84 menyatakan bahwa pada saluran 6, petani memperoleh sebanyak 100 persen dari
harga yang dibayar konsumen, yaitu sebesar Rp 3.460,00 per kilogram jeruk siam. Pada saluran 1 besarnya farmer’s share adalah 30 persen, hal ini berarti petani
memperoleh bagian 30 persen dari harga yang diterima oleh konsumen. Pada saluran 2, petani memperoleh bagian sebesar 51,72 persen dari harga yang
diterima oleh konsumen. Pada saluran 3, petani meperoleh bagian sebesar 75 persen dari harga yang diterima oleh konsumen. Sedangkan pada saluran 4 dan 5,
petani mendapatkan bagian masing-masing sebesar 60 persen dan 67,12 persen dari harga yang diterima oleh konsumen. Walaupun persentase farmer’s share
terbesar terdapat pada saluran 6, tidak dapat dikatakan bahwa saluran 6 merupakan saluran yang paling efisien dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal
ini disebabkan karena, lembaga pemasaran atau perantara tidak terlibat dalam saluran ini. Sehingga pada saluran ini tidak dilakukan fungsi-fungsi pemasaran
yang dapat meningkatkan nilai tambah pada komoditi jeruk siam tersebut. Oleh sebab itu, berdasarkan nilai farmer’s share maka saluran 3 merupakan saluran
yang paling efisien karena memiliki nilai farmer’s share yang paling besar yaitu sebesar 75 persen.
Tabel 22.
Analisis Farmers Share pada Saluran Pemasaran Jeruk di Kampung Wadio Tahun 2011
Saluran Pemasaran Harga di Tingkat Petani
Rpkg Harga di Tingkat
Farmers Share Konsumen Rpkg
I 3.000,00
10.000,00 30,00
II 3.500,00
6.766,67 51,72
III 3.500,00
4.666,67 75,00
IV 4.333,33
7.222,22 60,00
V 4.541,67
6.766,67 67,12
VI 3.460,00
3.460,00 100,00
6.6. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya
Berdasarkan Soekartawi 2004, suatu sistem pemasaran dapat dikatakan efisien apabila biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan merupakan biaya
terendah yang dapat menyampaikan hasil-hasil pertanian kepada konsumen, kemudian dari total harga yang dibayarkan konsumen dapat melakukan
85 pembagian harga secara merata kepada semua pihak dalam pemasaran.
Berdasarkan uraian komponen biaya-biaya pemasaran pada ketiga saluran, penggunaan biaya-biaya pemasaran sudah dipergunakan serendah-rendahnya.
Sebab semua biaya yang dikeluarkan adalah sesuai dengan kebutuhan untuk melakukan pemasaran suatu produk dan besarnya telah sesuai dengan harga yang
berlaku. Menurut Asmarantaka 2009, efisiensi operasional suatu sistem pemasaran lebih tepat menggunakan rasio antara keuntungan dengan biaya,
karena pembanding opportunity cost dari biaya adalah keuntungan. Sehingga, untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran secara kuantitatif dapat
menggunakan perhitungan rasio keuntungan terhadap biaya yaitu rasio keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran terhadap biaya yang telah
dikeluarkan untuk kegiatan pemasaran. Tabel 23 menyajikan hasil perhitungan rasio keuntungan terhadap biaya tiap saluran pemasaran.
Tabel 23.
Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya pada Lembaga Pemasaran Jeruk di Kampung Wadio Tahun 2011
Lembaga Pemasaran Keuntungan Rpkg
Biaya Rpkg Nilai RC Rasio
Saluran 1
Pedagang pengumpul 241,00
559,00 0,43
Pedagang Besar 136,00
136,00 1,00
Pedagang Pengecer 3.720,88
679,12 5,48
Total 4.097,88
1.374,12 2,98
Saluran 2
Pengecer pasar 1.024,60
142,07 7,21
Pengecer pinggir jalan 133,53
1.966,47 0,07
Total 1.158,13
2.108,54 0,55
Saluran 3
Pengecer pasar 1.024,60
142,07 7,21
Total 1.024,60
142,07 7,21
Saluran 4
Pengecer keliling 856,56
2.032,33 0,42
Total 856,56
2.032,33 0,42
Saluran 5
Pengecer pinggir jalan 343,76
1.881,24 0,18
Total 343,76
1.881,24 0,18
86 Pada saluran 1, pedagang pengecer memperoleh keuntungan terbesar yaitu
sebesar Rp 3.720,88 per kilogram dan menanggung biaya pemasaran terbesar yaitu Rp 679,12 per kilogram, dengan nilai rasio keuntungan terhadap biaya
sebesar 5,48. Hal ini berarti untuk setiap 1 satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer akan menghasilkan keuntungan sebesar 5,48 rupiah.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 1 adalah 2,98, maka untuk setiap 1 satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh
lembaga pemasaran akan menghasilkan keuntungan sebesar 2,98 rupiah. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 2 adalah 0,55, dengan total
keuntungan terbesar diperoleh oleh pengecer pasar sebesar Rp 1.024,60 per kilogram dan biaya terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer pinggir jalan
sebesar Rp 1.966,47 per kilogram. Pada saluran 3 diperoleh nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar dibandingkan dengan saluran lainnya, yaitu sebesar 7,21,
dengan total keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer pasar sebesar Rp 1.024,60 per kilogram dan total biaya pemasaran yang ditanggung sebesar Rp
142,07 per kilogram. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 4 dan 5 masing-masing adalah 0,42 dan 0,18. Pada saluran 4, total keuntungan yang
diperoleh pengecer keliling adalah sebesar Rp 856,56 per kilogram dan menanggung biaya pemasaran sebesar Rp 2.032,33 per kilogram. Sedangkan pada
saluran 5, total biaya pemasaran yang ditanggung oleh pengecer pinggir jalan adalah sebesar Rp 1.881,24 dan memperoleh keuntungan Rp 343,76 per kilogram.
Sedangkan pada saluran 6, tidak terdapat lembaga pemasaran yang terlibat dan petani tidak mengeluarkan biaya pemasaran.
Saluran yang memiliki nilai lebih besar dari satu merupakan saluran yang menguntungkan untuk dijalankan. Sehingga berdasarkan analisis rasio keuntungan
terhadap biaya, saluran yang paling menguntungkan untuk dijalankan adalah saluran 3, karena saluran 3 memiliki nilai rasio tertinggi. Saluran 1 juga memiliki
nilai rasio lebih besar dari satu yaitu 2,98, sehingga saluran 1 juga merupakan saluran yang menguntungkan untuk dijalankan. Sedangkan saluran 2, 4 dan 5
relatif kurang menguntungkan untuk dijalankan karena rasio keuntungan terhadap biaya pada ketiga saluran ini bernilai lebih kecil dari satu. Hal ini disebabkan
karena keuntungan yang diperoleh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan,
87 sehingga biaya yang telah dikeluarkan tidak memberikan keuntungan bagi pelaku
pemasaran tersebut. Bila melihat penyebaran harga yang diterima oleh konsumen kepada biaya pemasaran, pada saluran 1 harga yang diterima oleh konsumen tidak
tersebar secara merata. Sebab pada saluran 1, pedagang pengecer mengambil keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pedagang pengumpul dan
pedagang besar. Hal yang sama juga terjadi pada saluran 2, pembagian keuntungan tidak dilakukan secara merata. Oleh sebab itu, saluran 1 dan 2 dapat
dikatakan kurang efisien.
6.7. Efisiensi Pemasaran