Pengolahan TBS menjadi CPO

11 terlarut, dan sebagainya. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, diperlukan adanya proses penanganan treatment pada air terlebih dahulu. Proses penangan air di pabrik kelapa sawit terdiri dari dari external water treatment dan internal water treatment. Setelah air memenuhi persyaratan, air dialirkan ke boiler sebagai umpan. 3 Sistem pengelolaan limbah Limbah pabrik kelapa sawit umumnya terdiri dari limbah padat, cair dan gas. Limbah-limbah ini ditangani oleh unit pengolahan limbah UPL. Unit pengolahan Limbah UPL pada pabrik kelapa sawit terdiri dari:  Fat pit Fungsi fat pit adalah sebagai tempat penampungan sludge kotoran yang masih mengandung minyak di pabrik dan stasiun klarifikasi, pengutipan minyak yang masih tersisa, dan menghomogenkan kepekatan limbah.  Cooling tower Pada alat ini terjadi penurunan suhu limbah menjadi 43–45 C, bila suhu limbah 45 C maka bakteri yang digunakan untuk perombakan akan mati.  Kolam I dan II anaerobic pond Pada kolam ini bakteri anaerobik yang aktif akan membentuk asam organik dan CO 2 . Selanjutnya bakteri metan methagonic bacteria akan mengubah asam organik menjadi metan dan CO 2 . Waktu penahanan untuk kolam ini adalah selama 30 hari. Bakteri yang akan digunakan dalam proses anaerobik pada awalnya dipelihara dalam suatu tempat yang bertujuan untuk memulai pembiakan bakteri.  Kolam III dan IV kolam aerobik Proses yang terjadi pada kolam aerobik adalah proses aerobik. Pada kolam ini telah tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk flok. Hal ini merupakan proses penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba dalam kolam. Metode pengadaan oksigen dapat dilakukan secara alami dan atau menggunakan aerator. Kebutuhan Energi dalam Industri Pertanian Kebutuhan energi di bidang industri dan pertanian dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu energi langsung, energi tidak langsung dan energi biologis khususnya dari tenaga manusia. Energi tersebut dibutuhkan sebagai input atau masukan pada proses produksi .

1. Energi Langsung

Energi langsung merupakan energi yang digunakan secara langsung pada proses produksi yaitu berupa bahan bakar fosil Abdullah, 1998. Peran energi langsung sangat besar dalam suatu proses produksi, terutama untuk proses produksi yang padat energi, hal ini terkait dengan kebutuhan bahan bakar yang cukup. Nilai energi dari beberapa jenis bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 3 sedangkan jumlah energi bahan bakar yang digunakan untuk beberapa operasi mekanis pada lahan pertanian dengan merata-ratakan antara operasi di tanah ringan dan berat, cuaca basah dan kering serta tanah datar dan berbukit, dapat dilihat pada Tabel 4. 12 Tabel 3 Nilai energi per unit beberapa jenis bahan bakar Sumber energi Unit Nilai kalor MJunit Input produksi MJunit Nilai kalor total MJunit Gasolin Liter 32.24 8.08 40.32 Minyak diesel Liter 38.66 9.12 47.78 LPG Liter 26.10 6.16 32.26 Gas alam m 3 41.38 8.07 49.45 Batubara keras kg 30.23 2.36 32.59 Batubara ringan kg 30.29 2.37 32.76 Kayu keras kg 19.26 1.44 20.70 Kayu lunak kg 17.58 1.32 18.90 Listrik kWh 3.60 8.39 11.99 Sumber: Cervinka 1980 dalam Indrayana 2001 Tabel 4 Input energi untuk beberapa operasi pertanian Operasi Energi MJha Membajak kedalaman 0.2 m 1180 Mengolah tanah tahap kedua 390 Mengolah tanah dengan rotary 1430 Mengolah tanah ringan 240 Membuat alur 240 Sumber: Leach 1976 dalam Pimentel 1980

2. Energi Tidak Langsung

Energi tidak langsung merupakan energi yang digunakan untuk memroduksi suatu masukan produksi seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin. Jumlah energi langsung dan energi tidak langsung yang digunakan untuk memroduksi suatu barang disebut embodied energy. Menurut Doering 1978 dalam Rahmat 2002, embodied energy adalah energi yang digunakan secara tidak langsung pada produksi pertanian, dalam hal ini yaitu energi untuk memroduksi mesin, peralatan, pupuk, pestisida, bangunan dan bahan pendukung lainnya. Menurut Flucks 1992 dalam Rahmat 2002, embodied energy mengacu pada total energi yang diperlukan dalam pembuatan suatu barang. Embodied energy mengandung arti semua jenis energi yang dibutuhkan untuk memroduksi suatu barang, baik secara langsung mau pun tidak langsung. a. Kebutuhan energi untuk memroduksi peralatan dan mesin Menurut Doering III dan C. Otto 1978 dalam Rahmat 2002, tiga kategori energi yang dihitung secara terpisah sebelum dikombinasikan untuk menyatakan energi total yang terkandung dalam suatu alat dan mesin pertanian adalah energi yang terkandung pada suatu alat embodied energy, energi pabrikasi dan energi perbaikan serta perawatan. Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi dari beberapa alat dan mesin pertanian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. 13 Tabel 5 Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi dari beberapa alat dan mesin Kategori energi Masukan energi MJkg Embodied energy Ban Baja Traktor Mesin perakit 85.81 62.79 49.45 50.29 Energi pabrikasi Traktor Mesin perakit Singkal, piringan Chisel Alat semprot 14.63 13.01 8.63 8.35 7.38 Sumber: Doering III dan C. Otto, 1978 dalam Indrayana 2001. Besarnya energi produksi bahan baku alat dan mesin pertanian yang meliputi kegiatan dari penambangan hingga menjadi bahan baku, ditunjukkan pada persamaan Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980: Epb = m x Cpb dimana: Epb = energi produksi bahan baku MJ M = massa alat atau mesin pertanian kg Cpb = nilai kalor energi produksi bahan baku alat pertanian MJkg Disamping energi untuk memroduksi bahan baku, diperlukan juga energi pabrikasi dalam pengerjaan dan pembentukan alat atau mesin pertanian yang ditunjukkan persamaan Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980: Ef = m x Cf dimana: Ef = energi pabrikasi MJ m = massa alat atau mesin pertanian kg Cpb = nilai kalor energi pabrikasi suatu alat atau mesin pertanian MJkg Menurut Doering III dan C. Otto 1978 dalam Indrayana 2001, energi total produksi alat atau mesin pertanian diasumsikan sebesar 82 dari total energi bahan baku dan pabrikasi. Nilai tersebut diambil sesuai dengan pendekatan umur peralatan dan umur mesin yang dapat dipercaya dan persamaannya dapat ditunjukkan sebagai berikut: Etf = 0.82 x Epb + Ef dimana: Etf = energi total produksi alat atau mesin pertanian MJ Epb = energi produksi bahan baku MJ Ef = energi pabrikasi MJ Besarnya energi yang digunakan untuk perbaikan dan perawatan ditunjukkan melalui persamaan Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980: Epr = Epb + Ef x TAR x 0.333 14 dimana: Epr = energi perbaikan dan perawatan MJ Epb = energi produksi bahan baku MJ Ef = energi pabrikasi MJ TAR = koefisien perbaikan total akumulasi , merupakan perbandingan biaya perbaikan dan perawatan akumulasi dengan harga sebenarnya pada umur alat. Dari persamaan di atas, embodied energy alat atau mesin pertanian merupakan penjumlahan dari total energi produksi dan energi perbaikan serta perawatan. Nilai embodied energy dapat dilihat pada persamaan berikut Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980: Ee = Etf + Epr Dimana: Ee = embodied energy alat atau mesin pertanian MJ Etf = energi total produksi alat atau mesin pertanian MJ Epr = energi perbaikan dan perawatan MJ b. Kebutuhan energi untuk memroduksi pupuk Penentuan jumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram pupuk relatif sulit karena pupuk yang sama jenisnya, bisa berupa produk yang berbeda, misalnya pupuk nitrogen bisa berupa amoniak, urea, atau amonium sulfat. Masukan energi tidak langsung dari pupuk didasarkan pada jumlah energi yang diperlukan untuk memroduksi transportasi dan distribusi maupun penyimpanan. Masukan energi untuk beberapa jenis pupuk dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6 Masukan energi untuk pupuk Fosfat dan pupuk Kalium Jenis pupuk Produksi MJkg Transportasi MJkg Distribusi MJkg Total MJkg Phospate Rock 1.67 - 3.77 5.44 Normal Super Phospate 0-20-0 2.51 0.84 6.28 9.63 Triple Super Phospate 0-46-0 9.21 0.84 2.51 12.56 Muriate of Potash 0-60-60 KCL 4.60 - 2.09 6.69 Sumber: Blouin et al. 1975 dalam Pimentel 1980 Tabel 7 Masukan energi untuk pupuk Nitrogen Jenis pupuk Produksi MJkg Transportasi MJkg Distribusi MJkg Total MJkg Anhydrous ammonia 49.97 0.84 0.42 50.23 Urea 56.93 1.67 1.26 59.86 Ammonium nitrate 58.18 2.09 1.26 61.53 Sumber: Blouin et al. 1975 dalam Pimentel 1980 c. Kebutuhan energi untuk memroduksi pestisida Besarnya masukan energi tidak langsung dari energi pestisida didasarkan pada besarnya energi yang dibutuhkan untuk memproduksi pestisida tersebut. Masukan energi untuk beberapa jenis pestisida dapat dilihat pada Tabel 8.