Suhu Udara TINJAUAN PUSTAKA

faktor pengatur perubahan tekanan udara, kelembapan udara dan evaporasi. Peningkatan suhu udara di suatu tempat menyebabkan penurunan kerapatan udara yang akan diikuti oleh penurunan tekanan. Hal sebaliknya terjadi pada suhu udara menurun. Peningkatan suhu udara juga menyebabkan peningkatan kapasitas udara menampung uap air, sehingga walaupun jumlah molekul uap tetap kelembapan relatif akan menurun jika suhu udara meningkat. Peningkatan suhu udara juga akan meningkatkan evaporasi, karena turunnya kelembapan RH akan meningkatkan defisit tekanan uap yang merupakan salah satu pembangkit penguapan. Suhu akan berangsur-angsur turun dengan meningkatnya ketinggian tempat, sehingga banyaknya satuan panas berbeda-beda. Ada 3 alasan yang menyebabkan kejadian ini, yaitu : 1. Sumber pemanasan utama udara adalah bumi. 2. Kerapatan uap air menurun dengan menurunnya ketinggian, jadi panas sedikit dapat disimpan di udara. 3. Suhu menurun yang merupakan hasil ekspansi dari udara yang naik dari permukaan bumi. Menurut Saharjo 2003 pada pagi hari dengan suhu yang cukup rendah sekitar 20 º C ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api tidak berkembang sehingga terkonsentrasi pada suatu titik. Sementara siang hari dengan suhu 30-35 º C sedangkan kadar air bahan bakar cukup rendah 30 membuat proses pembakaran berlangsung cepat dan bentuk kebakarannya pun tidak satu titik, tapi berubah-rubah karena pengaruh angin.

b. Curah Hujan

Curah hujan dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang jatuh di permukaan tanah dan diukur sebagai tinggi air dalam satuan mm milimeter sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi dan peresapan atau perembesan ke dalam tanah. Curah hujan berpengaruh terhadap kelembapan bahan bakar. Jika curah hujan tinggi maka kelembapan bahan bakar juga akan tinggi sehingga menyulitkan terjadinya kebakaran Septicorini. 2006. Curah hujan merupakan unsur iklim yang memiliki korelasi yang tinggi dengan kejadian kebakan hutan dan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan akumulasi bahan bakar rerumputan Van Wilgen et al. 1990. Triani 1995 menyatakan bahwa faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap luasnya areal yang terbakar adalah masa kemarau yang terlalu panjang. Sebagian besar hujan dihasilkan oleh penurunan suhu pada arus udara yang naik pada lereng pegunungan atau oleh adanya perbedaan pemanasan lokal antara satu tempat dengan tempat lainnya. Keadaan tersebut masing-masing akan menimbulkan sirkulasi udara untuk mencapai keseimbangan hingga memungkinkan memberikan dampak pola cuaca lokal.

c. Kelembapan Udara

Menurut Fuller 1991 di dalam hutan kelembapan udara akan sangat mempengaruhi mudah tidaknya bahan bakar mengering dan terbakar, hal ini dikarenakan kelembapan kadar air udara dapat menentukan jumlah kandungan air di dalam bahan bakar. Semakin sedikit kadar air di udara RH kecil maka semakin mudah bahan bakar mengering. Kelembapan udara dari siang hari berkisar antara 80- 85 akan membuat proses kebakaran berlangsung cepat karena kadar air bahan bakar cukup rendah 30, sebaliknya pada pagi hari kelembapan relatif tinggi yaitu sekitar 90-95 ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api tidak berkembang sehingga terkonsentrasi pada satu titik.

d. Angin

Menurut Chandler 1983 angin merupakan salah satu faktor penting dari faktor-faktor cuaca yang mempengaruhi kebakaran hutan. Angin membantu pengeringan bahan bakar yaitu sebagai pembawa air yang sudah diuapkan dari bahan bakar. Angin juga mendorong meningkatkan pembakaran dengan mensuplai udara secara terus-menerus dan peningkatkan penjalaran melalui kemiringan nyala api yang terus merembet pada bagian bahan bakar yang belum terbakar.

2.2.2. Faktor Aktivitas Manusia

Penyebab kebakaran hutan di Indonesia umumnya adalah manusia baik sengaja maupun karena unsur kelalaian, di mana kegiatan konversi menyumbang 34, peladang liar 25, pertanian 17, kecemburuan sosial 14, proyek transmigrasi 8 dan hanya 1 yang disebabkan oleh alam Dephut. 2002. Faktor aktivitas manusia sekitar hutan berpengaruh nyata terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan dengan korelasi positif, yaitu pengeluaran rumah tangga, dan kegiatan masyarakat di dalam kawasan hutan Soewarso. 2003. Meningkatnya akses manusia ke dalam kawasan hutan meningkatkan kemungkinan terjadinya pembalakan liar, pembukaan lahan dengan pembakaran. Kebakaran yang dilakukan oleh masyarakat biasanya di latar belakangi oleh faktor sosial ekonomi. Faktor ini sangat erat hubungannya dengan konsep penggunaan lahan oleh masyarakat, dimana masyarakat yang luas lahannya keciltidak memiliki lahan akan berupaya membuka lahan baru atau ikut kerjasama dengan masyarakat pendatang dalam bentuk kelompok tani, yayasan, atau koperasi Pratondo. 2007. Pembukaan lahan oleh petani hutan bertujuan untuk membuka ladang baru atau memperluas lahan miliknya yang penyiapan lahannya dilakukan dengan sistem tebas, tebang dan membakar. Semak merupakan area dengan kemungkinan aktivitas peladang berpindah. Pada umumnya mereka membuat sekat bakar, melakukan pembakaran balik, menjaga nyala api sampai padam. Pembukaan lahan juga dilakukan oleh perambah hutan, namun tujuannya adalah untuk mencari kayu. Kebakaran akan semakin luas dengan bertambahnya pendatang baru yang akan membuka ladang dengan pembakaran. Pratondo 2007 menyatakan bahwa masyarakat maupun pengembang berupaya mengkonversi hutan secara besar‐besaran. Di Kalimantan Barat menurut dia, penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah kegiatan pembukaan