“Kalo kita bertato, masih kita jaga etika, masih mau bergaul..mungkin yaa ga ada pandangan atau cibiran orang yang kek mana-mana”..
Pepen mengaku selama bertato ia tidak pernah mendapat perlakuan yang
tidak mengenakkan dari orang lain, namun ia bercerita tentang pengalaman temannya yang suatu waktu pernah menaiki angkot lalu orang-orang yang ada di
dalam angkot tersebut menjauh seperti ketakutan. Pepen mengatakan juga bahwa sebenarnya tato itu tidak jahat tetapi individunya lah yang memberikan kesan
jahat. Pepen memiliki harapan supaya tato semakin bisa diterima masyarakat Indonesia dan bisnis tato semakin maju. Pepen merasa tato perlu dilestarikan,
karena tato merupakan suatu kebudayaan yang khas Indonesia seperti tato Mentawai dan Kalimantan yang sudah dikenal oleh seluruh dunia.
b. Reduksi fenomenologi Rangga
Cowok yang hobi main skate board ini, terdorong mentato tubuhnya dengan alasan kepuasan, menurutnya semacam ada kekuatan dari dalam dirinya
untuk mentato. Untuk pertama kalinya memutuskan mentato tubuh, tekad Rangga sudah bulat dan baginya sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi.
“Sakit yaa sakittt..tapi emang sakitnya itu yang dicari, tapi dari pribadi saya sendiri tekad udah memang bulat, udah memang harus gitu, jadi
udah emang ga setengah-setengah..kadang ada juga kan orang yang udah buat trus nyesel..”
Rangga mengatakan ada hal lain yang perlu diperhatikan pada saat
memutuskan untuk bertato selain kesiapan mental yaitu, keahlian si tattoo artist nya. Karena menurut pria bertindik ini, skill yang dimiliki seorang tattoo artist
sangat menentukan kepuasan konsumennya. Untuk itu penting mengetahui sejauhmana skill yang dimiliki seorang tattoo artist agar tidak menimbulkan rasa
penyesalan karena tidak sesuai dengan harapan si konsumen.
Selama kurang lebih 13 tahun Rangga menggunakan tato, tidak hanya satu tato yang pada akhirnya menempel di tubuhnya. Rangga mengaku ketagihan
mentato bagian tubuh lainnya seperti di badan, di leher dan di paha. Menurutnya, candu atau tidaknya tergantung pada individunya. Biasanya jika sudah memiliki
tato dengan hasil gambar yang bagus, keinginan untuk mentato lagi muncul kembali.
Universitas Sumatera Utara
Dari sekian banyaknya tato di tubuh Rangga, ada salah satu tato yang memiliki arti yang dalam buatnya. Tato yang terletak di sebelah kanan leher
Rangga memperlihatkan gambar anak kecil sementara di sebelah kiri lehernya terdapat gambar peti mati. Rangga mengatakan bahwa anak kecil itu ibarat sebuah
kehidupan dan peti mati itu ibarat kematian. Jadi manusia itu pada awalnya lahir dan pada akhirnya akan kembali pada kematian.
“ itu kalo diartikan sih dari kehidupan sampai kematian..dari awal sampai selesai..itu aja sih..dan kebetulan ini kan posisinya anak kecil kan sebelah
kanan, kalo sebelah kiri,,itu tuh kayaknya seperti buruk gitu..tangan kiri soalnya..hehe”
Di komunitas Black Cat Tattoo sendiri, Rangga bergabung sekitar tahun
2010 atau 2011. Rangga mengatakan bahwa komunitas ini tempat bertukar ilmu, mengadakan acara untuk sekedar berkumpul dan sharing tentang perkembangan
karya anak-anak anggota komunitas. Biasanya setiap tahun tingkat prestasi tattoo artist saling bersaing satu sama lain. Rangga mengakui menggunakan tato
sebelum bergabung di komunitas. Sebelum bergabung, aktivitasnya dihabiskan dengan nge-band dan memasang tato. Namun, lama-kelamaan banyak teman-
temannya yang terdoktrin untuk memasang tato. Kemudian Rangga tertarik untuk mencari info tentang tattoo artist yang ada di Medan, ia mendapatkannya, lalu ia
mulai mengenal teman-teman yang ada di komunitas Black Cat Tattoo dan akhirnya bergabung. Rangga merasa nyaman dan nyambung bergaul dengan
teman-teman di Black Cat Tattoo. Selama bergabung di komunitas ini, Rangga mengatakan bahwa setiap tahunnya mereka sering berkumpul membuat acara
tato-tatoan dan tahun ini mereka berencana mengadakan acara serupa. Cowok yang juga hobi menggambar ini, menceritakan mengenai
bagaimana pandangan orang terdekatnya ketika ia memutuskan untuk memakai tato, terutama keluarga. Pada waktu itu, ia mendapat kecaman yang keras dari
keluarga. “Dari keluarga..langsung pasti dijudge yaa..namanya juga anak,,parah.
Kamu kalo bertato mau jadi apa??”..segala macem-segala macem ..langsung nganggapnya gimana gitu, kayak gak ada pilihan hidup...abis
diomelin sama orang tua, segala macem..” Pada akhirnya, Rangga sendiri terdorong untuk membuktikan kepada
kedua orang tuanya bahwa orang sepertinya juga bisa berkreativitas, berkarya dan
Universitas Sumatera Utara
melakukan kegiatan positif seperti menjadi tattoo artist dan mendesain baju. Berbeda dengan reaksi teman-teman Rangga, yang pada awalnya sempat terkejut
melihat ia bertato tetapi akhirnya mereka respect terhadap Rangga dan mengganggap itu semua telah menjadi pilihan hidupnya. Rangga sebagai seorang
laki-laki juga pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita dan kerap mendapat penolakan dari orang tua kekasihnya, walaupun ada juga dari orang tua
mereka yang bisa menerima keadaan Rangga. “Adaa..ada juga yang baik, karena balik ke kita juga kann..yaa masih
mempertanyakan juga kan apa kegiatan,..segala macem lah..kadang ada juga yang “waduh jangan pacaran sama anak saya,anak saya bukan orang yang
gimana-gimana, anak saya orang yang berpendidikan..udah kamu jangan dekati dia lagi. Ada juga yang baiknya, ga papa silahkan.. selagi gak macem-
macem. Ada yang baik dan ada juga yang nge-judge..”
Dalam wawancara, Rangga sempat mengkritik mengenai pandangan para orang tua yang selalu menilai buruk orang bertato. Biasanya para orang tua yang
memiliki posisi-posisi penting seperti pejabat. Rangga mengatakan orang-orang yang punya kekuasaan cenderung men-judge mereka buruk. Hingga anak-anaknya
dilarang bergaul dengan mereka orang bertato karena takut anaknya terpengaruh.
“Biasanya orang-orang yang kayak eumm kek mana yaa.. orang-orang yang berpikiran awam sih, yang udah punya kekuasaan yang gimanaa
gitu. Kebanyakan orangnya gitu, langsung nge-judge. Kalo orang yang kita ketemu bener-bener orang-orang yang biasa aja, dari kalangan
menengah..yaa mereka,,yaa welcome aja. Tapi kalo orang-orang yang udah kalangan atas,.yang udah gimana-gimana..ngerti kan??..Apalagi
yang orang tuanya hebat-hebat itu,..waduh..pasti ga mau..dan ga mau juga anaknya kayak gini..”
Tak berbeda dengan pandangan para orang tua tersebut, masyarakat yang tinggal di sekitar Rangga pun beragam pandangannya. Ada yang mencibir dan
juga ada yang menerima. Namun menurut Rangga, masyarakat sekarang ini sepertinya sudah banyak yang mengerti dan tidak komplain mengenai orang
bertato. Untuk perkembangan tato sendiri, Rangga berharap tato semakin disenangi orang, mulai dari anak kecil sampai dewasa tahu apa itu tato dan
bagaimana teknik mentato.
Universitas Sumatera Utara
c. Reduksi Fenomenologi Bembeng