menjadi habitatnya.
Dalam dua kali pelayaran INSTANT, untuk menenggelamkan Desember 2003 – Januari 2004, Pelayaran INSTANT I dan recoveryredeployment mooring oseanografi
Juni-Juli 2005, Pelayaran INSTANT II, survei visual cetacea telah dilakukan dan dikhususkan di perairan Selat Ombai dan sekitarnya. Topik “Sebaran dan Kelimpahan
Cetacea di Selat Ombai”, yang menjadi bagian dari tesis ini, ditujukan untuk menguraikan hasil pengamatan survei visual cetacea selama dua pelayaran INSTANT
tersebut. Dengan demikian diharapkan dapat diketahui sebaran spasial dan temporal komunitas cetacea di perairan Selat Ombai, serta kedudukan trofik komunitas cetacea
dapat dipahami berdasarkan tingkah laku pemangsaannya.
4.2. Komunitas cetacea di Selat Ombai dan sekitarnya