Epidemiologi SKA Landasan Teori

b. Biomarker Kerusakan Miokard Troponim T atau troponim I merupakan pertanda neokrosis yang lebih disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponim pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

2.5. Epidemiologi SKA

Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia WHO, 2008. Terhitung sebanyak 7.200.000 12,2 kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di mana-mana Garas, 2010. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 9,4 WHO, 2008. Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 14 WHO, 2008. Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate CFR tertinggi terjadi pada infark miokard akut 13,49 dan kemudian diikuti oleh gagal jantung 13,42 dan penyakit jantung lainnya 13,37 Depkes, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.6. Faktor Risiko SKA

Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi nonmodifiable factors dan faktor yang dapat dimodifikasi modifiable factors, Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu; merokok, aktivitas fisik, diet, dislipidemia, hipertensi, DM, dan obesitas, sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, sukuras, dan riwayat penyakit keluarga Bender et al, 2011. 2.6.1. Faktor Keturunan Faktor familial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam pathogenesis penyakit jantung koroner PJK serta pertimbangannya penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan pencegahannya. Banyak jenis penelitian epidemiologi telah memperlihatkan bahwa PJK mempunyai etiologi multifactor dan mungkin kelainan heterogen akibat berbagai deraan lingkungan yang berinteraksi dengan subtrat genetika kompleks. Walaupun tidak ada mekanisme genetika spesifik yang ditemukan bagi kebanyakan kejadian PJK, namun analisis pola famili PJK dan factor risikonya sering dapat menjadikan petunjuk bagi diagnosis dini, motivasi untuk ketaatan kepada terapi dan penemuan individu asimtomatik yang mungkin beresiko tinggi. Perbandingan frekuensi kejadian PJK pada keluarga tingkat pertama kasus PJK dan diantara keluarga control telah dilakukan banyak peneliti. Penelitian prospektif yang dilakukan oleh lew 1957, sholtz dkk, 1975, Gillum dan paffenberger 1978, menghasilkan bahwa umumnya angka PJK cenderung tertinggi pada subjek Universitas Sumatera Utara yang orang tuanya meninggal karena PJK yang relatif dini dan PJK cenderung terjadi relative dini pada subjek yang orangtuanya telah menderita PJK dini. Bila orang tua menderita PJK pada usia muda maka anaknya mempunyai risiko lebih tinggi bagi berkembangnya PJK dari pada subjek yang tidak mempunyai riwayat keluarga PJK. Kaplan. MN., 1994 Studi statistik menunjukkan bahwa rasetnis memiliki peran penting terhadap kejadian PJK. Pada orang Afrika, Meksiko, India, Hawaii asli dan beberapa orang Asia memiliki risiko lebih tinggi untuk PJK dari pada pada orang Kaukasia Inggris dan Jepang Asia Timur. Hal ini terjadi karena orang kulit hitam terutama Afrika memiliki faktor risiko kelebihan berat badan dan obesitas lebih tinggi, DM dan hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling serius bagi PJK. Micheal CA, 1995

2.6.2. Merokok

Merokok adalah suatu faktor risiko penting dalam penyakit kardiovaskuler menurut suatu penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO pada tahun 1965 dan penelitian ini di dukung oleh penemuan Framigham. Hanns P.Wolf,2007 Dari tahun ke tahun prevalensi kebiasaan merokok pada masyarakat Indonesia semakin meningkat, hal ini tampak pada hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT 1980 adalah 46,4 pada pria dan 2,4 pada wanita; angka tersebut menjadi 52,9 dan 3,6 pada SKRT 1986. Hasil SKRT pada tahun 1995 menunjukan bahwa Universitas Sumatera Utara prevalensi perokok laki-laki 68,8 dan pada wanita 2,6. Jurnal Kedokteran YARSI 14 Data Riset Riskesdas tahu 2007 juga memperlihatkan tingginya prevalensi penduduk yang merokok. Jumlah perokok aktif umur 15 tahun adalah 35,4 65,3 laki-laki dan 5,6 perempuan, berarti 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif. Lebih bahaya lagi 85,4 perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan lingkungan. Merokok dapat merubah metabolisme khususnya dengan meningkatnya kadar kolersterol darah, di samping itu dapat menurunkan HDL. Tingginya kadar kolesterol darah mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya penyakit jantung koroner Arief, 2011. Peran rokok dalam pathogenesis SKA merupakan hal yang kompleks, diantaranya adalah : a. Timbulnya atreosklerosis b. Peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi termasuk spasme arteri koroner c. Peningkatan tekanan darah TD dan denyut jantung. d. Provokasi aritmia jantung e. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard Gray H. H ,dkk, 2002 Jumlah rokok yang dihisap adalah banyaknya rokok yang dihisap penderita perhari dapat dikelompokan menjadi: Universitas Sumatera Utara a. Perokok Ringan Perokok ringan bila merokok kurang dari 10 batang sehari. b. Perokok Sedang Perokok sedang bila menghisap rokok 10 – 20 batang sehari. c. Perokok Berat Perokok berat jika menghisap rokok lebih 20 batang sehari. M.N.Bustan,1997:124.

2.6.3. Aktivitas Fisik

Latihan olahraga merupakan suatu aktivitas aerobik, yang bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru, peredaran darah, otot-otot, dan sendi-sendi. Suatu latihan olahraga yang dilakukan secara teratur akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tubuh kita. Latihan fisik dengan pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah tingkat kesegaran jasmani. Aktivitas aerobik teratur menurunkan risiko PJK meskipun hanya 11 laki-laki dan 4 perempuan. Gray, H.H,dkk, 2002 Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Namun hampir separuh penduduk 47,6 kurang melakukan aktivitas fisik Riskesdas, 2007. Universitas Sumatera Utara Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk menghindari kegemukan, juga dapat menolong juga dapat mencegah terjadinya penyakit akibat pola hidup seperti diabetes, serangan jantung dan stroke Johnson, 1998. WHO merekomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 30 menit perhari dalam satu minggu atau 20 menit perhari selama 5 hari dalam satu minggu dengan intensitas berat tuntuk mendapatkan hasil yang optimal dari aktivitas fisik atau olahraga. Hasil data Rikesdas tahun 2007 menyebutkan bahwa 48,2 penduduk Indonesia kurang melakukan aktivitas fisik 5 hari dan 150 menit perhari. Kurang aktivitas fisik tertinggi terdapat pada kelompok umur 75 tahun keatas 76,0 dan umur 10-14 tahun 66,9, dilihat adari jenis kelamin, kurang aktivitas lebih tinggi pada perempuan 54,5 disbanding laki-laki 41,4 Balibangkes, 2008. Sebelumnya menurut SKRT tahun 2004 mendapatkan aktivitas tidak cukup gerak pada penduduk usia 15 tahun 68,7 dengan aktivitas tidak cukup gerak tinggi di semua propinsi. Menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2006, Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu: terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, DM dan lain-lain, berat badan terkendali, otot lebih lentur dan tulang lebih kuat, bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional, lebih percaya diri, Lebih bertenaga dan bugar. Universitas Sumatera Utara

2.6.4. Kadar Kolesterol dalam Darah

Pada buku Hurst’s dijelaskan bahwa kolesterol merupakan prasyarat terjadi PJK, Kolesterol akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika hal tersebut terus berlangsung maka akan membentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan mengalami aterosklerosis Fuster et al, 2010. Pada awalnya di negara-negara Barat, PJK berhubungan dengan kolesterol yang tinggi, sedangkan di negara-negara Asia, kolesterol total TC umumnya lebih rendah dan kejadian PJK juga rendah. Namun dengan adanya industrialisasi dan urbanisasi tumbuh di Asia, maka kadar kolesterol total pada negara-negara Asia mengalami peningkatan selama 50 tahun terakhir. Studi Hisayama di Jepang melaporkan bahwa prevalensi hiperkolesterolemia total kolesterol TC 5,7 mmolL meningkat dari 2,8 menjadi 25,8 pada pria dan dari 6,6 menjadi 41,6 pada wanita selama tahun 1961-2002. Peningkatan kolesterol di negara-negara Asia dapat dikaitkan dengan peningkatan dalam asupan makanan yang berlemak. Banyak penelitian epidemiologi di Asia telah memberikan informasi tentang hubungan kolesterol dengan risiko PJPD. Studi kohort yang dilakukan oleh Korean National Health selama 11 tahunyang terdiri dari 787.442 pria dan wanita Korea berusia 30-64 tahun, untuk hubungan antara kolesterol dengan peningkatan kejadian stroke iskemik, MI, stroke hemoragik. Universitas Sumatera Utara

2.6.5. Kadar Trigliserida dalam Darah

Peningkatan kadar trigliserida merupakan salah satu factor risiko penyakit kardiovaskular yang umum dijumpai, walaupun dengan kadar kolesterol low density lipoprotein LDL yang sesuai target, pasien hipertrigliseridemia tetap berada pada risiko tinggi penyakit kardiovaskular. Di Amerika Serikat, prevalensi hipertrigliseridemia diantara factor risiko penyakit kardiovaskular pada dewasa adalah 31. Pada mereka dengan sindrom metabolic, prevalensi peningkatan kadar trigliserida 150 mgdl adalah sebesar dua kali lipat disbanding individu normal. Studi di Copenhagen terhadap populasi umum menunjukkan bahwa sekitar 45 pria dan 30 wanita yang terlibat dalam studi memiliki peningkatan kadar trigliserida 150 mgdl, pasien infark miokard memiliki peningkatan kadar trigliserida 12 lebih tinggi. Ika Prasetia, 2013 Penelitian epidemiologi menunjukkan trigliserida diduga berperan sebagai factor risiko penyakit kardiovaskular. Data dari penelitian Framingham, menunjukkan kadar trigliserida plasma yang tinggi merupakan factor risiko PJK. Temuan terbaru melaporkan bahwa trigliserida non puasa dapat memprediksikan risiko PJK sebaik hipertrigliseridemia puasa. Namun demikian peran trigliserida sebagai factor penyakit jantung koroner masih kontroversial. Gray. H.H, 2002

2.6.6. Obesitas

Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49 penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh IMT. Overweight didefinisikan sebagai IMT 25 Universitas Sumatera Utara 30 kgm 2 dan obesitas dengan IMT 30 kgm 2 Berdasarkan data dari WHO 2008, prevalensi obesitas pada usia dewasa di Indonesia sebesar 9,4 dengan pembagian pada laki-laki mencapai 2,5 dan pada perempuan 6,9. Survey sebelumnya pada tahun 2000, persentase penduduk Indonesia yang obesitas hanya 4,7 ± 9,8 juta jiwa.Ternyata hanya dalam 8 tahun, prevalensi obesitas di Indonesia telah meningkat dua kali lipat, Sehingga kita perlu mewaspadai peningkatan yang lebih pesat dikarenakan gaya hidup sekarang yang semakin sedentary santai dan bermalas-malasan sebagai akibat dari kemudahan teknologi. . Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II Ramrakha, 2006. Data dari Framingham 2008, menunjukkan bahwa apabila setiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 dan strokecerebro vascular accident CVA sebanyak 3,5. Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia Malau, 2011. Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur pengganti dipakai body mass index BMI atau indeks masa tubuh IMT untuk menentukan berat badan berlebih pada orang dewasa. IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT Universitas Sumatera Utara atau indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram kg dibagi tinggi dalam meter kuadrat m 2 Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO Aru W. Sudoyo, 2006. Klasifikasi IMT kgm 2 Berat Badan Kurang Kisaran Normal Berat Badan Lebih 25 Pra Obes 25,0 – 29,9 Obes tingkat I 30,0 – 34,9 Obes tingkat II 35,0 – 39,9 Obes tingkat III 40 Sumber : WHO Tehnical Series, 2000

2.6.7. Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang akan berlanjut untuk suatu organ seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan left ventricle hypertrophy untuk otot jantung, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi M.N Bustan,1997 Klasifikasi Hipertensi menurut The sixth report of the joint National Committee On the prevention, Detection, evaluation and Treatment of high blood pressure 1997 mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan antihipertensi. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah untuk yang Berumur 18 Tahun atau Lebih KATEGORI SISTOLIK mmHg DIASTOLIK mmHg Normal 120 80 Optimal 130 85 Normal-Tinggi 130 – 139 85 – 89 Hipertensi Derajat 1 140 - 159 90 – 99 Derajat 2 160 - 179 100 - 109 Derajat 3 ≥ 180 ≥ 190 Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik disebut hipertensi sistolik atau hipertensi terisolasi isolated systolic hypertension. Hipertensi terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut. Jika keadaan ini dijumpai pada masa adolesen atau dewasa muda lebih banyak dihubungkan dengan sirkulasi hiperkinetik. Dikatakan hipertensi jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih kunjungan setiap kunjungan, diastolik 90 mmHg atau lebih atau sistolik 140 mmHg atau lebih. Pengukuran yang pertama kali belum dapat memastikan adanya hipertensi akan tetapi dapat merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut Slamet Suyono, 2001.

2.6.8. Diabetes Meilitus

Diabetes mellitus DM merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association ADA 2010, DM adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan Universitas Sumatera Utara karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kedua- duanya. Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes mellitus tipe 2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh retensi insulin. PERKENI, 2011. Secara umum, penyakit jantung koroner terjadi pada usia lebih muda pada penderita diabetes dibandingkan pada penderita nondiabetik. Pada diabetes tergantung insulin IDDM, penyakit koroner dini dapat dideteksi pada studi populasi sejak decade keempat dan pada usia 55 tahun hingga sepertiga pasien meninggal karena komplikasi PJK. Gray. H.H, 2002 Intoleransi glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah Malau, 2011. Penelitian Anwar 2004 menunjukkan bahwa laki- laki yang menderita DM berisiko mengalami PJK sebesar 50 lebih tinggi dari pada orang normal, sedangkan pada perempuan risikonya menjadi 2x lipat. Pada penelitian Waspadji 2003 menunjukkan bahwa adanya hubungan penderita DM dengan kejadian PJK Arif, 2011. Penyebab mortalitas dan morbiditas utama pada pasien DM tipe 2 adalah penyakit jantung koroner PJK. Menurut American Heart Association pada mei 2012, paling kurang 65 penderita DM meninggal akibat penyakit jantung atau Stroke. Selain itu, orang dewasa yang menderita DM beresiko dua sampai empat kali lebih besar terkena penyakit jantung dari pada orang yang tidak menderita DM. AHA, 2013. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia tahun 2011, ditetapkan kriteria diagnosis DM dan pradiabetes sebagai berikut. Tabel 2.3. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM mgdL Pemeriksaan Bukan DM Pra DM DM Kadar glukosa darah sewaktu: - Plasma vena - Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa: - Plasma vena - Darah kapiler 100 90 100 90 100 – 125 90 – 125 100 – 125 90 – 199 ≥ 200 ≥ 200 ≥ 126 ≥ 100 Sumber : PERKENI 2011 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu TGT atau glukosa puasa terganggu GDPT. 1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan apabila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mgdL. 2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mgdL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam 140 mgdL PERKENI, 2011. Universitas Sumatera Utara

2.7. Landasan Teori

Menurut The Web of Causation Model, terjadinya suatu penyakit tidak tergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab akibat. Pada penelitian ini terjadinya S K A di sebabkan oleh paparan faktor risiko yang tidak dapat di ubah jenis kelamin dan bertambahnya umur maupun faktor risiko yang dapat di ubah meliputi: kelebihan berat badan IMT, kadar gula darah, tekanan darah, kadar trigliserida, kadar kolesterol, kadar HDL, kadar LDL, obesitas dan kebiasaan merokok. Seperti tertera pada skema berikut ini. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Landasan Teori Penelitian Tunstall dkk 1994 : Definisi WHO dalam Menegakkan Diagnosis SKA adalah Dijumpai 2 dari 3 ANGINA PEKTORIS TAK STABIL IMA non STE IMA STE Faktor Risiko SKA : Faktor Risiko yang tidak Dapat Diubah ; Jenis Kelamin, Ras dan Riwayat Keluarga Faktor Risiko yang Dapat Diubah ; Abnormalitas Kadar Serum Lipid, Hipertensi, Merokok, Kadar Gula Darah, Obesitas, Faktor Psikososial, Konsumsi Buah-buahan, Diet Alkohol dan Aktivitas Fisik Faktor Risiko SKA NYERI DADA TIPIKAL EKG ENZIM JANTUNG SINDROMA KORONER AKUT Universitas Sumatera Utara

2.8. Kerangka Konsep