77 dilapangan, satu orang pedagang pengumpul melakukan pembayaran setelah jeruk
dipasarkan ke luar daerah yaitu 5 hari setelah pemanenan, sedangkan pedagang pengumpul lainnya melakukan pembayaran kepada petani secara tunai. Demikian
juga sistem pembayaran yang berlaku diantara petani jeruk di Kampung Wadio dengan pedagang pengecer lokal, pembayaran dilakukan secara tunai. Sedangkan
sistem pembayaran antara pedagang pengumpul dengan pedagang besar setengahnya dilakukan dua hari sebelum proses pembelian dibayar dimuka,
melalui fasilitas transfer bank. Kemudian sisa pembayaran akan dibayarkan setelah jeruk tersebut terjual di luar daerah. Sistem pembayaran yang berlaku
antara pedagang besar dengan pedagang pengecer non lokal dilakukan secara tunai pada saat proses pembelian.
c. Kerjasama antar lembaga-lembaga pemasaran
Pada umumnya hubungan yang berlaku antara pembeli dan penjual dalam sistem pemasaran jeruk di Kampung Wadio hanya sebatas sebagai penjual dan
pembeli. Kerjasama yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan pedagang besar sebatas dalam hal pembiayaan modal awal. Pemodalan awal diberikan
kepada pedagang pengumpul untuk membeli jeruk dari petani. Kerjasama juga dilakukan pedagang pengumpul dengan petani dalam penyediaan peti-peti kayu
yang digunakan untuk mengemas jeruk-jeruk yang telah dipanen oleh petani.
6.5. Struktur Biaya, Margin Pemasaran dan Farmer’s Share
Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk kegiatan memasarkan produknya. Biaya-biaya pemasaran yang
dikeluarkan oleh lembaga pemasaran adalah biaya tenaga kerja, biaya pengangkutan, biaya pengemasan, biaya penyusutan, retribusi, biaya
penyimpanan, dan penimbangan. Komponen biaya dan besarnya biaya pemasaran berbeda-beda berdasarkan saluran pemasaran. Akan tetapi. Selain biaya-biaya
yang telah diidentifikasi, masih terdapat biaya transaksi yang tidak dapat dianalisis pada penelitian ini.
78
6.4.1. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk upah tenaga kerja. Besarnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan
oleh pedagang pengecer luar kota pada saluran 1 adalah Rp 100,- per kilogram. Pekerjaan yang dilakukan tenaga kerja yaitu mengangkut peti-peti yang berisi
jeruk sebanyak 50 kilogram per petinya. Pengangkutan dimulai dari tempat pengumpulan hingga memasukkannya ke dalam container. Selain memberikan
upah berupa uang, tenaga kerja tersebut juga dibiayai makan dan diberi rokok. Pedagang pengecer luar kota juga mengeluarkan biaya tenaga kerja, yang diupah
untuk melakukan pengangkutan setelah jeruk dibeli dari pedagang besar. Sedangkan pada saluran 2, 3, 4, dan 5 pedagang pengecer tidak mengeluarkan
biaya untuk tenaga kerja, karena pada umumnya kegiatan pengangkutan dan sortasi dilakukan sendiri walaupun terkadang dibantu juga oleh tenaga kerja
keluarga.
6.4.2. Biaya Pengangkutan
Biaya pengangkutan merupakan biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran untuk memindahkan produk yang akan dijual dari satu tempat ke
tempat yang lain. Hal ini dilakukan agar memudahkan produk tersebut sampai ke tangan konsumen, contohnya dari tempat petani ke tempat pedagang pengecer
melakukan penjualan. Pada saluran 1, biaya pengangkutan dari tempat pengumpulan jeruk ke pelabuhan ditanggung oleh pedagang besar. Tetapi hal ini
dilakukan melalui pedagang pengumpul, dimana pedagang pengumpulah yang mencari jasa pengangkutan dengan menggunakan truk. Biaya yang dikeluarkan
oleh pedagang besar adalah sebesar Rp 3.000.000,00 per truk yang dapat mengangkut 200 peti sekali angkut. Sehingga biaya pengangkutan per
kilogramnya adalah Rp 300,00. Biaya tersebut digunakan untuk membayar jasa supir dan bahan bakar serta sewa alat. Pedagang pengecer juga mengeluarkan
biaya pengangkutan untuk mengangkut jeruk yang telah dibeli dari pedagang besar dari tempat pembongkaran container hingga tempat berjualan. Besarnya
biaya yang dikeluarkan adalah Rp 250,00 per kilogram. Pada saluran 2, 4 dan 5, biaya pengangkutan yang dikeluarkan oleh
pedagang pengecer pasar dan pedagang pengecer pinggir jalan adalah sebesar Rp
79 95,89 per kilogram. Biaya ini dikeluarkan untuk mengangkut jeruk dengan rata-
rata per harinya sebanyak 46,93 kilogram. Pada saluran 3, pedagang pengecer keliling mengeluarkan untuk membeli bahan bakar bensin sebesar Rp 210,00 per
kilogram. Dimana pedagang pengecer melakukan pengangkutan dengan menggunakan motor yang umumnya adalah milik sendiri. Apabila menggunakan
motor, kapasitas jeruk yang dapat diangkut sekali jalan adalah 75 kilogram. Per harinya kegiatan pengangkutan menghabiskan 3,5 liter bensin seharga Rp
4.500,00 per liter. Sedangkan pada saluran 5 dan 6, petani tidak mengeluarkan biaya pengangkutan, karena biaya tersebut ditanggung oleh pembeli atau
konsumen. Biaya pengangkutan pada saluran 1 lebih besar dibandingkan dengan saluran lainnya, sebab jeruk yang didistribusikan melalui saluran 1 dibeli oleh
pembeli luar kota dan tujuan penjualannya ke luar kota, sedangkan saluran lainnya dibeli oleh pembeli atau konsumen lokal dan tujuan penjualannya hanya pada
pasar lokal.
6.4.3. Biaya Pengemasan
Biaya pengemasan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk menjaga kualitas jeruk. Selain itu, agar jeruk tetap dalam
keadaan baik. Biaya pengemasan pada saluran 1, yang dikeluarkan oleh pedagang besar melalui pedagang pengumpul berupa pembelian peti kayu dan paku. Peti
kayu dibeli dengan harga Rp 20.000,00 per peti dan paku Rp 360.000,00 setiap proses pengemasan. Sehingga biaya pengemasan yang dikeluarkan adalah sebesar
Rp 460,00 per kilogram. Pedagang pengecer lokal maupun non lokal mengeluarkan biaya pengemasan untuk kantong plastik sebesar Rp 75,00 per
kilogram. pedagang pengecer pasar pada saluran 3, hanya mengeluarkan biaya pengemasan sebesar Rp 2,50 per kilogram. Sebab pada saluran ini pembelian
dilakukan oleh pedagang pengecer pinggir jalan, sehingga pengemasan tidak menggunakan kardus, akan tetapi hanya menggunakan kantong plastik besar.
Bahkan terkadang pembeli sendirilah yang menyediakan pengemasnya. Kemudian pedagang pengecer lokal lainnya mengeluarkan biaya pengemasan untuk kardus
serta lakban, sebesar Rp 1.373,33 per kilogram. Biaya pengemasan merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan khususnya bagi pedagang pengecer.
80
6.4.4. Biaya Penyimpanan sewa container
Biaya sewa container hanya dikeluarkan oleh pedagang besar luar daerah, namun yang melakukan pembayaran adalah pedagang pengumpul. Biaya yang
diperlukan untuk menyewa container agar jeruk-jeruk tersebut dapat disimpan dan dikirim dengan menggunakan kapal penumpang adalah Rp 1.000,00 per kilogram.
Dimana sebuah container disewa dengan harga sebesar Rp 10.000.000,00 untuk tujuan Sorong. Kapasitas sebuah container dapat memuat 200 peti jeruk yang
tiap petinya berisi 50 kilogram, sehingga satu container memuat 10.000 kilogram.
6.4.5. Biaya Bongkar Muat
Biaya bongkar muat adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk memindahkan jeruk siam kedari tempat penyimpanan. Biaya
bongkar muat hanya dikeluarkan oleh pedagang besar sebelum dan setelah proses pengangkutan jeruk melalui transportasi laut. Namun, biaya muat telah
dikeluarkan bersamaan dengan biaya tenaga kerja pada saat pengiriman jeruk menggunakan peti dan container. Selanjutnya, biaya bongkar yang dikeluarkan
oleh pedagang besar setelah tiba di kota lain adalah sebesar Rp 100,00 per kilogram. Besarnya biaya bongkar adalah Rp 5.000,00 per peti.
6.4.5. Biaya Penyusutan Biaya penyusutan merupakan biaya yang dikeluarkan tiap kilogram oleh
tiap lembaga pemasaran akibat adanya jeruk yang rusak, busuk, pecah, dan lembek sehingga menyebabkan berkurangnya kuantitas jeruk tersebut. Biaya
penyusutan yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer pasar dan pengecer pinggir jalan pada saluran 2, 4 dan 5 adalah Rp 22,00 per kilogram. Dimana perharinya
rata-rata jeruk akan menyusut sebanyak 0,3 kilogram dari 46,93 kilogram. Pedagang pengecer keliling pada saluran 3 mengeluarkan biaya penyusutan
sebesar Rp 14,00 per kilogram. Biaya ini diperoleh berdasarkan jumlah volume jeruk yang menyusut sebanyak 0,3 kilogram per hari, dari total volume penjualan
75 kilogram. Sedangkan pedagang pengumpul tidak menanggung biaya penyusutan,
karena selama ditangan pedagang pengumpul jeruk tetap berada di dalam peti. Jeruk akan dikeluarkan setelah berada di tangan pedagang besar. Sehingga biaya
81 penyusutan juga ditanggung oleh pedagang besar dan pedagang pengecer non
lokal. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh pedagang besar adalah Rp 64,00 per kilogram. Sedangkan pedagang pengecer non lokal menganggung biaya
penyusutan yang lebih besar yaitu Rp. 104,00. Hal ini terjadi karena saat di tangan pedagang pengecer non lokal, jeruk telah dipanen paling sedikit tiga hari
sebelumnya. Hal ini menyebabkan jeruk telah mengalami penurunan kualitas.
6.4.6. Biaya Retribusi
Biaya yang dikeluarkan untuk membayar retribusi pada saluran 2 dan 4 dikeluarkan oleh pedagang pengecer yang berjualan di pasar. Besarnya biaya
tersebut adalah Rp 21,31 per kilogram. Dimana per harinya pedagang pengecer pasar harus mengeluarkan biaya retribusi sebesar Rp 1.000,00, sedangkan volume
penjualan rata-rata per hari adalah 46,93 kilogram. Pada saluran 1, pedagang pengumpul mengeluarkan biaya retribusi saat
akan melakukan pengiriman menggunakan kapal laut sebesar Rp 900.000,00 per truk. Sebuah truk dapat mengangkut 200 peti jeruk. Kemudian setelah tiba di
pelabuhan tujuan, pedagang besar kembali mengeluarkan biaya sebesar Rp 300.000,00 per container, sehingga total biaya retribusinya adalah Rp 120,00 per
kilogram. Selanjutnya, pedagang pengecer non lokal mengeluarkan biaya retribusi pada saat berjualan di pasar daerah tersebut. Besarnya biaya retribusi yang
dikeluarkan oleh pedagang pengecer non lokal adalah Rp 50,00 per kilogram.
6.4.7. Biaya Komunikasi dan Biaya Timbang
Biaya komunikasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk menghubungi petani dan pedagang besar. Biaya ini berguna
untuk mendukung proses pembelian dan penjualan agar dapat berjalan dengan lancar. Besarnya biaya komunikasi yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul
adalah Rp 3,00 per kilogram. Sedangkan biaya timbang hanya dikeluarkan oleh pedagang pengecer non lokal sebesar Rp 120,00 per kilogram.
6.4.8. Margin Pemasaran
Banyak peneliti menggunakan analisis margin pemasaran sebagai indikator efisiensi operasional dalam sistem pemasaran Asmarantaka 2009.
Margin pemasaran terbesar pada sistem pemasaran jeruk siam di Kampung Wadio
82 terdapat pada saluran 1 yaitu sebesar Rp 7.000,00 per kilogram, dengan total biaya
pemasaran adalah Rp 2.902,00 per kilogram dan total keuntungan Rp 4.098,00 per kilogram. Margin terbesar terdapat pada pedagang pengecer yaitu sebesar Rp
4.400,00 per kilogram. Pada saluran 2, total margin yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang ada adalah Rp 3.266,67 per kilogram, dengan total biaya
pemasaran adalah Rp 2.108,54 per kilogram dan total keuntungan Rp 1.158.13 per kilogram. Margin pemasaran terkecil terdapat pada saluran 3, yaitu sebesar Rp
1.166,67, dengan total biaya pemasaran sebesar Rp 142,07 per kilogram dan total keuntungan sebesar Rp 1.024,60 per kilogram. Pada saluran 4, total margin
pemasaran adalah Rp 2.888,89 per kilogram, dengan total biaya pemasaran Rp 2.032,33 per kilogram dan total keuntungan sebesar Rp 856,56 per kilogram.
Sedangkan pada saluran 5, total margin pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat adalah Rp 2.225,00 per kilogram, dengan total biaya
pemasaran Rp 1.881,24 per kilogram dan total keuntungan sebesar Rp 343,76 per kilogram. Besarnya margin pemasaran pada setiap saluran pemasaran berbeda-
beda. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan harga beli dan perlakuan yang dilakukan. Selain itu, hal ini disebabkan juga oleh pengambilan keuntungan yang
tidak merata pada masing-masing lembaga pemasaran. Sedangkan pada saluran 6, besarnya margin pemasaran adalah nol. Karena saluran ini merupakan saluran
tingkat nol, dimana petani langsung menjual kepada konsumen. Sehingga, dari tabel margin pemasaran, dapat disimpulkan bahwa semakin panjangnya dan
banyaknya perlakuan, maka margin pemasarannya pun akan semakin besar.
83
Tabel 21.
Margin Pemasaran Jeruk di Kampung Wadio, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire, Papua Tahun 2011 RpKg
Uraian Saluran Pemasaran
1 2
3 4
5 6
Nilai Rpkg
Harga Jual Petani 3.000
3.500 3.500
4.333,33 4.541,67
3.460
Ped. Pengumpul
Harga beli 3.000
- -
- -
- Biaya pemasaran
559 -
- -
- -
Keuntungan 241
- -
- -
- Marjin
800 -
- -
- -
Harga jual
3.800
- -
- -
-
Pedagang Besar
Harga beli 3.800
- -
- -
- Biaya pemasaran
1.664 -
- -
- -
Keuntungan 136
- -
- -
- Marjin
1.800 -
- -
- -
Harga jual 5.600
- -
- -
-
Pedagang Pengecer 1
Harga beli 5.600
3.500 3.500
4.333,33 4.541,67
- Biaya pemasaran
679 142,07
142,07 2.032
1.881,24 -
Keuntungan 3.721 1.024,60 1.024,60
857 343,76
- Marjin
4.400 1.166,67 1.166,67 2.888,89
2.225,00 -
Harga jual 10.000
4.666,67 4.666,67
7.222,22 6.766,67
-
Pedagang Pengecer 2
Harga beli -
4.666,67 -
- -
- Biaya pemasaran
- 1.966
- -
- -
Keuntungan -
134 -
- -
- Marjin
- 2.100
- -
- -
Harga jual -
6.766,67 -
- -
-
Total biaya pemasaran 2.902
2.108,54 142,07
2.032,33 1.881,24
- Total keuntungan
4.098 1.158.13
1.024,60 856,56
343,76 -
Total marjin 7.000
3.266,67 1.166,67
2.888,89 2.225,00
-
6.4.9. Farmer’s Share Farmer’s share
digunakan dalam mengukur kinerja suatu sistem pemasaran. Bagian yang diterima oleh petani merupakan persentase perbandingan
antara harga yang dibayarkan oleh kosumen dengan harga yang diterima oleh petani. Nilai farmer’s share terbesar pada sistem pemasaran jeruk siam di
Kampung Wadio terdapat pada saluran 6, yaitu sebesar 100 persen. Hal ini
84 menyatakan bahwa pada saluran 6, petani memperoleh sebanyak 100 persen dari
harga yang dibayar konsumen, yaitu sebesar Rp 3.460,00 per kilogram jeruk siam. Pada saluran 1 besarnya farmer’s share adalah 30 persen, hal ini berarti petani
memperoleh bagian 30 persen dari harga yang diterima oleh konsumen. Pada saluran 2, petani memperoleh bagian sebesar 51,72 persen dari harga yang
diterima oleh konsumen. Pada saluran 3, petani meperoleh bagian sebesar 75 persen dari harga yang diterima oleh konsumen. Sedangkan pada saluran 4 dan 5,
petani mendapatkan bagian masing-masing sebesar 60 persen dan 67,12 persen dari harga yang diterima oleh konsumen. Walaupun persentase farmer’s share
terbesar terdapat pada saluran 6, tidak dapat dikatakan bahwa saluran 6 merupakan saluran yang paling efisien dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal
ini disebabkan karena, lembaga pemasaran atau perantara tidak terlibat dalam saluran ini. Sehingga pada saluran ini tidak dilakukan fungsi-fungsi pemasaran
yang dapat meningkatkan nilai tambah pada komoditi jeruk siam tersebut. Oleh sebab itu, berdasarkan nilai farmer’s share maka saluran 3 merupakan saluran
yang paling efisien karena memiliki nilai farmer’s share yang paling besar yaitu sebesar 75 persen.
Tabel 22.
Analisis Farmers Share pada Saluran Pemasaran Jeruk di Kampung Wadio Tahun 2011
Saluran Pemasaran Harga di Tingkat Petani
Rpkg Harga di Tingkat
Farmers Share Konsumen Rpkg
I 3.000,00
10.000,00 30,00
II 3.500,00
6.766,67 51,72
III 3.500,00
4.666,67 75,00
IV 4.333,33
7.222,22 60,00
V 4.541,67
6.766,67 67,12
VI 3.460,00
3.460,00 100,00
6.6. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya