Kelembapan Udara TINJAUAN PUSTAKA

dikarenakan kelembapan kadar air udara dapat menentukan jumlah kandungan air di dalam bahan bakar. Semakin sedikit kadar air di udara RH kecil maka semakin mudah bahan bakar mengering. Kelembapan udara dari siang hari berkisar antara 80- 85 akan membuat proses kebakaran berlangsung cepat karena kadar air bahan bakar cukup rendah 30, sebaliknya pada pagi hari kelembapan relatif tinggi yaitu sekitar 90-95 ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api tidak berkembang sehingga terkonsentrasi pada satu titik.

d. Angin

Menurut Chandler 1983 angin merupakan salah satu faktor penting dari faktor-faktor cuaca yang mempengaruhi kebakaran hutan. Angin membantu pengeringan bahan bakar yaitu sebagai pembawa air yang sudah diuapkan dari bahan bakar. Angin juga mendorong meningkatkan pembakaran dengan mensuplai udara secara terus-menerus dan peningkatkan penjalaran melalui kemiringan nyala api yang terus merembet pada bagian bahan bakar yang belum terbakar.

2.2.2. Faktor Aktivitas Manusia

Penyebab kebakaran hutan di Indonesia umumnya adalah manusia baik sengaja maupun karena unsur kelalaian, di mana kegiatan konversi menyumbang 34, peladang liar 25, pertanian 17, kecemburuan sosial 14, proyek transmigrasi 8 dan hanya 1 yang disebabkan oleh alam Dephut. 2002. Faktor aktivitas manusia sekitar hutan berpengaruh nyata terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan dengan korelasi positif, yaitu pengeluaran rumah tangga, dan kegiatan masyarakat di dalam kawasan hutan Soewarso. 2003. Meningkatnya akses manusia ke dalam kawasan hutan meningkatkan kemungkinan terjadinya pembalakan liar, pembukaan lahan dengan pembakaran. Kebakaran yang dilakukan oleh masyarakat biasanya di latar belakangi oleh faktor sosial ekonomi. Faktor ini sangat erat hubungannya dengan konsep penggunaan lahan oleh masyarakat, dimana masyarakat yang luas lahannya keciltidak memiliki lahan akan berupaya membuka lahan baru atau ikut kerjasama dengan masyarakat pendatang dalam bentuk kelompok tani, yayasan, atau koperasi Pratondo. 2007. Pembukaan lahan oleh petani hutan bertujuan untuk membuka ladang baru atau memperluas lahan miliknya yang penyiapan lahannya dilakukan dengan sistem tebas, tebang dan membakar. Semak merupakan area dengan kemungkinan aktivitas peladang berpindah. Pada umumnya mereka membuat sekat bakar, melakukan pembakaran balik, menjaga nyala api sampai padam. Pembukaan lahan juga dilakukan oleh perambah hutan, namun tujuannya adalah untuk mencari kayu. Kebakaran akan semakin luas dengan bertambahnya pendatang baru yang akan membuka ladang dengan pembakaran. Pratondo 2007 menyatakan bahwa masyarakat maupun pengembang berupaya mengkonversi hutan secara besar‐besaran. Di Kalimantan Barat menurut dia, penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah kegiatan pembukaan lahan secara besar‐besaran untuk kelapa sawit, di mana setelah IUPHHK memanen kayu komersial, maka selanjutnya terjadi perubahan status lahan dari hutan menjadi perkebunan sawit atau IUPHHK HT. Dalam penyiapan lahannya mereka menggunakan api untuk membersihkan bahan bakar yang terdapat di atas permukaan tanah.

2.3. Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran HutanLahan SPBK

Sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ditunjukkan dengan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Fire Danger Rating System sebagai sistem peringatan dini bahaya kebakaran. Di Indonesia, sistem ini dikembangkan oleh Canadian Forest Service CFS dan lembaga pemerintah, seperti Kementerian Kehutanan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG, dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasiona LAPAN, yang didukung dana hibah dari Canadian Internasional Development Agency CIDA. Keluaran dari sistem peringatan dini tersebut berupa peta tentang kemudahan dimulainya api, tingkat kesulitan pengendalian api, dan kondisi kekeringan di wilayah Indonesia. Peringkat bahaya kebakaran hutan adalah proses dari evaluasi sistematik faktor-faktor tunggal maupun kombinasi yang mempengaruhi bahaya kebakaran hutan. Sedangkan sistem peringkat bahaya kebakaran hutanlahan SPBK adalah metode prakiraan yang mengukur resiko kebakaran dari permulaan muncul sampai penyebarannya. Prakiraan ini berdasarkan pada data dan informasi cuaca yang dimodifikasikan dengan analisis vegetasi sebagai bahan bakar serta data mengenai kebakaran itu sendiri. SPBK memerlukan input data cuaca pada saat kejadian dan data cuaca historikal sebelumnya. Informasi cuaca diperlukan untuk mengetahui gambaran cuaca. Sedangkan informasi iklim historikal diperlukan untuk kalibrasi atau menyesuaikan kondisi setempat. SPBK menyediakan informasi untuk: 1. Pencegahan Prevention - Menyediakan metode perencanaan jangka pendek dan panjang untuk mengidentifikasikan daerah yang rawan terhadap kebakaran hutan. - Menyediakan sistem untuk perijinan kegiatan pembakaran. 2. Monitoring - Memberikan indikator bahaya kebakaran harian - Penting untuk perencanaan pengawasan dari udara dan penekanan terhadap aktivitas maupun perundang-undangan mengenai pembakaran. 3. Mitigasi - Memberikan pemodelan untuk menekan penyebaran optimal dari pemanfaatan sumber daya alam.

2.3.1. Indeks FWI Fire Weather Index

Kegunaan dari FWI Fire Weather Index adalah untuk menghitung pengaruh cuaca terhadap bahan bakar hutan dan kebakaran hutan. Kegunaan lain dari FWI yaitu untuk mengevaluasi bahaya kebakaran sebagai fungsi dari kondisi cuaca