Perkembangan Volume Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah

sehingga impor menjadi kurang lebih 3 juta ton. Sektor pendorong konsumsi baja yaitu sektor manufaktur dan konstruksi yang diperkirakan akan naik tajam tahun ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang diramal bisa tembus 6,4 persen. Sektor manufaktur diprediksikan tumbuh menjadi 4,4 persen pada tahun 2011 dari 4 persen pada tahun 2010. Sektor konstruksi tumbuh menjadi 7,3 persen pada 2011 dari 6,8 persen pada tahun 2008. Konsumsi baja juga didorong oleh peningkatan produksi otomotif. Peningkatan produksi mobil berdasarkan data Gaikindo sebesar 15 persen pada tahun 2010 menjadi 560.000 unit dari sebelumnya berjumlah 483.000 pada tahun 2009. Sektor motor mengalami peningkatan sebesar 11 persen yaitu 5,9 juta unit pada tahun 2009 menjadi 6,5 juta unit pada tahun 2010. Permintaan baja nasional terhadap sektor otomotif secara otomatis mengalami kenaikan. Produksi HR baja hitam naik dari 236.000 ton pada tahun 2009 menjadi 275.000 pada tahun 2010 atau naik 20 persen, sedangkan produksi CR baja putih naik dari 239.000 pada tahun 2009 naik menjadi 267.000 pada tahun 2010 atau naik 10 persen detik, 2011.

4.2.2. Perkembangan Volume Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah

Perusahaan, dan Ekspor-Impor Besi Baja di Indonesia. Industri logam dasar besi dan baja yang merupakan salah satu industri strategis dan vital harus cukup mendapatkan perhatian dari pemerintah karena perannya ini sangat dibutuhkan bagi pembangunan-pembangunan industri-industri penting lainnya. Dampak dari adanya globalisasi ini dapat dirasakan oleh negara- negara di dunia, berupa adanya pembangunan-pembangunan infrastruktur yang memadai oleh banyak negara. Pembangunan infrastruktur yang banyak berdampak peran industri besi dan baja tidak dapat diabaikan karena tentu saja permintaan besi dan baja ini akan meningkat. Industri logam dasar besi baja harus pula meningkatkan produksinya Darmayanti, 2007. Kendala sekaligus tantangan yang harus dihadapi oleh industri ini yaitu adanya ancaman dari negara luar yang menjual produk-produk yang lebih murah daripada yang diproduksi di dalam negeri, dengan salah satu contoh adalah produk tin plate. Perusahaan pembuat tin plate dalam negeri menilai adanya politik dumping yang dilakukan negara pengimpor karena harga yang ditawarkan lebih murah di Indonesia dibandingkan harga yang dijual di negaranya sendiri. Hal ini tentu saja sangat merusak dan dapat mematikan produksi dalam negeri karena produk dalam negeri akan sulit bersaing Harjakusumah, 2010. Adanya ancaman masuknya produk impor dengan cara dumping dan ilegal sangat berpengaruh pada produksi industri besi baja di Indonesia, karena produk baja nasional menjadi kalah bersaing dalam harga yang dipasarkan. Komite Anti Dumping Indonesia KADI menyatakan bahwa KADI pernah menangani kasus anti dumping pipa baja dari Jepang, Cina, dan Korea Selatan. Komite Anti Dumping Indonesia kemudian menangani dua kasus anti dumping terhadap produk baja impor yaitu lembaran baja canai panas HRC dari India, Rusia, Cina, dan Ukraina pada tahun 2002. Komite Anti Dumping Indonesia selain itu juga menangani kasus anti dumping besi beton wire rod impor dari India dan Turki pada tahun yang sama Darmayanti, 2007. Perkembangan Indeks produksi industri besi dan baja dapat dilihat pada Gambar 4.5. Dapat dilihat bahwa indeks produksi besi dan baja di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2008. Penurunan terjadi dari tahun 2008 ke tahun 2009 dan kemudian naik kembali pada tahun 2010. Perkembangan volume produksi dalam sektor besi dan baja dasar berdasarkan jenis produk besi dan baja dapat dilihat pada Tabel 4.3. No Kelompok 2006 ribu ton 2007 ribu ton 1 Besi Spons 1200,2 1322,7 2 Slap Baja 1291,8 1364,6 3 BilletIngotBloom 2512,7 2795,4 4 Besi Beton 1821,4 1842,6 5 Batang Kawat Baja 834,1 919,6 6 HRC Plate 2494,1 3120,0 7 Pipa Las LurusSpiral 779,2 2243,0 8 CRCSheet 762,0 1350,0 9 BjLSwarna 322,3 1200,0 10 Tin Plate 83,5 130,0 120.00 130.00 140.00 150.00 160.00 170.00 180.00 2006 2007 2008 2009 2010 In d ek s Tahun Indeks Produksi Besi dan Baja Indeks Produksi Besi dan Baja Sumber : BPS, 2011. Gambar 4.5. Indeks Produksi Besi dan Baja di Indonesia Tahun 2006-2010. Tabel 4.3 Perkembangan Volume Produksi Beberapa Produk Besi Baja Dasar Indonesia Tahun 2006-2007. Sumber: Kementrian Perindustrian, 2008. Gagasan untuk mendirikan pabrik baja muncul pada tahun 1956 yang saat itu dimotori oleh Perdana Menteri Republik Indonesia. Alternatif kota yang akan dijadikan lokasi berdirinya pabrik baja pertama di Indonesia antara lain: Lampung, Cilegon, Merak dan Probolinggo. Kota Cilegon dipilih sebagai lokasi yang didirikan pabrik besi baja, dengan alasan dipilihnya kota ini dikarenakan pusat perekonomian saat itu masih tersentralisasi di Jakarta disamping dekat dengan sarana pelabuhan kapal laut karena untuk memudahkan impor bahan bakupellet Safitri, 2006. Tahun 1962 realisasi pembangunan pabrik besi baja tersebut dilaksanakan dan direncanakan akan selesai pada tahun 1968, namun terhenti pada tahun 1965 akibat meletusnya pemberontakan G30S PKI. Usaha melanjutkan program pembangunan pabrik tersebut pada tanggal 30 Desember 1967 dikeluarkan Instruksi Presiden untuk merubah Proyek Baja Trikora menjadi bentuk Perseroan Terbatas, dengan nama PT Krakatau Steel yang diresmikan berdiri pada tanggal 27 Oktober 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tanggal 31 Agustus 1970 GAPBESI, 2006. Kemunculan perusahaan besi baja mendorong munculnya perusahaan- perusahaan baru yang bergerak dibidang industri besi baja. Kondisi industri baja yang mengalami penambahan perusahaan tidak mencerminkan adanya persaingan yang sehat antara sesamanya akan tetapi industri baja dalam negeri didominasi oleh empat perusahaan besar yakni PT Krakatau Steel, PT Gunawan Dian Jaya Steel, PT Jayapsari Steel dan PT Indonesia Tube Work Steel. Keempat perusahaan tersebut mampu berproduksi dalam skala besar dan menciptakan Economies of Scale sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga melakukan ekspor baja keluar negeri Bahri, 2008. Jumlah perusahaan besi baja ini dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan yang cukup besar. Perkembangan jumlah perusahaan industri besi baja dapat dilihat pada Gambar 4.6. Jumlah perusahaan industri besi baja mengalami penurunan dari tahun 2001 hingga 2003, serta dari tahun 2004 ke 2005, dan dari tahun 2006 hingga 2009. Jumlah perusahaan industri besi baja naik dari tahun 2003 ke tahun 2004, dan dari tahun 2005 hingga 2006. Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki perusahaan baja terbanyak yakni 74 buah. Penyebaran industri logam termasuk besi baja dapat dilihat pada Tabel 4.4. 190 210 230 250 270 290 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 J u m la h Tahun Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri Besi dan Baja Jumlah Perusahaan Sumber : BPS, 2011. Gambar 4.6. Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri Besi dan Baja di Indonesia Tahun 2001-2009. Sumber: BPS, 2005. Perusahaan terdiri dari tenaga kerja yang mengoperasikan perusahaan tersebut. Perkembangan jumlah tenaga kerja industri besi dan baja di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.7. Propinsi Baja Non Ferro Logam Hilir Bali - - 2 Banten 42 22 91 Bangka Belitung - 2 - Yogyakarta 2 - - Jakarta 37 12 88 Jawa Barat 71 14 153 Jawa Tengah 22 1 18 Jawa Timur 61 27 86 Kalimantan Barat 1 - 1 Kalimantan Selatan - - 1 Kalimantan Timur 1 - - Kepulauan Riau 3 1 9 Lampung 1 - 3 Riau 9 - 6 Sulawesi Selatan 5 - 3 Sulawesi Tenggara 1 - - Sulawesi Utara 1 - 1 Sumatera Selatan 2 - - Sumatera Utara 11 5 23 Total 270 84 485 Tabel 4.4. Persebaran Perusahaan Baja, Non Ferro dan Logam Hilir Indonesia Tahun 2005. Perkembangan jumlah tenaga kerja industri besi baja di Indonesia cenderung mengalami perubahan yang tidak signifikan dari tahun 2004 hingga tahun 2009. Kenaikan jumlah tenaga kerja terjadi dari tahun 2005-2006, dan selebihnya dari tahun 2004-2005, 2006-2009 cenderung untuk mengalami penurunan. Pentingnya peranan besi baja dalam pembangunan suatu negara membuat kebutuhan akan barang ini terus meningkat, disertai dengan meningkatnya jumlah populasi. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di seluruh negara di dunia Safitri, 2006. Hasil produksi industri logam dasar besi dan baja Indonesia tidak hanya dimanfaatkan oleh industri-industri hilir di dalam negeri, tetapi juga telah diekspor ke negara-negara yang membutuhkan besi dan baja Darmayanti, 2007. Perkembangan impor dan ekspor logam dasar besi baja di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.8. 50,000 55,000 60,000 65,000 70,000 2004 2005 2006 2007 2008 2009 J u m la h Tahun Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Industri Besi Baja di Indonesia Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Industri Besi Baja di Indonesia Sumber: BPS, 2011. Gambar 4.7. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Industri Besi Baja di Indonesia Tahun 2004-2009. Gambar 4.8 di atas menunjukkan bahwa volume impor logam dasar besi baja di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan volume ekspornya. Hal ini mengindikasikan bahwa ekspor neto logam dasar besi baja memiliki angka yang negatif diantara rentang tahun 2000 hingga 2010.

4.2.3. Perkembangan Investasi Sektor Industri Besi Baja Foreign Direct