Struktur Puisi Hakikat Puisi
digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca.
Jadi dapat disimpulkan, kata nyata atau konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh seorang penyair untuk menimbulkan imajinasi pembaca tentang
karyanya tersebut. Contoh:
IKAN Wahyudi S. Aku lihat ikan di akuarium
Tidak pernah tidur Lalu bagaimana ia menghitung hari dan kematian
Barangkali memang tidak perlu dirisaukannya Karena ia selalu berdzikir dengan mata dan siripnya
Pada puisi di atas, kata konkret ditunjukkan pada kata ikan, akuarium, mata dan sirip. Kata konkret berhubungan dengan kiasan atau lambing. Pada puisi
di atas, menggambarkan seekor ikan yang berada di akuarium. Ikan tidak pernah tidur dan tidak akan memejamkan matanya, ia hanya dapat berkedip. Ikan tidak
mengenal waktu sehingga tidak akan tahu kapan kematiannya akan tiba. Dengan menggunakan mata dan siripnya ikan dapat hidup tentram di air.
d. Rima Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk
musikalitas atau orkestrasi.
31
Salah satu yang mencakup rima adalah onomatope. Onomatope merupakan tiruan terhadap bunyi. Dalam puisi, bunyi-bunyi ini
memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan oleh penyair. Contoh:
BULAN TERANG J.E Tatengkeng Sunyi lengang alam terbang
Udara jernih tenang Dilangit mengerlip ribuan bintang
31
Ibid., h.39
Rima Akhir
Bulan memancar caya senang Angin mengembus tertahan-tahan
Dan berbisik rasa kesukaan Bulan beralih perlahan-lahan
Menuju magrib peraduan
Hati yang masygul menjadi senang Sukma riang terbang melayang
Karna lahir kerinduan semalam Ribaan Hua yang kukenang
Kudapat t’rang, kasih dan sayang Serta damai hati di dalam
Pada puisi di atas, terdapat rima akhir pada setiap baris puisi. Pada bait pertama terdapat bunyi ang dalam empat baris, bait kedua terdapat bunyi an
dalam empat baris, dan pada bait ketiga terdapat bunyi ang dalam dua baris, baris ketiga terdapat bunyi am, baris kelima dan enam terdapat bunyi ang, dan
baris keenam terdapat bunyi am.
2. Struktur batin puisi merupakan wujud kesatuan makna puisi yang berupa pokok pikiran. Untuk memahami makna dari unsur batin puisi, pembaca harus
melibatkan diri dengan nuansa puisi, konteks, sosiologi, dan psikologi penyair. Unsur-unsur batin puisi, yaitu:
a. Tema atau Sens Tema adalah hal yang paling utama dilihat oleh para pembaca dari sebuah
tulisan. Tema merupakan “pengungkapan pokok pikiran dan persoalan manusia yang hakiki yang mengandung arti cinta, benci, dendam, duka, keserakahan,
keadilan, kesengsaraan, penindasan, dan kebahagiaan.”
32
Tema puisi dapat diketahui melalui hubungan kata-kata yang semakna yang ada di dalamnya.
32
Aswinarko dan Ahmad Bahtiar, Op.cit., h.53
Jadi dapat disimpulkan, tema adalah ide pokok dari sebuah tulisan. Sebelum membuat sebuah puisi, lebih baik menentukan tema terlebih dahulu agar
isi puisi tersebut tidak meluas dan tetap berpacu ke tema tersebut. Contoh:
DOA Chairi Anwar Tuhanku
Dalam termangu Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin dikelam sunyi
Tuhanku Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
13 November 1943 Pada puisi di atas, bertemakan ketuhanan. Penyair memberi judul “DOA”
dan puisi ini berisikan tentang Tuhan. Dimana pun, kapan pun, harus selalu ingat Tuhan, walau dalam keadaan susah maupun senang.
b. Perasaan Perasaan
adalah “segala yang dirasakan atau dialami penyair secara imajinatif.”
33
Puisi merupakan karya yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Jadi dapat disimpulkan, bahwa perasaan adalah sesuatu yang dirasakan
oleh penyair dan disampikan melalui puisi. Contoh:
TUHAN Bahrum Rangkuti Tuhan, tiada kasih melainkan Kaulah Kaulah pelita hatiku
Nyinari batinku gelisah menderita rintih Selama ini hampir remuk jiwaku tapi kau datang,
Datang Tuhanku, Bawalah aku meninggi ke langit rohani
Tempat geta mu damai Biar segar dijiwa yang rindu berisi batin yang kosong
“Tuhanku”, 1943
Aku, Hilang aku oleh
Belaian bisikmu Lunak-merdu
Hanyut aku, Tuhanku Dalam lautan kasihMu.
Tuhanku tiada kasih Melainkan Kaulah “Tuhanku”, 1943
Puisi di atas, tentang bagaimana seorang penyair mengeskpresikan bentuk-bentuk perasaan dan kerinduannya kepada Tuhan melalui puisi. Dalam
penggalan puisi Hanyut aku, TuhankuDalam lautan KasihMuDatang, Tuhanku bawalah aku meninggi ke langit rohani. Kerinduannya diekspresikan melalui kata
hanyut, kasih, meninggi, langit rohani. Nuansa makna dari kata-kata itu
33
Ibid., h.53
memancarkan isi batin, kedalaman penghayatan penyair terhadap ekspresi rohaniah dan pesan-pesan ketuhanan.
c. Amanat Amanat merupakan hal yang mendorong untuk menciptakan puisi.
Amanat ialah “pesan atau kesan yang ingin disampikan oleh pengarang melalui jalan cerita.”
34
Jadi dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampikan oleh penyair dalam puisinya.
Contoh: DIPONEGORO Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti
Tak gentara. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti Sudah itu mati
MAJU Bagimu Negeri
Menyediakan api.
34
Sigit Mangun Wardoyo, Op.cit., h.53
Punah di atas menghamba Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai.
Maju. Serbu.
Serang. Terjang.
Februari 1943 Pada puisi di atas, bertemakan perjuangan, dengan amanat berupa
semangat yang berapi-api disampaikan oleh penyair kepada generasi muda, yaitu setiap generasi tidak boleh putus asa dalam memperjuangkan hak yang terampas
oleh bangsa asing. Demi menjaga harga diri dana martabat bangsa dilukiskan lebih baik mati daripada harus menjadi budak bangsa asing.
d. Imaji Citraan Djojosuroto mengungkapkan, imaji adalah “segala yang dirasakan atau
dialami penyair secara imajinatif.” Imaji atau pencitraan merupakan upaya menghidupkan suasana puisi dari pengalaman sensoris ke dalam suasana yang
lebih konkret. Sayuti mengatakan bahwa “citraan dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, citraan dilihat dari sisi pembaca adalah pengalaman indra
yang terbentuk dalam rongga imajinasi pembaca, yang ditimbulkan oleh sebuah kata atau rangkaian kata. Kedua, citraan dilihat dari sisi penyair adalah bentuk
bahasa yang dipergunakan oleh penyair untuk membangun komunikasi estetik atau untuk menyampaikan pengalaman indranya.”
35
Jadi dapat disimpulkan bahwa imaji adalah gambaran dalam pikiran yang dihasilkan oleh penangkapan terhadap suatu objek yang dapat dilihat oleh panca
35
Ibid., h.32-33
indera. Dengan pengimajian atau citraan dapat mengingatkan kembali apa yang telah dirasakan.
Contoh: MATA PISAU Sapardi Djoko Damono
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu Kau yang baru saja mengasahnya
Berfikir: ia tajam untuk mengiris apel Yang tersedia di atas meja
Sehabis makan malam; Ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu.
Pada puisi di atas, terdapat pengimajian atau citraan penglihatan yang ditunjukkan oleh kata “menatapmu”, “mengiris”. Dalam puisi ini, penyair
membayangkan pisau yang tajam karena baru saja diasah, dan berfikir untuk digunakan memotong buah apel. Kemudian berfikir singkat untuk memotong urat
lehermu.
e. Bahasa Figuratif atau Majas Bahasa figuratif adalah “bahasa yang digunakan untuk mendapatkan
kepuitisan.”
36
Bahasa figuratif dapat membuat puisi menjadi prismatik, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. H.B. Jassin dalam Jabrohim
mengatakan “pemakaian bahasa figuratif pada dasarnya bersifat spontan, langsung keluar dari kalbu penciptanya dan terdapat kesejajaran dengan lukisan
yang dimaksud.”
37
Penggunaan majas membantu penyair menghadirkan kesan puitis melalui pemilihan bunyi yang dapat menimbulkana imajinasi di dalam diri
pembaca.
36
Ibid., h.25
37
Sukino, Op.cit., h.129
Jadi dapat disimpulkan bahwa majas adalah bahasa yang digunkan oleh penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara pengiasan, atau mengungkapkan
makna secara tersembunyi. Contoh:
MATA PISAU Sapardi Djoko Damono Mata pisau itu tak berkejap menatapmu
Kau yang baru saja mengasahnya Berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
Yang tersedia di atas meja Sehabis makan malam;
Ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu.
Pada puisi di atas, terdapat majas personifikasi yang ditunjukkan pada kalimat “mata pisau itu tak berkejap menatapmu”. Pada kalimat menatapmu,
seolah-olah pisau itu mempunyai mata atau panca indera penglihatan sehingga dapat melihat seperti manusia.
f. Tata Wajah Tipografi Tata wajah merupakan “pembeda penting antara puisi dengan prosa dan
drama. Larik- larik puisi tidak berbentuk paragraf, namun berbentuk bait.”
38
Tata wajah puisi atau wujud visual sebuah puisi merupakan “bentuk tampilan puisi
yang ditulis oleh penyair.”
39
Jadi dapat disimpulkan bahwa tata wajah tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Kata-kata dalam puisi
membentuk larik-larik sajak dalam bait, tidak berbentuk kalimat dalam paragraf. Contoh:
DOA PERAHU Ismed Natsir, 1974 Tuhanku
Beritahu kini
38
Ibid., h.74
39
Sigit Mangun Wardoyo, Op.cit., h.40
Ke manakah harus
kupergi Ke muara
menyongsong laut
biru Ataukah
melawan arus
menuju hulu
Pada puisi di atas, ditulis seperti itu agar dapat memberikan warna dan dapat mempengaruhi daya tarik pembaca. Puisi ini berisikan tentang laut. Penyair
meminta petunjuk kepada Tuhan kemanakah ia harus pergi. Apakah ke muara menyongsong langit biru atau pergi melawan arus.