1. Manusia adalah makhluk yang rasional dan akan melakukan
pilihankeputusan yang dapat diprediksi dalam ketentuankondisi tertentu yang spesifik.
2. “intention of Act”, atau motif dari sebuah tindakan adalah faktor paling
determinan dalam penentuan sebuah perilakutingkah lakutindakan. 3.
Manusia tidak selalu bertindak seperti apa yang ia harapkaninginkan.
2.2.8 Makna
a. Makna Dalam Komunikasi
Selama bertahun-tahun para dosen komunikasi menunjukkan kepada para mahasiswa mereka bahwa asal linguistik dari kata komunikasi adalah communis,
menurut bahasa latin yang berarti “bersama” common. Gode bahkan mendefinisikan komunikasi secara etimologis sebagai “proses yang membuat
menjadi sama kepada dua orang atau lebih apa yang tadinya menjadi monopoli satu atau beberapa orang saja”. Karena itu, satu karakteristik yang jelas dari
makna yang relevan dengan komunikasi manusia adalah “ kebersamaan”: makna yang berkaitan dengan komunikasi pada hakikatnya merupakan fenomena sosial.
Makna sebagai konsep komunikasi, mencakup lebih daripada sekedar penafsiran atau pemahaman seorang individu saja. Makna selalu mencakup banyak
pemahaman - aspek-aspek pemahaman yang secara bersama dimiliki komunikator Fisher dalam Rakhmat, 1990: 346.
Akan tetapi, aspek kebersamaan itu tidaklah mesti menunjukkan bahwa semua peserta dalam proses komunikatif memiliki pemahaman yang identik
tentang lambang atau pikiran-pikiran-pikiran atau apapun, namun bahwa pemahaman tertentu menjadi milik bersama mereka semua. Tanpa adanya suatu
derajat tentang apa yang disebut oleh Goyer “kebersamaan makna commonality of meaning- yakni “pemilikan pengalaman secara bersama”- komunikasi tidak
akan terjadi. Shands lebih tegas lagi ketika ia menyatakan: ”Makna dari makna merupakan konsensus, dan makna lahir dalam proses sosial yang memungkinkan
konsensus itu berkembang”. “Proses sosial” itu dalam “teori umum komunikasi”- nya Shands adalah proses komunikasi itu sendiri Fisher dalam Rakhmat, 1990:
347.
Universitas Sumatera Utara
Perspektif interaksional memandang diri sebagai ciptaan sosial yang hanya dicapai melalui komunikasi dengan orang lain. Jadi, makna secara psikologis
dimiliki secara bersama melalui kesamaan pengalaman individual. Individu dipandang sebagai “korban” yang agak pasif dari pengalaman di masa lalu. Akan
tetapi makna secara interaksional dimiliki bersama dengan proses empati melalui pengambilan peran yang aktif. Individu memainkan peranan yang lebih aktif,
mencari makna menurut pandangan orang lain dan berbagi makna itu dengan orang lain. Dengan cara ini, individu keluar dari diri yang terinternalisasikan itu
dengan jalan melibatkan dirinya dalam pengambilan peran yang generalized other.
Mead menempatkan makna interaksional dalam apa yang ia namakan suatu percakapan isyarat conversation of gestures di mana suatu isyarat
gesture berarti tindakan yang bermakna secara potensial. Jadi makna terjadi sebagai suatu “hubungan segitiga antara isyarat seseorang, respons kepada isyarat
itu oleh orang yang kedua, dan penyelesaian tindakan sosial tertentu yang dimulai oleh isyarat orang yang pertama tadi” Fisher dalam Rakhmat, 1990: 354-355.
Komunikasi percakapan ditinjau dari suatu perspektif interaksional, menurut Meerloo memberikan penekanan pada “ saling pengertian” dan “empati
timbal balik” sebagai sumber makna kebersamaan. Proses pengambilan peran dan kebersamaan makna secara maksimal dimungkinkan melalui apa yang disebut
Meerloo “keinginan yang wajar untuk saling beridentifikasi, untuk memiliki pengertian psikologis dan saling mendekati dengan kasih-sayang.”
Walaupun konsep abstrak yang dicakup dalam hampiran Meerloo itu lemah untuk dioperasionalisasikan, konsep itu menekankan hal bahwa
pengambilan peran interaksional melintas diri individu dan memungkinkan setiap individu yang berkomunikasi untuk mencari secara aktif sudut pandang itu –
dengan cara itu, terjadilah makna kebersamaan. Kata-kata kuncinya adalah saling tiap peserta melibatkan diri dalam pengambilan peran dan identifikasi
mengambil kerangka rujukan orang lain. Konsep identifikasi interaksional masih tetap merupakan suatu konsep
abstrak, yakni mengandung diri individual dan pada saat yang bersamaan diri itu memerankan diri orang lain. Identifikasi atau empati dari sudut interaksional
Universitas Sumatera Utara
adalah sama dengan konsep Kenneth Burke tentang consubstantiality- pada saat yang bersamaan mengandung unsur diri sendiri maupun orang lain sebagai produk
identifikasi. Ruesch menyatakan hal yang sama pada waktu ia membedakan antara pengertian dan sebagai kesepakatan sebagai proses komunikatif.
Menurut Ruesch, pengertian terjadi bilamana para komunikator menciptakan kaitan informasi. Tetapi kesepakatan menunjukkan pengucilan salah
satu aspek atau topik komunikasi dan “pengambilan keputusan dan keterlibatan diri” yang berhubungan dengan aspek tersebut. Jadi, para komunikator dapat
mengerti satu sama lainnya selama komunikasi, akan tetapi dapat saja tidak bersepakat Fisher dalam Rakhmat, 1990: 356-357.
Perspektif interaksional secara langsung membahas kebersamaan atau berbagi makna melalui partisipatif aktif melalui pengambilan peran dalam proses
komunikatif. Interaksionisme menempatkan makna di luar diri individu dalam perilaku atau isyarat komunikator. Akan tetapi, rasa ketergantungannya yang
besar pada konsep-konsep internal seperti “empati”, “identifikasi” dan “pengertian”, menyatakan bahwa banyak proses komunikatif yang menyangkut
konsep makna masih tetap berada dalam diri individu yang bersangkutan. Tetapi pada saat itu pun individu itu merupakan produk maupun peserta dalam situasi
sosial - dialog proses komunikatif Fisher dalam Rakhmat, 1990: 357-358.
2.2.9 Tato