Pembahasan PROFIL OSEANOGRAFI BERDASARKAN WARNA

22

2.5. Pembahasan

Perairan Selat Ombai memiliki keunikan spesifik dalam kaitannya dengan sejumlah fenomena oseanografi dan komunitas apex predator cetacea. Data inderaja satelit hasil pemindaian sensor SeaWiFS dapat digunakan untuk mendeteksi sejumlah fitur oseanografi penting yang dapat menjelaskan mengapa komunitas cetacea memanfaatkan beberapa lokasi di perairan Selat Ombai sebagai habitat makannya. Siegel et al. 2004 menjelaskan bahwa pencitraan muka laut hasil interpretasi data SeaWiFS memiliki sejumlah kelebihan, yang di antaranya adalah menampilkan nilai parameter klorofil-a permukaan dan fitur proses oseanografi penting, seperti upwelling, downwelling, dan eddies, yang dapat disesuaikan skala ruang dan waktunya, serta tersedia secara konsisten sejak 1 Agustus 1997. Pada penelitian ini digunakan 25 peta citra SeaWiFS, yang lima di antaranya merupakan data real time yang selaras waktu perekamannya dengan pengambilan data lapangan komunitas cetacea di Selat Ombai. Gambar 2-1 dan 2-2 menunjukkan pencitraan muka laut berdasarkan parameter suhu permukaan laut, yang secara rinci menunjukkan keberadaan fitur thermal front, terutama di timur Pulau Alor dan di barat laut Pulau Timor. Gambar 2-3, 2-4, 2-5, dan 2-6 menunjukkan profil muka laut hasil pencitraan SeaWiFS berdasarkan parameter klorofil-a permukaan, yang masing-masing menunjukkan adanya fenomena peningkatan konsentrasi klorofil-a permukaan upwelling secara permanen di perairan Selat Ombai. Resolusi spasial data LAC Level 2 SeaWiFS dapat menunjukkan secara detail lokasi dan bentang wilayah terbentuknya fitur eddies di Selat Ombai Gambar 2-3 sd 2-5. Hasil kajian Sangra et al. 2001 di perairan Gran Canaria menunjukkan adanya fitur mesoscale eddies berdasarkan konsentrasi klorofil-a permukaan di daerah leeward Pulau Canari yang dipengaruhi oleh internal wave. Fitur eddies tersebut mengakibatkan peningkatan biomassa fitoplankton serta menyokong peningkatan biomassa zooplankton sepuluh kali lipat dibandingkan di daerah windward Pulau Canari. Mekanisme serupa juga terdapat di Selat Ombai, karena memang terdapat fitur internal wave di perairan tersebut Moore and Marra 2002, yang intensitasnya bervariasi terhadap penjalaran gelombang pasut, sehingga 23 memiliki frekuensi yang lebih tinggi dan berkontribusi terhadap eskalasi produktivitas primer setempat Robertson and Ffield 2005, 2008. Peningkatan kandungan klorofil-a di Selat Ombai secara langsung menunjukkan bahwa komunitas fitoplankton, yang menjadi landasan piramida makanan di ekosistem laut, tersedia dalam jumlah yang melimpah secara kontinu atau bahwa perairan Selat Ombai memiliki mekanisme percampuran massa air yang intensif. Walaupun tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan keberadaan komunitas cetacea yang dijumpai di perairan tersebut, adanya sejumlah lokasi dengan kandungan klorofil-a tinggi menyokong ketersediaan mangsa cetacea dari jenis Stenella longirostris dan Pseudorca crassidens, karena apex predator cetacea dari spesies tersebut seringkali dijumpai tengah melakukan aktivitas foraging dan makan di perairan Selat Ombai. Selain upwelling, fitur oseanografi lain yang tak kalah penting yang terdeteksi oleh data SeaWiFS adalah thermal front, yang umumnya terbentuk di tepian Pulau Alor dan Timor, tempat Arlindo memasuki perairan Selat Ombai menuju Laut Sawu. Spesies cetacea yang memiliki kecenderungan terhadap thermal front di Selat Ombai adalah Stenella longirostris. Ballance et al. 2006 menuliskan bahwa spesies tersebut juga selalu dijumpai di perbatasan massa air hangat Peru Current dan Equatorial Front di timur Pulau Galapagos. Selain Stenella longirostris, terbentuknya fitur thermal front secara musiman juga mempengaruhi sebaran sejumlah spesies cetacea yang lain, seperti rorquals di Gulf of St. Lawrence, Kanada Doniol-Valcroze et al. 2007, pesut Phocoena phocoena di lepas pantai Barat Skotlandia Embling et al. 2004, serta banyak jenis cetacea di perairan California Current System Tynan et al. 2005, Burtenshaw et al. 2004. Apabila Viale 1985 menyatakan bahwa hubungan antara suhu perairan dengan sebaran cetacea bersifat tidak langsung, maka hal yang berbeda dikemukaan oleh Bost et al. 2009 yang menuliskan bahwa front merupakan fitur oseanografi yang sangat penting bagi apex predator cetacea di perairan Southern Ocean. Ballance et al. 2006 mengkaji pengaruh oseanografi dan karakteristik massa air di perairan tropis Pasifik Timur dan mendapati bahwa 24 Equatorial Front merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi sebaran dan densitas cetacea di perairan tersebut. Martin 2003 menyarikan bahwa fitur front dan eddies di laut merupakan faktor utama yang memacu peningkatan produktivitas primer dan biomassa fitoplankton. Hal ini disebabkan oleh terperangkapnya komunitas fitoplankton di bagian-bagian perairan tertentu dan eskalasi proses fotosintesis terjadi akibat mekanisme pengadukan mixing and stirring yang menyuplai nutrien secara terus-menerus dari perairan dalam. Keberadaan proses vertical mixing di perairan Selat Ombai telah dibuktikan oleh Atmadipoera et al. 2009, sehingga diduga proses tersebut merupakan salah satu mekanisme utama yang menyebabkan kondisi persistent upwelling dapat dijumpai di perairan ini Gambar 2-6. Selain memacu produktivitas primer, front dan eddies juga dapat dikaitkan dengan sebaran spasial apex predator cetacea di laut, karena merupakan faktor fisiografi utama yang memungkinkan terjadinya interaksi predator-mangsa antara penghuni jenjang trofik tertinggi dan terendah, khususnya Stenella longirostris, Pseudorca crassidens, dan Orcinus orca yang dijumpai memangsa schooling ikan pelagis permukaan Gambar 2-1 sd 2-5. Keberadaan ikan pelagis sebagai salah satu predator utama di wilayah perbatasan front dan eddies sangat terkait dengan retensi agregasi zooplankton, larva ikan, dan komunitas grazers lain, sehingga komunitas apex predator cetacea juga mendatangi wilayah perairan ini untuk memangsa schooling ikan pelagis tersebut. Namun demikian, fitur lapisan permukaan tersebut tidak dapat dikaitkan dengan konsistensi perjumpaan dengan Physeter macrocephalus yang mangsanya merupakan biota penghuni laut dalam, terutama cephalopoda. Palacios et al. 2006, Hastie et al. 2004 dan Worm et al. 2003 mengenalkan istilah biological hot spots, yang menunjukkan wilayah tertentu di perairan laut, bila dibandingkan wilayah perairan lain di dekatnya, yang memiliki kandungan kloforil-a permukaan yang tinggi disertai kelimpahan predator yang tinggi pula, terutama biota pelagis besar, seperti ikan, penyu, burung laut, dan cetacea. Burtenshaw et al. 2004 mendapati preferensi Balaenoptera musculus terhadap beberapa titik biological hot spots di perairan California Current System. 25 Dengan demikian, Selat Ombai juga merupakan biological hot spots di perairan nusantara karena merupakan lokasi yang secara konsisten memiliki kandungan klorofil-a tinggi dan keberadaan populasi apex predator tinggi, terutama untuk spesies Stenella longirostris, Pseudorca crassidens, dan Physeter macrocephalus yang dijumpai secara konsisten di perairan tersebut.

2.6. Simpulan