Analisis dan Verifikasi Simulasi Dispersi Asap

Gambar 25 . Perbandingan simulasi dispersi asap CO WRF-Chem dengan AquaTerra MODIS dioverlay dengan data AIRS tanggal 19 Juni 2013 a tanggal 22 Juni 2013 b. Gambar 26 menjelaskan bahwa pola dispersi asap tanggal 23 Juli 2013 dari AIRS terkonsentrasi di atas wilayah Pekanbaru-Riau, dan sebelah timur wilayah Malaysia bagian utara, sedangkan pola dispersi asap CO maks model sebagian terdistibusi diatas wilayah Pekanbaru, Selat Malaka, dan diatas wilayah Malaysia. Arah angin model menunjukkan bahwa dispersi asap dominan menuju utara. Dispersi asap pada tanggal 24 Juli 2013, antara AIRS dan model menunjukkan posisi konsentrasi asap dominan diatas Selat Malaka, namun data AIRS juga mengindikasikan dispersi asap disebelah barat Sumatera bagian selatan. Arah angin model dominan bergerak kearah utara. a b Gambar 26. Perbandingan simulasi dispersi asap CO WRF-Chem dengan AquaTerraMODIS dioverlay dengan data AIRS tanggal 23 Juli 2013 a tanggal 24 Juli 2013 b. Gambar 27 menunjukkan pola dispersi asap model dan AIRS secara global mempunyai kemiripan. Pola dispersi asap tanggal 22 Agustus 2013 dari AIRS terkonsentrasi di atas wilayah daratan pulau Sumatera dan sebagian Malaysia, sedangkan pola dispersi asap CO maks model juga terkonsentrasi diwilayah yang sama. Arah angin model menunjukkan bahwa dispersi asap dominan menuju utara. Angin menentukan arah penyebaran asap dan mempunyai korelasi positif dengan kecepatan menjalarnya api Suratmo. 1985. Sirkulasi angin tanggal 14 Agustus 2013 mengalami pusaran disebelah utara wilayah Malaysia yang menyebabkan dispersi terkonsentrasi diwilayah Kalbar dan menyebar tidak jauh dari sumbernya. Arah angin bergerak menuju arah barat, kemudian kearah utara dan berbalik memutar kearah selatan sehingga dispersi asap tidak meluas. a b Gambar 27 . Perbandingan simulasi dispersi asap CO WRF-Chem dengan AquaTerra MODIS dioverlay dengan data AIRS tanggal 22 Agustus 2013 a tanggal 14 Agustus 2013 b Metode kuantifikasi dilakukan dengan membandingkan nilai konsentrasi CO maksimum simulasi WRF-Chem dengan data Total Column CO AIRS pada lokasi dan rentang waktu yang sama. Simulasi dispersi asap telah dilakukan pada tanggal 19 Juni, 22 Juni, 25 Juni, 21 Juli , 23 Juli, 24 Juli, 22 Agustus dan 24 Agustus 2013 untuk wilayah Sumatera, tanggal 14 Agustus dan 23 Agustus 2013 untuk wilayah Kalimantan. Pembuatan simulasi prediksi dispersi asap didasarkan pada distribusi titik panas dari FIRMS. Titik panas dalam jumlah besar dan berlangsung secara terus menerus adalah indikator penting untuk kebakaran. Titik panas dapat mencerminkan sebuah areal yang mungkin terbakar sebagian atau seluruhnya Giatika, 2008. Kuantifikasi nilai CO maksimum hasil model dan data satelit AIRS dilakukan dengan mengambil nilai point to point pada lokasi yang terkena paparan dispersi asap kebakaran. Verifikasi luaran model dilakukan pada wilayah Sumatera dan Kalimantan yaitu wilayah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan dan Jambi serta wilayah Pontianak, Palangkaraya dan Banjarmasin. Tidak semua hasil simulasi dispersi asap dapat dikuantifikasi karena tidak semua wilayah terkena paparan a b dispersi asap khususnya konsentrasi CO maksimum. Dibawah ini adalah nilai antara dispersi asap CO maks model WRF-Chem dengan data AIRS untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan. Tabel 8 . Perbandingan nilai CO maksimum model WRF-Chem dan AIRS Hasil korelasi, RMSE, dan bias antara simulasi model WRF-Chem dengan data satelit AIRS ditunjukkan pada Gambar 28. Gambar 28. Hasil verifikasi CO maksimum model WRF-Chem dengan AIRS Hasil verifikasi menunjukkan nilai CO maksimum hasil model dan data satelit mempunyai korelasi antara 0.61 – 0.98 yang menandakan bahwa korelasi antara model dan data satelit mempunyai hubungan yang kuat – sangat kuat Sarwono. 2006, dan memperoleh nilai RMSE sebesar 1.39 – 1.67. Nilai bias error diperoleh dari pengurangan nilai data model terhadap data satelit sebesar -1.11 sampai -1.66. Pada semua tanggal simulasi mempunyai nilai bias negatif yang mengindikasikan No Lokasi 19 Juni 25 Juni 21 Juli 22 Agustus 24 Agustus WRF-Chem AIRS WRF-Chem AIRS WRF-Chem AIRS WRF-Chem AIRS WRF-Chem AIRS 1 Sumut 0.08

1.78 0.079

1.68 0.079

1.48 0.079

1.87 0.08

1.85 2 Riau

0.08 1.73

0.079 1.67

0.08 1.83

0.08 1.94

0.079 1.81 3 Jambi 0.078

1.69 0.008

1.81 0.079

1.49 0.079

1.65 0.079

1.81 4 Sumsel

0.079 1.49 0.079 1.67 0.079 1.51 0.079 1.5 0.079 1.51 No Lokasi 14 Agustus 23 Agustus WRF-Chem AIRS WRF-Chem AIRS 1 Pontianak 0.08

1.62 0.08

1.59 2

Palangkaraya 0.079

1.38 0.079

1.57 3

Banjarmasin 0.079

1.39 0.079

1.53 bahwa hasil model mempunyai nilai yang lebih rendah underforecasting terhadap data observasi satelit.

4.7. Analisis Aktivitas Masyarakat Lokal dalam Penyiapan Lahan Pertanian

Kebakaran yang dilakukan oleh masyarakat biasanya di latar belakangi oleh faktor sosial ekonomi. Faktor ini sangat erat hubungannya dengan konsep penggunaan lahan oleh masyarakat, dimana masyarakat yang luas lahannya keciltidak memiliki lahan akan berupaya membuka lahan baru atau ikut kerjasama dengan masyarakat pendatang, kelompok tani atau perusahaan. Kegiatan penyiapan lahan dilakukan baik dalam skala kecil oleh masyarakat lokal setempat maupun dalam skala besar oleh perusahaan perkebunan dan HTI. Kabut asap yang terjadi dari kegiatan pertanian biasanya dihasilkan oleh kegiatan pembakaran pada saat penyiapan lahan. Ketebalan asap tergantung dari jenis bahan bakarannya, bahan bakaran yang telah kering biasanya menghasilkan sedikit asap dibandingkan dengan bahan bakaran yang masih basah. Analisis terhadap aktivitas masyarakat lokal di wilayah Kecamatan Rasau Jaya Kalimantan Barat dan Kabupaten Kampar Riau diperoleh dari hasil kuesioner yang berisi pertanyaan terkait dengan kegiatanaktivitas masyarakat lokal yang dapat menyebabkan kebakaran hutanlahan, yaitu penyiapan lahan pertanian di lahan gambut. Berdasarkan pertanyaan terkait kegiatan penyiapan lahan yang dilakukan masyarakat, sekitar 21 responden menjawab dengan cara dibakar dan 9 responden melakukan penyiapan lahan dengan cara menyemprot dengan herbisida tanpa olah tanah dan mencangkul. Gambar 29 adalah dokumentasi pengisian kuesioner dan wawancara dengan masyarakat yang bekerja menggarap lahan pertanian dan lahan garapan milik masyarakat di wilayah Rasau Jaya. Gambar 29 . Dokumentasi saat pengisian kuesioner dan wawancara kiri serta lahan garapan milik masyarakat kanan di Kecamatan Rasau Jaya. Berdasarkan hasil kuesioner terkait teknikcara penyiapan lahan untuk pertanian, lebih banyak masyarakat menggunakan cara membakar lahan