Penelitian mengenai Industri Besi dan Baja Indonesia.

peningkatan dalam GDP akan meningkatkan permintaan mata uang domestik oleh masyarakat sehingga nilai mata uang domestik akan terapresiasi.

2.4. Studi Penelitian Terdahulu.

Perbedaan penelitian ini dengan jenis penelitian-penelitian di atas terlihat dalam aspek tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Foreign Direct Investment sektor industri besi baja terhadap output PDB industri besi baja di Indonesia, dengan metode yang digunakan adalah metode Granger Causality, VAR, dan VECM.

2.4.1. Penelitian mengenai Industri Besi dan Baja Indonesia.

Penelitian yang mengamati mengenai industri baja diantaranya adalah penelitian Safitri 2006 yang bertujuan untuk menganalisa struktur pasar dan kinerja industri besi baja di Indonesia, hubungan struktur pasar dengan kinerja yang ada dan perilaku pasar yang terjadi. Metode analisis yang digunakan yaitu Ordinary Least Square OLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar pada industri besi baja adalah oligopoli ketat dan ada persaingan dalam merebut pangsa pasar antara perusahaan, walaupun dalam kenyataan memang ada perusahaan mendominasi pasar. Industri besi baja dilihat dari segi kinerja menerima margin keuntungan atas biaya langsung PCM rata-rata sebesar 36,68 persen sedangkan efisiensi-X yang tercapai XEF rata-rata adalah 71,70 persen. Diduga ada beberapa perilaku dari perusahaan dominan yang dapat menjelaskan pengaruh positif dari struktur pasar terhadap kinerja pada industri besi baja di Indonesia berdasarkan analisis perilaku perusahaan pada industri ini, yang antara lain adalah strategi harga, produk, promosi dan distribusi. Penelitian lain seperti pada penelitian Bahri 2008 dalam analisis dampak pengurangan proteksi bea masuk impor baja terhadap kinerja industri baja Indonesia. Dampak pengurangan regulasi bea masuk impor yang ditujukan pemerintah untuk menekan laju ekspor baja ini dianalisis melalui metode Structure , Conduct and Performance SCP yang menunjukkan bahwa pengurangan bea masuk tidak mampu menumbuhkan pemerataan perusahaan di industri baja Indonesia tetapi lebih untuk mengamankan pasokan baja dalam negeri. Penelitian Darmayanti 2007 menganalisis struktur pasar dan juga kinerja industri logam dasar besi dan baja di Indonesia dan klaster industri logam dasar besi dan baja di Indonesia, serta mengidentifikasi kabupaten-kabupaten yang merupakan klaster pengelompokan industri besi baja di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industri besi dan baja di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan CR4 sebesar 71,15 persen. Adanya krisis ekonomi telah melemahkan struktur industri karena sejak krisis ekonomi nilai rasio konsetrasinya terus mengalami penurunan sehingga keuntungan yang diperoleh semakin menurun. Sejumlah kondisi yang ada menyebabkan kinerja industri besi baja nasional terganggu sehingga menurunkan kontribusi industri besi baja terhadap industri manufaktur dalam penyerapan tenaga kerja, nilai tambah, dan jumlah unit usahanya. Dapat disimpulkan dari analisis sebaran geografis bahwa sampai tahun 2004 diindikasikan terdapat satu klaster terbesar industri besi baja di Indonesia yaitu terletak di Kabupaten Cilegon, Propinsi Banten. Penelitian Harjakusumah 2010 mengidentifikasi perkembangan dan posisi industri besi baja Indonesia dalam implementasi ACFTA, menganalisa kesiapan industri besi dan baja Indonesia dalam implementasi ACFTA dengan melihat posisi daya saing di pasar dunia dan dalam hubungan perdagangan bilateral perdagangan besi dan baja Indonesia-Cina, dan menganalisa dampak perubahan net ekspor industri besi dan baja terhadap sektor-sektor perekonomian dan distribusi pendapatan nasional sebagai skenario kemungkinan positif dan negatif yang ditimbulkan oleh ACFTA. Penelitian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage RCA, metode Revealed Comparative Advantage Bilateral RCAB. Penelitian ini selain itu menggunakan alat analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE. Hasil penelitian dengan metode RCA menunjukkan bahwa industri besi dan baja Indonesia selama periode 1996-2008 memiliki daya saing yang lebih lama atau tidak memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional dibandingkan dengan Cina. Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penetrasi produk besi dan baja mereka ke dalam pasar domestik Indonesia berdasarkan analisis daya saing bilateral dengan menggunakan RCAB. Hasil analisis dengan menggunakan SNSE menunjukkan faktor produksi perubahan pendapatan terbesar diterima oleh faktor produksi bukan tenaga kerja dan institusi perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa industri besi dan baja Indonesia merupakan industri yang bersifat padat modal faktor produksi bukan tenaga kerja yang sebagian besar dimiliki oleh institusi perusahaan.

2.4.2. Penelitian mengenai Foreign Direct Investment FDI di Indonesia.