Pendapatan Nasional Kebijakan Fiskal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendapatan Nasional

Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang disebut dengan PDB Product Domestic Brutto. Product Domestic Brutto diartikan sebagai nilai barang- barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara selama satu tahun tertentu Mankiew, 2006. Perhitungan besarnya pendapatan nasional dapat dilakukan dengan 3 pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Pendekatan produksi, perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian sektor pertanian; pertambangan; industri, listrik, gas dan air minum; bangunan; pengangkutan, perdagangan, keuangan, sewa rumah; pemerintah dan pertahanan; jasa-jasa lain. Pendekatan pendapatan, perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa ke dalam perekonomian. Pendekatan pengeluaran, Perhitungan pendapatan nasional dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran para pelaku ekonomi atas barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan dalam perekonomian.

2.2. Model IS-LM Sederhana

11 Universitas Sumatera Utara Model IS-LM dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka pendek ketika tingkat harga adalah tetap dan melihat bagaimana perubahan tingkat harga mempengaruhi keseimbangan dalam model IS-LM. Model IS-LM juga menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat disesuaikan untuk menjamin bahwa perekonomian berproduksi pada tingkat alamiah.

2.2.1. Model IS

Mankiw, 2006 Pendapatan nasional mengalami kenaikan atau penurunan menurut Teori Keynes tergantung kepada total permintaan agregat. Model permintaan agregat dibentuk dari variabel-variabel C, I, G, X – M dengan bentuk perekonomian terbuka sebagai berikut: Y = AD = C + I + G + NX 2.1 dimana C = CY - T. Fungsi konsumsi dinyatakan dalam bentuk C = C Y-T, yang berarti C merupakan variabel endogen yang dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan nasional dan pajak yang dikeluarkan dispossible income. Semakin besar pendapatan yang diterima maka pengeluaran konsumsi akan semakin tinggi, sehingga hubungannya positif terhadap pertumbuhan pendapatan nasional. Sedangkan pajak yang dibayarkan memiliki hubungan negative terhadap pengeluaran konsumsi. Jika pajak yang dibayarkan semakin tinggi maka pengeluaran konsumsi akan semakin menurun dan akhirnya akan menurunkan pendapatan nasional. I = Ir,Y 2.2 Pengertian investasi dalam teori ekonomi makro lebih banyak kepada investasi fisik, misalnya dalam bentuk barang modal pabrik dan peralatan, bangunan dan persediaan Universitas Sumatera Utara barang inventory. Investasi berarti pembelian dan berarti juga produksi dari capitalmodal barang–barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang barang produksi. Agar tidak terjadi kerancuan dengan kenyataan sehari-hari, perhitungan investasi harus konsisten dengan perhitungan pendapatan nasional. Yang dimasukkan dalam perhitungan investasi adalah barang modal, bangunankonstruksi, maupun persediaan barang jadi yang masih baru. Fungsi investasi dinyatakan dalam bentuk I = Ir,Y, yang berarti besar kecil investasi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat bunga yang berlaku r dan juga pendapatan nasional Y. Jika tingkat bunga mengalami kenaikan maka investasi akan menurun dan sebaliknya, sehingga hubungannya dinyatakan bersifat negatif, sedangkan terhadap pendapatan nasional, apabila pendapatan nasional mengalami kenaikan maka permintaan investasi juga akan meningkat dan sebaliknya, sehingga hubungannya dinyatakan positif. NX = NXe, r , Y 2.3 Selisih dari kegiatan ekspor terhadap impor menghasilkan net ekspor, yang berarti neraca perdagangan bersifat surplus. Bagi perekonomian negara yang terbuka adanya arus Tingkat Bunga r Investasi I Gambar 2.1 Fungsi Investasi Universitas Sumatera Utara modal dan barang internasional, maka pengeluaran domestic tidak harus sama dengan output barang dan jasa yang dihasilkan. Karena jika terdapat selisih pendapatan atas pengeluaran konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah akan menghasilkan net ekspor positif Y C + I + G , karena: Y = C + I + G + NX Y – C – G = I + NX Y – C – G = S S = I + NX S – I = NX 2.4 dimana S = tabungan. Jika S – I positif dan S I, maka negara meminjamkan kelebihan dananya pada pihak asing, tetapi bila S – I negative dan S I negara memiliki kekurangan dana dan untuk mendanai investasi dilakukan dengan meminjam dana dari luar negeri. Neraca perdagangan suatu negara dipengaruhi oleh nilai kurs e, tingkat bunga r dan juga pendapatan nasional Y. Pengaruh nilai tukar mata uang diantara negara yang menjalin hubungan ekonomi luar negeri e adalah Jika harga barang dan jasa di luar negeri lebih murah nilai kurs riil tinggi dibanding dalam negeri maka neraca perdagangan akan bersifat negatif, karena mendorong impor yang lebih besar, dan itu artinya pendapatan nasional akan menurun dan mendorong terjadinya depresiasi nilai tukar mata uang terhadap mata uang negara yang berhubungan. Sebaliknya bila nilai kurs riil rendah maka harga barang di dalam negeri akan lebih murah dibanding luar negeri dan akan mendorong meningkatnya net ekspor dan berkurang impor, sehingga pendapatan nasional mengalami Universitas Sumatera Utara peningkatan. Sehingga dapat dikatakan hubungan antara nilai kurs riil terhadap neraca perdagangan bersifat negatif. Arus barang dan modal internasional menggambarkan bahwa neraca perdagangan adalah sama dengan arus modal keluar netto, atau tabungan sama dengan investasi. Dalam perekonomian terbuka, meminjam dan memberi pinjaman dipengaruhi tingkat bunga r. Apabila tingkat bunga dunia r di atas tingkat bunga domestik r, maka investasi keluar netto akan naik sehingga tabungan domestik menurun dan akibatnya neraca perdagangan akan negatif defisit sehingga pendapatan nasional menurun. Sehingga: Y = CY-T + Ir,Y + G + NX e, r , Y 2.5 Dari persamaan 2.5 ditunjukkan variabel yang mempengarhi Y yaitu, T, G, r dan e sehingga model IS dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut Y = YG, T , r, e 2.6 dimana Y = pendapatan nasional, C = pengeluaran konsumsi ,I = pengeluaran investasi, T = penerimaan pajak, r = tingkat bunga, G = pengeluaran pemerintah, NX = X – M = net export, jika X M surplus neraca perdagangan, X = pengeluaran export dan M = import. Apabila terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah ∆G maka permintaan output pendapatan nasional mengalami peningkatan sebesar multiplier effect atas komponen pengeluaran pemerintah tersebut. Peningkatan pajak berefek negatif terhadap perekonomian, karena menurunnya dispossible income akan mengurangi konsumsi, sehingga permintaan output mengalami penurunan sebesar multiplier pajak atas penerimaan pajak tersebut. Universitas Sumatera Utara Semakin tinggi tingkat bunga ke dalam perekonomian berarti akan mengganggu investasi, sehingga investasi berefek negatif atas tingkat bunga. Jika investasi turun maka output juga akan menurun atau berkurang. Perubahan nilai kurs terhadap pertumbuhan output terlihat besar pengaruhnya bagi perekonomian yang bersifat terbuka. Apabila kurs mata uang negara tersebut cenderung menguat maka efek negatifnya terhadap kegiatan export, sehingga sangat mungkin terjadi penurunan pada pendapatan nasional. Dan sebaliknya jika kurs melemah maka sangat dimungkinkan neraca perdagangan akan menigkat, sehingga terjadi pertumbuhan pendapatan nasional karena didorong bertambahnya permintaan output dari pasar luar negeri.

2.2.2. Model LM

Model LM menjelaskan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar uang, dan untuk memahami pemahaman model LM adalah dengan melihat teori tingkat bunga atau teori preferensi likuiditas theory of liquidity preference. Teori ini menyatakan bahwa tingkat bunga disesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Permintaan terhadap keseimbangan uang riil yang ditegaskan oleh teori preferensi menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu determinant dari berapa banyak uang yang ingin dipegang, karena tingkat bunga merupakan opportunity cost dari memegang uang. Ketika tingkat bunga naik, orang hanya ingin memegang uang lebih sedikit. Perubahan pendapatan nasional Y terhadap keseimbangan uang riil adalah positif terhadap permintaan uang dalam perekonomian, yaitu ketika pendapatan tinggi, Universitas Sumatera Utara pengeluaran tinggi sehingga permintaan uang lebih besar. Karenanya pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga juga lebih tinggi. Sehingga dapat ditulis bahwa fungsi dari jumlah uang yang diminta MP ditentukan tingkat bunga dan pendapatan, yaitu: M P = L r , Y 2.7 , Y r L M P = 2.8 r = rMP, Y 2.9 Apabila jumlah uang beredar mengalami peningkatan akibat tingginya permintaan barang dan jasa yang diikuti dengan permintaan uang, menurut teori kuantitas uang Fisher, maka akan terjadi penurunan tingkat bunga nominal karena terbukanya peluang inflasi. Hubungan antara tingkat harga terhadap tingkat bunga adalah bersifat positif, artinya apabila terjadi inflasi ke dalam perekonomian maka kebijakan moneter yang dilakukan adalah dengan menaikkan tingkat bunga. Kenaikan pendapatan nasional yang diikuti dengan meningkatnya permintaan output harus dicegah pengaruhnya terhadap kenaikan jumlah uang beredar, karena kenaikan permintaan menimbulkan ancaman inflasi dengan cara menaikkan tingkat bunga agar perekonomian stabil.

2.3. Kebijakan Fiskal

Kebijakan ekonomi makro akan selalu diperlukan untuk mencegah dan menghilangkan gejala ekonomi makro yang tidak diinginkan seperti tingkat inflasi yang tinggi, pengangguran, neraca pembayaran yang defisit. Kebijakan fiskal merupakan Universitas Sumatera Utara kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian dengan menggunakan instrument variabel pajak tax, transfer pemerintah atau dengan pengeluaran pemerintah. Reksoprayitno: 2000. Kedua kebijakan ekonomi makro tersebut dapat bersifat ekspansi maupun kontraksi. Ketika perekonomian menghadapi peningkatan pengangguran dan kapasitas produksi nasional bersifat unemployment dilakukan kebijakan yang bersifat ekspansi mis: defisit neraca pembayaran, sedangkan kebijakan kontraksi digunakan apabila perekonomian dalam keadaan over employment yaitu permintaan agregatif melebihi kapasitas produksi nasional mis: inflasi yang tinggi. Tujuan dari kedua kebijakan ekonomi makro tersebut baik ekspansi maupun kontraksi adalah untuk meningkatkan pendapatan nasional dan menurunkan tingkat pengangguran serta tingkat inflasi dan memperkecil defisit neraca pembayaran luar negeri. Perubahan dalam belanja pemerintah akan mempengaruhi perekonomian. Jika belanja pemerintah naik sebesar G Government expenditure akan mendorong adanya kenaikan pendapatan nasional sebesar = KG x G Direct Stimulus. Bertambahnya pendapatan, akibat kebijakan fiskal yang ekspansif menyebabkan permintaan uang juga meningkat, sehingga mendorong kenaikan tingkat bunga r. Sebaliknya kebijakan fiskal yang bersifat kontraksi dengan menaikkan pajak akan menurunkan pendapatan nasional, karena pajak tax bersifat indirect stimulus. Dengan menurunnnya pendapatan nasional Y maka terjadi penurunan permintaan uang, akibatnya tingkat bunga r turun. Dalam kebijakan fiskal ini lebih efektif menurunkan pengeluaran G dibandingkan dengan menaikkan pajak Tax.

2.4. Kebijakan Moneter