atau indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram kg dibagi tinggi dalam meter kuadrat m
2
Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO
Aru W. Sudoyo, 2006.
Klasifikasi IMT kgm
2
Berat Badan Kurang Kisaran Normal
Berat Badan Lebih 25
Pra Obes 25,0 – 29,9
Obes tingkat I 30,0 – 34,9
Obes tingkat II 35,0 – 39,9
Obes tingkat III 40
Sumber : WHO Tehnical Series, 2000
2.6.7. Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang akan berlanjut untuk suatu organ seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan left ventricle hypertrophy untuk otot jantung, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa
kematian yang tinggi M.N Bustan,1997 Klasifikasi Hipertensi menurut The sixth report of the joint National
Committee On the prevention, Detection, evaluation and Treatment of high blood pressure 1997 mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg
atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan antihipertensi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah untuk yang Berumur 18 Tahun atau Lebih
KATEGORI SISTOLIK mmHg
DIASTOLIK mmHg
Normal 120
80 Optimal
130 85
Normal-Tinggi 130 – 139
85 – 89 Hipertensi
Derajat 1 140 - 159
90 – 99 Derajat 2
160 - 179 100 - 109
Derajat 3 ≥ 180
≥ 190 Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik
disebut hipertensi sistolik atau hipertensi terisolasi isolated systolic hypertension. Hipertensi terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut. Jika keadaan ini dijumpai
pada masa adolesen atau dewasa muda lebih banyak dihubungkan dengan sirkulasi hiperkinetik.
Dikatakan hipertensi jika pengukuran dilakukan dua kali atau lebih kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih kunjungan
setiap kunjungan, diastolik 90 mmHg atau lebih atau sistolik 140 mmHg atau lebih. Pengukuran yang pertama kali belum dapat memastikan adanya hipertensi akan tetapi
dapat merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut Slamet Suyono, 2001.
2.6.8. Diabetes Meilitus
Diabetes mellitus DM merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes
Association ADA 2010, DM adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan
Universitas Sumatera Utara
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kedua- duanya. Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes mellitus
tipe 2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh retensi insulin. PERKENI,
2011. Secara umum, penyakit jantung koroner terjadi pada usia lebih muda pada
penderita diabetes dibandingkan pada penderita nondiabetik. Pada diabetes tergantung insulin IDDM, penyakit koroner dini dapat dideteksi pada studi populasi
sejak decade keempat dan pada usia 55 tahun hingga sepertiga pasien meninggal karena komplikasi PJK. Gray. H.H, 2002
Intoleransi glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah Malau, 2011. Penelitian Anwar 2004 menunjukkan bahwa laki-
laki yang menderita DM berisiko mengalami PJK sebesar 50 lebih tinggi dari pada orang normal, sedangkan pada perempuan risikonya menjadi 2x lipat. Pada penelitian
Waspadji 2003 menunjukkan bahwa adanya hubungan penderita DM dengan kejadian PJK Arif, 2011.
Penyebab mortalitas dan morbiditas utama pada pasien DM tipe 2 adalah penyakit jantung koroner PJK. Menurut American Heart Association pada mei
2012, paling kurang 65 penderita DM meninggal akibat penyakit jantung atau Stroke. Selain itu, orang dewasa yang menderita DM beresiko dua sampai empat kali
lebih besar terkena penyakit jantung dari pada orang yang tidak menderita DM. AHA, 2013.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia tahun 2011, ditetapkan kriteria diagnosis DM dan pradiabetes sebagai
berikut.
Tabel 2.3. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM mgdL
Pemeriksaan Bukan DM
Pra DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu: -
Plasma vena -
Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa:
- Plasma vena
- Darah kapiler
100 90
100 90
100 – 125 90 – 125
100 – 125 90 – 199
≥ 200 ≥ 200
≥ 126 ≥ 100
Sumber : PERKENI 2011 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu TGT atau glukosa puasa terganggu GDPT.
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan apabila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mgdL. 2.
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mgdL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam 140 mgdL PERKENI, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Landasan Teori