Profil dan Sejarah Haul KH. Abdul Fattah

35 “di titipi” Kyai Haji Abdul Hadi beberapa santri untuk di asuh di kampung halamannya Desa Siman.Sesampainya di rumah beliau KH.Abdul Fattah atas perintah orangtunya beliau menikah dengan seorang wanita tetapi hanya kurang lebih satu bulan jodohnya hanya sampai di situ. Kemudian pada tahun itu juga yaitu pada tanggal 7 Maret 1942 beliau menikah dengan seorang gadis bernama Marwiyah binti H. Abdullah dari Desa Cangaan Kecamatan Kanor Bojonegoro, dan dari pernikahannya yang terakhir ini beliau di-karuniai tujuh orang putra dan satu orang putri. Bersama dengan ibu Nyai Marwiyah dan didukung pula oleh para tokoh masyarakat Desa Siman beliau mendirikan pondok pesantren Ihya’uddin pada tanggal 26 Agustus 1942. Pada masa-masa awal saat didirikannya pesantren yang dilatarbelakangi oleh kondisi sosial ekonomi dan politik yang sangat mencemaskan, mayoritas masyarakat Desa Siman hidup di bawah garis kemiskinan yang amat dalam. Tidaklah mengherankan kalau taraf pemikiran dan kepandaian masyarakat seirama dengan dengan kondisi ekonominya. Mayoritas masyarakat Siman buta huruf latin dan hanya beberapa orang saja yang dapat membaca dan menulis huruf Arab Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:2. Sebagaimana diketahui pada tahun 1942 adalah tahun masuknya penjajah Jepang di Indonesia. Pada waktu itu termasuk juga masyarakat Siman sempat merasakan injakan kaki penjajah, sehingga kehidupan masyarakat pada semua segi terkoyak-koyak dalam penindasan dan kesengsaraan lahir batin. Didorong oleh faktor-faktor tersebut di atas pemuda Nawawi terpanggil sanubarinya sebagai insan yang merasa bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsanya yang 36 kemudian mendirikan sebuah pesantren yang diberi namaIhya ’uddin. Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:3 Hal ini diperkuat oleh perkataan KH.Abdul Majid selaku putra ke-2 KH. Abdul Fattah, beliau mengatakan: “pada awal mulanya didirikannya pondok pesantren ini oleh KH. Abdul Fattah pesantren diberi nama Ihyauddin, namun seiring berjalannya waktu semenjak meninggalnya KH. Abdul Fattah untuk menghormati beliau sebagai pendiri pesantren maka diubahlah namanya menjadi Pondok Pesantren Al-Fattah ” Wawancara pribadi pada tanggal 10 Agustus 2013. Sesuai dengan namaIhya ’uddin yang berarti menghidupkan agama, adalah relevan dengan kondisi masyarakat dan tantangan pertama yang harus dihadapi. Sebab kondisi masyarakat Desa Siman dan sekitarnya pada waktu itu sangatlah memperihatinkan baik dari kadar pengetahuan maupun pengamalan agama. Pendirian pesantren Ihya ’uddin dimaksudkan oleh beliau untuk menghidupkan cahaya keagamaan masyarakatnya, membuka tabir kegelapan, dan menyingkap kelam pekatnya kebodohan mereka melalui motivasi-motivasi nur keimanan islami. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan kepala Desa Siman bapak Usman Syarif mengenai sosok KH. Abdul Fattah tentang peran dakwahnya di desa tersebut: “Melalui keberhasilan pendirian pesantren yang didirikan beliau, mbah Fattah dinilai telah berhasil merubah masyarakat Desa Siman dan sekitarnya, yang semula dikenal sebagai masyarakat abangan masyarakat yang belum mengenal ajaran-ajaran agama Islam, menjadi masyarakat santri, yaitu masyarakat yang mengenal sekaligus mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Atas alasan ini, masyarakat Desa Siman dan sekitarnya pada akhirnya menganggap KH. Abdul Fattah sebagai sosok yang layak dihormati, sosok yang dipandang berhasil menggagas perubahan masyarakat Desa Siman dan sekitarnya, dari masyarakat abangan menjadi masyarakat santri” Wawancara pribadi pada tanggal 12 Agustus 2013. Setelah wafatnya KH.Abdul Fatah tradisi-tradisi dakwahnya trus dilanjutkan oleh putra, putri dan murid-murid beliau. Sebagai bentuk 37 penghormatan atas jasa-jasa beliau maka keluarga dan masyarakat Desa Siman tetap mengenang almarhum dengan menyele nggarakan do’a tahunan seperti peringatan Haul, hal ini diperkuat seperti yang diceritakan oleh KH. Muhammad Ma’mun Fattah selaku putra ke-7 dari almarhum KH. Abdul Fattah yang mengatakan: “Haul bapak ini dimulai sejak tahun kedua meninggalnya bapak atau sekitar tahun 1993, dan biasanya diadakan setiap tahun pada ulan Suro penanggalan hijr iyah.” Wawancara pribadi pada tanggal 17 Agustus 2013 Berdasarkan penuturan dari KH.Muhammad Ma’mun Fattah ini bisa dikatakan bahwa pelaksanaan Haul KH.Abdul Fattah sampai saat ini sudah terlaksana cukup lama. Terhitung dari pertama kali dilaksanakan pada tahun 1993 hingga tahun 2012 maka Haul KH.Abdul Fattah ini sudah terselenggara sebanyak dua puluh kali.

4. Penyelenggara dan pelaksanaan tradisi Haul KH. Abdul Fattah.

Tradisi haul adalah tradisi yang dilaksanakan setiap setahun sekali.Begitu juga tradisi Haul KH.Abdul Fattah diadakan setiap setahun sekali pada bulan Muharram pada penanggalan Hijriyah.Seperti yang diungkapkan bapak Nurdi selaku ketua panitia acara Haul KH.Abdul Fattah yang ke-20. “acara Haul KH. Abdul Fattah diselengarakan pada tanggal 1 ulansuro Muharram.Dibuka dan diawali dengan ziarah ke makam, dihadiri oleh para santri-santri pondok dan masyarakat desa Siman. Lalu kemudian dibuka dengan pembacaan khotmil Qur’an secarabil ghoib dengan hafalan selama tujuh hari di Masjid Jami’ desa Siman dan dipesantren. Selama tujuh hari itu Setiap hari dilaksanakan tahlilan dan khataman alquran di makam oleh santri-santri setiap pagi, siang, dan malam yang telah terjadwal bergantian.Sedangkan untuk masyarakat bebas waktu. 38 Lalu kemudian setelah tujuh hari itu acara puncak dan pengajian bertempat dipondok.” Wawancara pribadi pada tanggal 15 Agustus 2013 Berdasarkan wawancara dengan bapak Nurdi tersebut acara Haul KH, Abdul Fattah pada setiap tahun dibuka pada tanggal 1 Muharram bertempat di pemakaman umum Desa Siman yang di situ juga terdapat makam KH. Abdul Fattah. kemudian acara dibuka dengan pembacaan al- Qur’an secara bil ghoibdengan hafalan yang dilakukan oleh para santri yang telah ditunjuk oleh pihak pesantren yang dilaksa nakan di Masjid Jami’ Desa Siman. Dalam pembacaan al- Qur’an ini biasanya dalam satu hari 30 juz selesai dan dilakukan selama seminggu berturut-turut hingga sampai pada hari acara puncak haul. Dalam masa pembacaan al- Qur’an ini masyarakat Desa Siman juga banyak yang mengikuti meskipun hal ini tidak diwajibkan. Adakalanya mereka hanya mengikuti sebentar saja dengan cara menyimak pembaca al- Qur’annya atau cuma sekedar datang dan cukup membaca tahlil saja di makam KH. Abdul Fattah. setelah itu langsung pulang. Jadi pembacaan al- Qur’an di makam ini bagi masyarakat Desa Siman atau orang lain yang bukan santri tetapi pesantren al- Fattah sifatnya hanya menghormati. Beda dengan santri yang setiap hari dan terjadwal atau giliran untuk datang ke makam. Kemudian setelah pembacaan al- Qur’an bil ghoib selama satu minggu selesai pada malam sebelum acara puncak dilanjutkan dengan acara kenduri atau semacam acara selametan yang bertempat di rumah keluarga KH. Abdul Fattah. Acara ini dihadiri khusus oleh masyarakat Desa Siman dan sekitarnya saja. Dalam acara kenduri tersebut biasanya ini diisi dengan dengan pembacaan tahlil dan 39 doayang pahalanya diberikan kepada semua ahli kubur, kepada warga Desa Siman yang sudah meninggal, dan khususnya kepada almarhum KH. Abdul Fattah. Setelah acara kenduri selesai para tamu diberi berkat yaitu bingkisan yang didalam bingkisan itu berisi nasi dan beberapa lauk pauk.Pemberian berkat ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Desa Siman. Bahwa setiap warga atau masyarakat Desa Siman yang mempunyai hajat atau sebuah acara ketika acara selesai pasti akan memberikan berkat kepada para tamu atau undangan yang datang ke acara tersebut. Bahkan pada kasus tertentu meskipun yang diundang tidak datang ke acara para sohibul hajat atau yang mempunyai acara itu tetap mengirimkan bingkisan tersebut kerumahnya.Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya masyarakat desa Siman mempunyai tradisi yang cukup membentuk solidaritas sosial yang cukup tinggi antar warganya. Pada esok harinya setelah acara kenduren tersebut adalah acara inti atau puncak dari haul .Adapun acara haul bertempat di pondok pesantren al-Fattah. Dalam acara haul ini banyak dihadiri oleh para undangan, biasanya yang menghadiri adalah para tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, para pejabat pemerintahan, para alumni pesantren, dan khususnya masyarakat Desa Siman dan masyarakat desa sekitarnya. 40

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang keyakinan masyarakat Desa Siman tentang tradisi Haul KH. Abdul Fattah, terbentuknya solidaritas sosial masyarakat Desa Siman melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah, serta bentuk-bentuk solidaritas sosial masyarakat Desa Siman melalui tradisi Haul KH. Abdul Fattah.

A. Norma dan Nilai dalam masyarakat Desa Siman

Setiap individu dalam suatu masyarakat mempunyai pandangan tersendiri dalam menentukan jalan hidupnya, begitu juga halnya dalam menentukan sebuah keyakinan yang dalam keyakinan itu mempengaruhi juga pandangan dan tindakan dalam menilai segala fenomena yang ada dalam masyarakat tersebut. Tradisi Haul KH. Abdul fattah adalah sebuah fenomena yang ada di tengah masyarakat Desa Siman.Sebuah fenomena yang mempunyai arti tersendiri bagi masyarakat Desa Siman.Sebagai sebuah fenomena tradisi yang sudah berlangsung cukup lama tradisi Haul KH.Abdul Fattah ini mempunyai penilaian atau pandangan yang positif di mata masyarakat Desa Siman. Karena tradisi haul ini sifatnya sosio – religius dan meskipun pada sebagian masyarakat berpaham modern yang dalam hal ini diwakili kelompok keagamaan seperti Muhammadiyyah, Persatuan Islam Persis setidaknya tidak melaksanakan tradisi haul seperti perdebatan khilafiyah dalam sejarah terbentuknya organisasi ini, namun bagi masyarakat Desa Siman hal itu tidak menjadi masalah karena bagi