BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana interaksi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter terhadap PDB Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis
apakah terdapat hubungan sebab akibat kausalitas antara variabel-variabel kebijakan fiskal dan kebijakan moneter terhadap PDB Indonesia baik dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang dari tahun 1980-2009.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder data time series. Data yang digunakan diperoleh dari badan-badan terkait antara lain: Bank Indonesia BI,
Institute Finance Study IFS, Biro Pusat Statistik BPS, Departemen Keuangan DEPKEU, jurnal-jurnal dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, dan sumber-sumber
bacaan lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: penerimaan pajak TAX, konsumsi pemerintah GOV, jumlah uang beredar dalam arti sempit M1, suku
bunga pasar uang SBPU, nilai tukar atau kurs rupiah terhadap dollar EXR, dan Produk Domestik Brutto riil.
Variabel TAX, GOV merupakan variabel yang menjadi instrument kebijakan fiskal perekonomian untuk menghasilkan output nasional PDB. Variabel konsumsi pemerintah
mencerminkan tumbuhnya permintaan pemerintah sehingga mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi dan mendorong peningkatan PDB Indonesia.
29
Universitas Sumatera Utara
Variabel jumlah uang beredar dalam arti sempit M1, indeks harga konsumen IHK dan SBPU merupakan variabel yang menjadi instrumen dalam kebijakan moneter.
Variabel ini, dalam kebijakan moneter yang diharapkan dapat mempengaruhi output nasional PDB. Sedangkan variabel EXR nilai tukar rupiah atau kurs merupakan variabel
kontrol variabel luar.
3.3. Uji Asumsi 3.3.1. Uji Normalitas, Multikolinearitas dan Autokorelasi
Pengujian asumsi normalitas menggunakan Jarque-Berra Test JB dan membandingkannya dengan statistic
, yaitu: 3:1
dimana S merupakan koefisien skewness dan K merupakan koefisien kurtosis. Di bawah hipotesis nol dinyatakan bahwa stochastic term error atau residual terdistribusi
secara normal dengan derajat bebas atau df = 2. Jika nilai perhitungan p-statistic dari statistik cukup rendah atau nilai
statistik berbeda dengan nol, maka hipotesis yang menyatakan stochastic term error atau residual terdistribusi secara normal ditolak. Akan
tetapi jika nilai perhitungan p-statistik lemah atau nilainya cukup tinggi, dengan kata lain statistik adalah nol maka hipotesis yang menyatakan stochastic term error atau
residual terdistribusi normal tidak ditolak. Bila JB
2:0.05
maka hipotesis nol ditolak atau stochastic term error tidak normal. Sedangkan jika JB
2:0.05
maka hipotesis nol tidak ditolak atau stochastic term error normal.
Universitas Sumatera Utara
Pengujian multikolinearitas menggunakan variance inflating factor VIF atau tolerance TOL yaitu:
3:2 dimana
ij
adalah koefisien determinasi dua variabel eksogen atau predetermine. Jika nilai VIF 10 atau TOL 0,10, maka model mengalami multikolinearitas yang serius.
Uji Autokorelasi dengan menggunakan Durbin-Watson Statistic, yaitu:
3.3
Masalah yang timbul dari Durbin-Watson test adalah bila d-statistik berada pada zona tidak dapat disimpulkan, penyelesaiannya menggunakan modified d test, yaitu:
1. Ho : p = 0 dan H
1
: p 0. Tolak Ho pada tingkat signifikansi jika d
d
u
,
artinya terjadi autokorelasi positif.
2. Ho : p = 0 dan H
1
: p 0. Tolak Ho pada tingkat signifikansi jika
d [4-d]
d
u
artinya terjadi autokorelasi negatif. 3.
Ho : p = 0 dan H
1
: p 0. Tolak Ho pada tingkat signifikansi
jika d
d
u
atau [4-d]
d
u
artinya terjadi autokorelasi positif atau negatif.
3.3.2. Uji Unit Root Test
Universitas Sumatera Utara
Data time series seringkali tidak stasioner sehingga menyebabkan hasil regresi yang meragukan atau sering disebut regresi lancung superious regression. Regresi lancung
adalah situasi dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun hubungan antar variabel
didalam model tidak saling berhubungan. Agar regresi yang dihasilkan tidak rancu meragukan kita perlu merubah data tidak stasioner menjadi data stasioner. Jika data tidak
stasioner pada tingkat level maka uji stationeritas data diteruskan tingkat diferensi data yang disebut juga dengan uji derajat integrasi dan second difference. Jadi data yang tidak
stasioner pada tingkat level akan diuji lagi pada tingkat diferen sampai menghasilkan data yang stasioner. Di dalam menguji apakah data mengandung akar unit atau tidak, Dickey-
Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini: Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini:
t t
t
e Y
Y +
= Δ
−1
θ
3.4
t t
t
e Y
Y +
+ =
Δ
−1 1
θ β
3.5
t t
t
e Y
t Y
+ +
+ =
Δ
−1 2
1
θ β
β
3.6 dimana t adalah variabel trend waktu. Perbedaan persamaan 3.1 dengan dua regresi
lainnya adalah memasukkan konstanta dan variabel trend waktu. Dalam setiap model, jika data time series mengandung unit root yang berarti data tidak stasioner Dimana t adalah
hipotesis nulnya adalah Ø = 0, sedangkan hipotesis alternatifnya Ø0 yang berarti data stasioner. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara
membandingkan antara nilai DF statistik dengan nilai kritisnya yakni distribusi statistik τ.
Universitas Sumatera Utara
Nilai DF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien Ø
Yt-1
. Jika nilai absolut statistik DF lebih besar lebih besar dari nilai kritisnya maka kita menolak hipotesis nul sehingga data
yang diamati stasioner. Sebaliknya data tidak stasioner jika nilai statistik DF lebih kecil dari nilai kritis distribusi statistik
τ. Salah satu asumsi dari persamaan 3.1 dan 3.2 adalah bahwa residual e
t
tidak saling berhubungan. Dalam banyak kasus residual e
t
seringkali berhubungan dan mengandung unsur autokorelasi. Dickey fuller kemudian mengembangkan uji akar unit
dengan memasukkan unsur autokorelasi dalam modelnya yang kemudian dikenal dengan Augmented Dickey-Fuller ADF. Dalam prakteknya uji ADF inilah yang digunakan untuk
mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF sebagai berikut:
t n
t t
t t
e Y
Y Y
∑
= +
− −
+ Δ
+ =
Δ
1 1
1 1
β γ
3.7
t n
t t
t t
e Y
Y Y
∑
= +
− −
+ Δ
+ +
= Δ
1 1
1 1
β γ
α
3.8
t n
t t
t t
e Y
Y T
Y
∑
= +
− −
+ Δ
+ +
+ =
Δ
1 1
1 1
1
β γ
α α
3.9 dimana:
Y : variabel yang diamati
Y
t
: Yt - Y
t-1
T : Trend waktu
n : tenggang waktu
Prosedur untuk mengetahui data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi MacKinnon. Nilai statistik ADF
Universitas Sumatera Utara
ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien Y
t-1
pada persamaan 3.4 - 3.6. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nila kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan
stasioner dan jika sebaliknya nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal penting dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan.
Panjangnya kelambanan bisa ditentukan berdasarkan kriteria AIC Akaike Information Criterion ataupun SIC Schwarz Information Criterion. Nilai AIC dan SIC yang paing
rendah dari sebuah model akan menunjukkan model tersebut yang paling tepat Pratomo dan Hidayat, 2007.
3.3.3. Uji Kointegrasi
Regresi yang menggunakan data time series yang tidak stasioner kemungkinan besar akan menghasilkan regresi lancung. Regresi lancung terjadi jika koefisien
determinasi cukup tinggi tapi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak mempunyai makna. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya yang merupakan data
time series hanya menunjukkan tren saja. Secara umum bisa dikatakan bahwa jika data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level tetapi menjadi stasioner pada diferensi
difference yang sama yaitu Y adalah I d dan X adalah I d dimana d tingkat diferensi yang sama maka kedua data adalah terkointegrasi mempunyai hubungan dalam jangka
panjang. Uji kointegrasi ada berbagai macam namun untuk uji dengan beberapa vektor uji yang sering digunakan adalah uji Johansen.
Granger 1988 menjelaskan bahwa jika dua variabel berintegrasi pada derajat satu, I 1 dan berkointegrasi maka paling tidak pasti ada satu arah kausalitas Granger.
Berdasarkan teorema representasi Granger Engle, Granger, 1987, dinyatakan bahwa jika
Universitas Sumatera Utara
suatu vektor n I 1 dari data runtut waktu Xt berkointegrasi dengan vektor kointegrasi, maka ada representasi koreksi kesalahan atau secara matematis dapat dinyatakan dengan:
A L .X
t
= - αX
t-1
+ L εt
3.10 didasarkan pada uji Trace Ada tidaknya kointegrasi Statistic dan Maksimum Eigenvalue.
Apabila nilai hitung Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue lebih besar dari pada nilai kritisnya, maka terdapat kointegrasi pada sejumlah variabel. Sebaliknya jika nilai hitung
Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue lebih kecil dari pada nilai kritisnya maka terdapat kointegrasi.
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deterministik ekonometrika, yaitu model regresi persamaan simultan simultaneous equation regression
model untuk mengetahui hubungan interdependensi dimana salah satu persamaan dimungkinkan muncul pada persamaan lain dalam sistem. Model simultan terdiri lebih dari
satu variabel tidak bebas Endegenous Variable dan lebih dari satu persamaan. Hubungan interdependensi menyebabkan variabel endogen yang menjelaskan Dependent
Explanatory Variable menjadi stokastik dan terkorelasi dengan gangguan disturbance term dari persamaan yang muncul sebagai variabel yang menjelaskan.Istilah yang
digunakan untuk variabel adalah varibel endogen dan variabel eksogen Nachrowi, 2006. Model yang digunakan dalam analisis adalah model persamaan simultan dengan
autoregression AR 1, yaitu: LOGPDB = C10+C11 LOGSBPU+C12 LOGTAX-GOV
+C13 LOGKURS+ µ
1
LOGSBPU = C21 LOGPDB+C22 LOGIHK+C23 LOGM1
Universitas Sumatera Utara
+[AR1=C24]+ µ
2
dimana: PDB
= Produk Domestik Bruto Miliar Rp SBPU
= Suku bunga pasar uang persen TAX
= Penerimaan pajak pemerintah Miliar Rp GOV
= Konsumsi riil pemerintah Miliar Rp IHK
= Indeks harga konsumen atas dasar harga konstan 1993 = 100 persen M1
= Jumlah uang beredar dalam arti sempit yang terdiri dari uang kartal dan uang giral Miliar Rp
KURS = Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat Rp
AR1 = autoregression atau tenggang waktu satu periode dari variabel
endogen yaitu variabel SBPU µ
1
dan µ
2
= Residual dari PDB dan SBPU. Persamaan reduce-form dari persamaan struktural PDB dan SBPU adalah sebagai
berikut: LOGPDB =
α10+ α11 LOGTAX-GOV+α12 LOGKURS +
α13 LOGIHK+α14 LOGM1+ v
1
LOGSBPU = α20+ α21 LOGTAX-GOV+α22 LOGKURS
+ α23 LOGIHK+α24 LOGM1+ v
2
dimana v
1
dan v
2
masing-masing residual dari persamaan reduce-form PDB dan SBPU. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Two-Stage Least
Square 2SLS. Cara penaksiran ini digunakan untuk model regresi persamaan simultan yang mengandung persamaan-persamaan yang over identified. Over identified karena
koefisien reduce form lebih banyak dari koefisien persamaan awal. Dengan metode order condition diidentifikasikan rumus persamaan simultan sebagai
berikut: K – k = m – 1 ; disebut Just Identified.
Universitas Sumatera Utara
K – k m - 1 ; disebut Over Identified. K – k m - 1 ; disebut Unidentified.
dimana K = jumlah seluruh variabel bebas predetermined dalam model, k = jumlah seluruh variabel bebas predetermined dalam suatu persamaan tertentu, m = jumlah
variabel endogen dalam suatu persamaan tertentu. Dari hasil identifikasi kondisi order, dinyatakan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Hasil Identifikasi Kondisi Order
Dari hasil identifikasi di atas, persamaan PDB dan SBPU mengalami kondisi overidentified dimana koefisien yang dihasilkan dari hasil persamaan reduced form
“berlebih” untuk menaksir koefisien persamaan structural jumlah koefisien persamaan reduced form jumlah koefisien persamaan structural. Dengan kondisi tersebut maka
tepat digunakan metode Two Stage Least Squares pada persamaan simultan dalam penelitian ini.
3.5. Definisi Operasional