Pengertian Tradisi Haul Agama

32 seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunungjati, dan seterusnya Solikhin Muhammad, 2012:438. Tradisi haul di Indonesia umumnya berkembang kuat di kalangannahdhiyin atau masyarakat yang tergabung dalam wadah organisasi NU Nahdhatul Ulama. Tradisi Haul dianggap atau dimaknai sebagai bentuk peringatan meninggalnya seseorang setiap tahun, yang biasanya dilaksanakan tepat pada hari, tanggal, dan pasaran meninggalnya seseorang Fadeli dan Subhan, 2007:119.Peringatan ini bisa berlaku bagi siapa saja, tidak terbatas hanya pada orang-orang NU.Akan tetapi bagi orang-orang NU, haul lebih bernuansa sakral, dibandingkan orang Jawa biasa yang menyelenggarakannya Fatah, 2012:271. Gema haul akan terasa lebih dahsyat jika yang meninggal adalah seorang tokoh kharismatik, ulama besar, atau pendiri Pesantren Fatah, 2012:271. Acara haul seringkali diisi dengan pembacaan doa-doa, tahlil, dan dzikir secara bersama- sama.Kadang kala ditambah dengan ceramah agama dari para ulama atau Kyai Fadeli dan Subhan, 2007:120.

3. Profil dan Sejarah Haul KH. Abdul Fattah

Tradisi peringatan Haul KH.Abdul Fattah berakar pada sosok almarhum KH. Abdul Fattah. KH. Abdul Fattah yang mempunyai sebutan lain Kyai Nawawi. KH. Abdul Fattah adalah warga asli Desa Siman beliau adalah putra pertama dari perkawinan Ahmad Rais dengan Teminah.Ahmad Rais adalah tokoh masyarakat dan agama yang menjabat sebagai modin Desa Siman pada waktu itu.KH.Abdul Fattah lahir pada tahun 1911 di Desa Siman Kecamatan Sekaran 33 Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur.KH.Abdul Fattah adalah pendiri Pondok Pesantren Al-Fattah yang terletak di Desa Siman Kecamatan Sekaran Kabup aten Lamongan Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:1. Pada tahun 1922 ketika beliau berusia 13 tahun beliau memulai karir studinya di berbagai pondok pesantren baik yang pesantren yang sudah terpandang maupun yang belum terpandang.Dimulai tahun 1922 beliau pertama kali menginjakkan kakinya dipesantren di Desa Miru dibawah asuhan Kyai Shoim, dipesantren ini beliau hanya mondok selama satu tahun.kemudian pada tahun 1923 beliau pindah pesantren di Desa Sungegeneng untuk menuntut ilmu pada Kyai Haji Abu Ali, disini beliau juga hanya satu tahun. selanjutnya pada tahun 1924 beliau menuju pondok pesantren di Desa Kebalandono dibawah asuhan Kyai haji Khozin selama kurang lebih tiga tahun sampai dengan tahun 1926. Di pesantren ini beliau memulai belajar ilmu Nahwu Shorof ilmu tata bahasa bahasa Arab. Berkat ketekunan dan kesungguhan beliau dalam waktu tiga tahun itu beliau telah dapat membaca kitab kuning kitab yang bertuliskan bahasa arab gundul tanpa harokat yang dicetak menggunakan kertas berwarna kuning Milad dan pesantren Ihya’uddin, 1985:2. Dilanjutkam pada tahun 1927 beliau melanjutkan jenjang studinya ke pondok pesantren Langitan Tuban. Di pesantren ini beliau menghabiskan usia mudanya untuk menuntut berbagai disiplin ilmu agama mulai dari ilmu Tauhid, Hadits, fiqh, dan sebagainya kepada Kyai Haji Abdul Hadi. Kepada Kyai Abdul Hadi ini beliau betul-betul berkhidmat dalam segala bentuk kehidupannya. Figur Kyai Haji Abdul Hadi ini merupakan panutan dalam segala perilaku dan langkah 34 perjuangannya dan banyak mengintuisi dalam perjalanan kekyaiannya.Kyai Abdul Hadi adala satu-satunya Kyai yang mematangkan jiwa, semangat, dan penguasaan ilmunya, sehingga menjadikan KH. Abdul Fattah menjadi tokoh Kyai yang terkenal sangat memegang prinsip kitab-kitab kuning baca: ilmu agama dan prinsipnya itu tidak bisa ditawar-tawar lagi atau dengan kata lain beliau adalah tokoh Kyai Konservatif yang kuat. Sebagaimana yang dikatakan oleh KH.Abdul Majid putra ke-2 KH. Abdul Fattah: “bapak KH. Abdul Fattah itu persis sekali dengan Kyai Abdul Hadi, bisa diakatakan photocopy- nya Kyai Abdul Hadi” Wawancara pribadi pada tanggal 10 Agustus 2013. Dibawah asuhan Kyai Haji Abdul Hadi beliau menghabiskan waktunya kurang lebih selama 13 tahun yaitu, mulai tahun 1927 sampai dengan tahun 1939. Tahun 1940 beliau KH.Abdul Fattah atas izin Kyai Haji Abdul Hadi meneruskan pendidikan pesantrennya ke pesantren Kasingan Rembang Jawa Tengah di bawah asuhan KH.Ahmad Kholil selama satu tahun, istilahnya hanya tabarrukan mengharapkan berkah saja.Selanjutnya pada tahun 1941 beliau tabarrukan ke berbagai pondok pesantren, diantaranya pondok pesantren Tebuireng Jomba ng di bawah asuhan KH.Hasyim Asy’ari pendiri organisasi NU, kemudian kepada KH. Khozin Siwalan Panji Sidoarjo. Selama Tabarrukan ini beliau tidak pernah terlepas dari ijin Kyai Haji Abdul Hadi Langitan Milad dan Pesantren Ihya’uddin, 1985:3. KH.Abdul Fattah menyelesaikan karir belajarnya tepat pada awal tahun 1942.Setelah pamitan dan mohon izin kepada Kyai Haji Abdul Hadi Langitan dan selanjutnya beliau pulang ke kampung halamannya.Bersamaan dengan itu beliau