Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian SKA di RSUD Pengaruh Tekanan Darah pada Kejadian SKA di RSUD

Hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 3,82 dengan 95 CI=1,81-8,04, hal tersebut menunjukkan bahwa pasien yang menderita SKA memiliki kecenderungan 3,82 kali mengalami obesitas dibandingkan dengan tidak SKA. Hasil analisis multivariat terdapat pengaruh obesitas terhadap kejadian SKA di RSUD dr. Zainoel Abidin karena memiliki nilai koefisien regresi B sebesar 1,12 dengan nilai Exp B sebesar 3,21 artinya responden yang mengalami obesitas mempunyai probabilitas 3,21 kali kemungkinan SKA dibandingkan pasien yang tidak mengalami obesitas. Hasil penelitian ini selaras dengan pendapat Ramrakha, 2006 yang menyebutkan bahwa sekitar 25-49 penyakit jantung koroner dinegara berkembang berhubungan berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh IMT. Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Supriyono M, 2003 tidak ada hubungan yang signifikan antara obesitas pada kelompok usia muda dengan kejadian PJK p=0,590 dan juga obesitas bukan merupakan risiko untuk terjadinya PJK pada kelompok usia yang sama OR=0,8 ; 95 CI=0,4 – 1,6.

5.5. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian SKA di RSUD

dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Hasil analisis pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian SKA diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 40 orang 64,5 yang aktifitas kurang sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 29 orang yang beraktifitas kurang 46,8 . Hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 2,10 dengan 95 CI=1,01-4,26, hal tersebut menunjukkan bahwa pasien yang menderita SKA memiliki Universitas Sumatera Utara kecenderungan 2,10 kali kurang beraktivitas fisik dibandingkan dengan tidak SKA. Hasil analisis multivariat tidak terdapat pengaruh aktifitas fisik terhadap kejadian SKA di RSUD dr. Zainoel Abidin karena memiliki nilai koefisien regresi B sebesar 0,687 dengan nilai Exp B sebesar 1,643. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febriani 2011, Hariadi Ali 2005 menjelaskan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan aktifitas kurang dan tidak mempunyai kebiasaan olahraga berisiko lebih besar terkena PJK dari pada orang yang aktifitasnya cukup dan mempunyai kebiasaan olahraga sehingga dapat mengurangi risiko PJK. Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian Annisa Yuliana Salim di RSUD dr Moerwadi tahun 2013 menyebutkan tidak ada hubungan antara olahraga dengan penyakit jantung koroner. Akan tetapi pada orang yang rutin olahraga dapat menurunkan risiko jantung koroner dengan nilai OR 2,250. Johnson,1998 dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa ada pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian SKA. Aktiftas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit akibat pola hidup seperti diabetes, serangan jantung dan stroke.

5.6. Pengaruh Tekanan Darah pada Kejadian SKA di RSUD

dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar hipertensi pada kelompok kasus diperoleh sebanyak 36 orang 58,1 dan pada kelompok kontrol sebanyak 22 orang 35,5. Hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 2,52 dengan 95 CI=1,22-5,20. Hal tersebut menunjukkan bahwa penderita SKA memiliki Universitas Sumatera Utara kecenderungan 2,52 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak SKA. Namun pada hasil analisis multivariat tidak terdapat pengaruh tekanan darah terhadap kejadian SKA di RSUD dr. Zainoel Abidin karena memiliki nilai koefisien regresi B sebesar 0,22 dengan nilai Exp B sebesar 0,75 artinya responden yang hipertensi kemungkinan SKA 0,75 kali dibandingkan pasien yang tidak hipertensi. Oleh karena itu hipetensi tidak dapat dibuktikan sebagai faktor risiko SKA. Supriyono. M dalam penelitiannya tentang faktor-faktor risiko kejadian PJK juga menyebutkan bahwa kenaikan tekanan darah pada kelompok usia ≤ 45 tahun tidak berhubungan secara signifikan terhadap terjadinya PJK OR=1,1 ; 95 CI= 0,6-2,1 sehingga kenaikan tekanan darah hipertensi tidak merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat M.N. Bustan tahun 1997 yang menyatakan bahwa hipertensi memberikan gejala yang akan berlanjut untuk suatu organ seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung. 5.7. Pengaruh Kadar LDL, HDL dan Trigliserida pada Kejadian SKA di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar LDL ≥ 150 mgdl pada kelompok kasus sebanyak 56 orang 91,9 dan pada kelompok kontrol sebanyak 54 orang 87,1. Hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 1,38 dengan 95 CI=0,45-4,25. Oleh karena itu kadar LDL tidak berpengaruh sebagai faktor risiko Universitas Sumatera Utara SKA. Sedangkan kadar HDL 55 mgdl pada kelompok kasus adalah didapatkan sebanyak 57 orang 91,90 dan pada kelompok kontrol adalah sebanyak 56 orang 90,3 juga dengan OR 1,22 dan 95 CI= 0,35-4,23, secara statistik tidak bermakna sebagai faktor risiko SKA. Dan kadar trigliserida 200 mgdl pada kelompok kasus diperoleh sebanyak 52 orang 82,3 dan pada kelompok kontrol sebanyak 47 orang 75,8 dengan nilai OR= 1,07, dengan 95 CI= 0,52-2,23 tidak bermakna secara statistik sebagai risiko SKA. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yg dilakukan oleh Asvin Nurulita yang menyatakan bahwa kadar HDL, LDL dan trigliserida merupakan bukan predektor yang tepat untuk memprediksikan kejadian SKA. Gray. H juga menyebutkan bahwa peran trigliserida sebagai penyebab penyakit jantung masih kontroversial. Namun penelitian lain menunjukkan bahwa dengan terapi menurunkan kadar kolesterol LDL dapat menstabilkan plak dan menurunkan inflamasi yang mempunyai peran penting dalam pathogenesis terjadinya rupture plak dan SKA. Data lain, seperti pada penelitian Framingham, menunjukkan kadar trigliserida plasma yang tinggi merupakan faktor risiko PJK yang jauh lebih besar pada perempuan. Prasetia Ika, at.all, 2013. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN