Indeks Peta Fine Fuel Moisture Code FFMC Wilayah Kalimantan

Hasil perbandingan menunjukkan bahwa pola spasial peta FFMC-WRF mempunyai pola yang berbeda dengan observasi. Peta FFMC observasi tanggal 21 Juni menunjukkan bahwa hampir di seluruh wilayah Kalimantan didominasi oleh warna merah dengan kategori sangat mudah terbakar, sedangkan hasil FFMC-WRF didominasi oleh warna hijau – kuning yang mempunyai kategori tidak mudah – mudah terbakar. Pada tanggal 22 Juli hasil FFMC-observasi menunjukkan dibagian timur Kalimantan didominasi warna biru, sedangkan FFMC-WRF mempunyai sebaran warna dan kategori yang merata, sedangkan FFMC-WRF tanggal 18 Agustus didominasi oleh warna biru – kuning, sedangkan FFMC-observasi didominasi warna hijau – merah. Distribusi pola peta FFMC-WRF lebih bervariasi dibandingkan hasil FFMC-observasi. 4.3.4. Indeks Peta Fire Weather Index FWI Wilayah Kalimantan Gambar 19 menunjukkan contoh peta FWI hasil luaran model WRF dan observasi pada saat terjadinya peningkatan distribusi hotspot di wilayah Kalimantan. Gambar 19 . Perbandingan hasil peta FWI-observasi kiri dan WRF kanan tanggal21 Juni, 22 Juli, dan 18 Agustus 2013 wilayah Kalimantan. Peta FWI-observasi tanggal 21 Juni di wilayah Kalimantan Timur bagian utara menunjukkan kategori tidak sulit – sulit dikendalikan, sedangkan dibagian tengah, selatan, dan barat disominasi oleh warna biru dan hijau dengan kategori tidak sulit dikendalikan - aman. Pada tanggal 22 Juli hasil Peta FWI-observasi dan WRF didominasi oleh warna biru dan hijau dengan kategori tidak sulit dikendalikan dan aman. Warna hijau terdapat hampir pada semua wilayah Kalimantan Barat, sedangkan FWI-WRF hanya terdapat sebagian wilayah Kalimantan Barat bagian utara. Pola FWI-observasi tanggal 18 Agustus mempunyai pola yang sama dengan FWI-WRF. 4.4. Verifikasi Peta SPBK-WRF Perbandingan peta SPBK indeks FFMC dan FWI luaran WRF dilakukan dengan menggunakan pendekatan korelasi dan RMSE terhadap peta SPBK observasi milik BMKG. Perbandingan indeks FFMC dan FWI dilakukan dengan membandingkan nilai point to point titik per titik pada delapan lokasi yang tersebar di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Lokasi pengambilan nilai ditunjukkan pada Gambar 20. Gambar 20 . Lokasi pengambilan nilai indeks FFMC dan FWI SPBK observasi dan WRF Lokasi pengambilan nilai yang digunakan untuk membandingkan indeks FFMC dan FWI didasarkan pada wilayah rawan kebakaran hutanlahan khususnya pada wilayah hutanlahan gambut. Gambar 21 menunjukkan hasil perbandingan nilai indeks FFMC dan FWI periode Juni-Juli-Agustus 2013 di wilayah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Gambar 21 . Perbandingan nilai indeks FFMC dan FWI data observasi dan WRF wilayah Sumatera dan Kalimantan Gambar 21 . Lanjutan Gambar 21 . Lanjutan Gambar 21 . Lanjutan Gambar 21 menunjukkan hasil perbandingan pola indeks FFMC dan FWI data observasi dan WRF. Keduanya menunjukkan pola fluktuatif sepanjang periode Juni- Juli-Agustus 2013. Hasil korelasi, persentase error, RMSE, dan akurasi nilai FFMC dan FWI ditunjukkan Tabel 7. Tabel 7 . Hasil korelasi, persentase kesalahan, dan RMSE Nilai KALBAR KALTENG KALSEL KALTIM FFMC FWI FFMC FWI FFMC FWI FFMC FWI Korelasi 0.62 0.78 0.66 0.72 0.78 0.88 0.56 0.77 Percent error -0.02 -0.07 -0.50 0.23 -0.01 0.47 -0.06 -0.14 RMSE 11.53 1.192 12.85 0.94 13.53 2.35 19.77 0.65 Tabel 7 menunjukkan korelasi nilai FFMC-observasi dengan data FFMC- WRF mempunyai nilai antara 0.56 – 0.78 yang mempunyai tingkat hubungan kuat – sangat kuat. Nilai FWI mempunyai korelasi antara 0.62 – 0.87 dan mempunyai kategori korelasi kuat – sangat kuat. Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa peta SPBK yang dibangun menggunakan data cuaca model WRF mempunyai hasil prediksi yang mendekati dengan SPBK hasil observasi. Berdasarkan nilai persentase kesalahan di wilayah Riau, Jambi, dan seluruh propinsi di Kalimantan terdapat over forecasting pada nilai FFMC maupun FWI, sedangkan rentang nilai RMSE antara 0.65 – 19.77. Nilai RMSE semakin besar Nilai SUMUT RIAU JAMBI SUMSEL FFMC FWI FFMC FWI FFMC FWI FFMC FWI Korelasi 0.71 0.85 0.70 0.62 0.65 0.69 0.69 0.87 Percent error 0.04 0.35 -0.01 0.57 -0.02 0.44 0.10 0.42 RMSE 10.99 1.18 13.04 3.27 13.25 2.86 10.97 1.94 menunjukkan bahwa selisih nilai antara FFMCFWI observasi dan model WRF juga besar, walaupun mempunyai hubungan yang sangat kuat bisa saja mempunyai RMSE besar, seperti yang terjadi di wilayah Riau, Jambi, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

4.5. Analisis Hubungan Hotspot dan SPBK

Titik panas hotspot merupakan salah satu indikator terjadinya kebakaran hutan dan lahan disuatu wilayah. Data sebaran hotspot diambil dari FIRMS Fire Information for Resources Managements Systems menggunakan data AquaTerra MODIS periode JJA-2013 di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Data hotspot yang digunakan mempunyai tingkat kepercayaan antara 20 – 100. Distibusi titik panas hotspot yang terpantau oleh satelit AquaTerra MODIS pada periode Juni-Juli- Agustus 2013 ditunjukkan Gambar 22. Gambar 22 . Pola distribusi hotspot periode JJA – 2013 wilayah Sumatera dan Kalimantan 500 1000 1500 2000 2500 3000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 H o ts po t Tanggal Pola Distribusi Hotspot Periode JJA 2013 - Sumatera Juni Juli Agustus 100 200 300 400 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 H o ts po t Tanggal Pola Distribusi Hotspot Periode JJA 2013 - Kalimantan Juni Juli Agustus Gambar 22 menunjukkan puncak hotspot periode JJA-2013 tertinggi terjadi dibulan Juni diwilayah Sumatera, dan puncak hotspot pada bulan Agustus terdapat di wilayah Kalimantan. Distribusi hotspot untuk masing-masing provinsi di Sumatera dan Kalimantan dijelaskan pada Gambar 23. Gambar 23 . Distribusi hotspot periode JJA-2013 Propinsi Wilayah Sumatera dan Kalimantan Gambar 23 menunjukkan presentase distribusi hotspot tertinggi di Sumatera terdapat di Propinsi Riau sebesar 81, sedangkan di wilayah Kalimantan presentase hotspot tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dengan persentase sebesar 74. Untuk mengetahui keterkaitan antara sistem peringkat bahaya kebakaran hutanlahan dengan kejadian hotspot diambil sampel nilai SPBK khususnya peta indeks tingkat kemudahan terjadinya kebakaran hutanlahan pada periode puncak hotspot pada tanggal 19 dan 21 Juni, 21 dan 23 Juli di wilayah Riau, serta tanggal 19 dan 26 Agustus di wilayah Kalimantan Barat dengan kejadian titik hotspot pada periode waktu yang sama. Gambar 24 adalah nilai indeks potensi kemudahan terjadinya kebakaran hutanlahan FFMC dioverlay dengan distribusi hotspot tanggal 19 dan 21 Juni, tanggal 21 dan 23 Juli, serta tanggal 19 dan 26 Agustus 2013. 20 40 60 80 kalbar kaltim kalsel kalteng p er sen ta se Distribusi Hotspot Periode JJA 2013 Wilayah Kalimantan Hotspot 20 40 60 80 100 p er sen ta se Distribusi Hotspot Periode JJA 2013 Wilayah Sumatera Hotspot