Samarinda – Kalimantan Timur Analisis dan Verifikasi Data Parameter Cuaca Model WRF

Gambar 15. Perbandingan suhu, kec. angin dan kelembapan wilayah Kaltim Profil data suhu udara, angin dan kelembapan cukup berfluktuasi sepanjang periode JJA-2013. Puncak suhu maksimum data observasi terjadi dibulan Juni dengan nilai 33 º C, sedangkan data WRF mempunyai nilai maksimum 33 º C. Kelembapan terendah terjadi pada pertengahan bulan Agustus, nilai kelembapan minimum data observasi adalah 58 sedangkan data WRF sebesar 65. Nilai korelasi dan RMSE antara data observasi dan WRF untuk parameter suhu udara adalah 0.74 dan 1.59, parameter kelembapan mempunyai korelasi sebesar 0.73 dan RMSE sebesar 10.49, dan nilai korelasi parameter kecepatan angin 0.53 dan RMSE sebesar 2.91. Nilai Threath Score untuk parameter curah hujan sebesar 65. Parameter kelembapan dan curah hujan model WRF mempunyai over forecasting terhadap data observasi. Tabel 6 adalah hasil korelasi, persentase kesalahan, RMSE, dan akurasi untuk parameter suhu, kelembapan, kecepatan angin, dan curah hujan di wilayah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Tabel 6 . Hasil korelasi, persentase kesalahan, RMSE, dan akurasi Nilai korelasi menunjukkan tingkat kekuatan hubungan pola antara dua variabel yaitu data observasi dan luaran model, Nilai korelasi mendekati satu 1 berarti model mempunyai korelasi hubungan sempurna pola identik dengan data observasi. Hasil korelasi parameter suhu mempunyai nilai 0.7 – 0.8 di semua lokasi, sedangkan kelembapan mempunyai korelasi antara 0.58 – 0.76, dan kecepatan angin antara 0.53 – 0.69. Secara keseluruhan nilai parameter suhu, kelembapan, kecepatan angin mempunyai nilai korelasi antara 0.53 – 0.80. Menurut Sarwono 2006 untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, dibagi kriteria berdasarkan nilai sebagai berikut; - 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel - 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah - 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup - 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat - 0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat - 1 : Korelasi sempurna Berdasarkan pembagian kriteria diatas terhadap parameter suhu, kelembapan, dan kecepatan angin, hasil model WRF mempunyai kategori korelasi kuat - sangat kuat dengan data observasi cuaca. Persentase kesalahan percent error untuk parameter kelembapan di semua lokasi mempunyai nilai negatif, artinya prediksi parameter kelembapan hasil model WRF mempunyai nilai diatas data observasi over forecasting. Nilai over forecasting model untuk parameter kecepatan angin terdapat di wilayah Sumatera Utara, sedangkan di wilayah Riau, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur untuk parameter curah hujan juga mengalami kondisi yang sama. Rentang nilai RMSE parameter suhu antara 1.09 – 1.94, parameter kelembapan mempunyai nilai antara 8.64 – 17.56, sedangkan untuk parameter kecepatan angin mempunyai nilai RMSE antara 2.41 – 4.92. Berdasarkan nilai RMSE dapat diketahui bahwa selisih nilai antara model dan observasi cukup besar terutama untuk parameter kelembapan. Nilai akurasi dari metode Threath Score pada parameter curah hujan antara 60.81 – 68.47, hal ini menunjukkan bahwa prediksi curah hujan model WRF terhadap observasi mempunyai akurasi yang baik.

4.3. Analisis Hasil Peta SPBK

Nilai yang digunakan untuk menyusun peta SPBK adalah parameter cuaca yang meliputi; suhu, kelembapan, kecepatan dan arah angin, dan curah hujan kumulatif, dengan menggunakan inisial waktu pukul 13.00 WIB dengan asumsi bahwa waktu tersebut mewakili kondisi suhu maksimum dan kelembapan minimum serta berpotensi tinggi terjadinya kebakaran hutanlahan. Pengolahan data parameter cuaca model WRF menggunakan Microsoft Database Acces dan tools ekstensi SFMS Spatial Fire Managements Systems, dan dihasilkan peta SPBK berupa indeks peta FFMC Fine Fuel Moisture Code dan FWI Fire Weather Index. Hasil peta SPBK berbasis luaran model WRF resolusi 9 km dibandingkan dengan peta SPBK berbasis observasi milik BMKG.

4.3.1. Indeks Peta Fine Fuel Moisture Code FFMC Wilayah Sumatera

Peta FFMC adalah potensi tingkat kemudahan terjadinya kebakaran hutanlahan ditinjau dari analisa parameter cuaca. Berikut adalah contoh peta FFMC hasil luaran model WRF dan observasi pada saat terjadinya peningkatan distribusi hotspot diwilayah Sumatera.