Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

orang. Sekitar 64 persen perempuan, berarti dua kali lipat laki-laki, atau 6,5 juta perempuan buta aksara. Penyebab buta aksara adalah budaya, tidak ada akses, dan angka putus sekolah. Ia mengamati, buta aksara umumnya tidak pernah masuk sekolah, dan pernah sekolah tapi di drop out DO. 4 Kebuta-aksaraan ini adalah faktor yang sangat signifikan perannya dalam melanggengkan keterbelakangan dan ketidakadilan bagi perempuan. Buta aksara berarti juga buta hukum, buta akses, buta karya, dan seterusnya. Sebuah cerita dari Eva Khofifah, salah seorang staff LSM Perempuan KAPAL Perempuan, yang berkunjung ke Aceh besar menjelang pemilu 2009 lalu. 5 Dalam kerumunan ibu-ibu, yang sedang memperbincangkan tentang tata cara memilih. Karena sebelumnya dengan cara menyoblos, namun pemilu kali ini 2009 dengan cara mencontreng. Hal ini membuat bingung para ibu-ibu karena selain banyak sekali partai, wajah dari caleg yang akan dipilih pun tidak dipasang digambar surat suara. Bisa dibayangkan, bagaimana seseorang yang buta huruf harus diperhadapkan dengan situasi yang seperti itu. Masih dalam waktu yang sama, Seorang ibu lain menceritakan pengalamannya; “Saya 13 bersaudara. Sewaktu masih kecil-kecil, kami tidak boleh sekolah. Karena kakek kami bilang dulu ada kerajaan di gampong kami yang melarang sekolah. Pakai topi juga kami dilarang. Jadilah kami enggak sekolah. Kami hanya pergi mengaji. Itupun hanya 6 bulan. Kalau kamu minta kakak sekarang mengaji, sudah payah juga. Ia tersenyum. Hidup kakak keras, 4 Koran Republika Online, 6,5 juta Perempuan Indonesia Buta Aksara, Kamis, 25 Februari 2010 diakses pada hari Selasa, 27 april,2010. pukul 08.36 5 http:ccde.or.idindex dulu hanya ikut orang tua ke kebun. Suami kakak sudah almarhum. Dia mati di tembak waktu masih konflik. Karena buta aksara, kakak pernah ditipu saat diminta tanda tangan pengurusan harta suami yang masih ada. Tetapi itu tidak sampai ke tangan kakak. Kakak tahu memang tidak bisa baca tulis. Namun mengapa orang itu tega sekali sama kakak. Padahal sebenarnya itu kan hak kedua anak kakak juga.” 6 Masalah pendidikan seperti ini bisa berimplikasi lebih jauh bagi perempuan, salah satunya yang sampai saat ini masih marak terjadi adalah tracfficking perdagangan manusia. Angka trafficking pun semakin meningkat setiap tahunnya. Tahun 2004 terdapat 76 kasus, tahun 2005 terdapat 71 kasus, kemudian meningkat menjadi 86 kasus di tahun 2006. Kasus itu melonjak dua kali lipat menjadi 177 kasus pada tahun 2007 dan meningkat lagi menjadi 88 kasus pada tahun 2008. 7 Beberapa korban dari kasus trafficking disebabkan karena banyaknya yang tertipu lewat iklan lowongan kerja dan pemalsuan dokumen. Kasus-kasus di atas seharusnya bisa menyadarkan dan membuat kita semua baik pemerintah dan masyarakat umum supaya lebih peduli terhadap pendidikan untuk perempuan. Paradigma pendidikan konvensional masih tidak memperhitungkan proses belajar-mengajar yang seimbang dan setara antara murid dan guru. Guru cenderung memonopoli forum dan memposisikan dirinya sebagai subjek, sementara siswa sebagai objek. Akhirnya, pendidikan menjadi momok yang menakutkan dan tidak membebaskan bagi siswa. Belum lagi bicara soal mata pelajaran. Kebanyakan mata pelajaran di sekolah formal belum memperhitungkan kepentingan-kepentingan perempuan tidak sensitif 6 Ibid. 7 Detiknews.com, diakses pada Kamis, 26022009 jender. Dalam proses belajar-mengajar lebih banyak membicarakan tentang hal-hal teoritis tanpa mempertimbangkan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh setiap individu siswa. Padahal, bagi perempuan, pengalaman menjadi penting untuk dibagi dan didiskusikan kepada teman-teman dan gurunya. Pendidikan formal kurang memikirkan bagaimana kondisi perempuan yang dipengaruhi banyak faktor persoalan seperti budaya, sosial, agama dan politik. 8 Sejatinya, Pendidikan adalah sebuah proses pemberdayaan, yang diharapkan mampu memberdayakan peserta didik menjadi manusia yang cerdas, manusia yang berilmu dan berpengetahuan, serta manusia terdidik. Misalnya, dengan melakukan proses belajar, proses latihan, proses memperoleh pengalaman atau melalui kegiatan lainnya. Sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman memecahkan masalah, pengalaman etos kerja, dan ketuntasan bekerja dengan hasil yang baik. 9 Melihat permasalahan dalam pendidikan konvensional, banyak pihak yang mengkritik dengan beralih ke bentuk atau model pendidikan yang lain, yang biasa disebut pendidikan alternatif. Pendidikan alternatif merupakan istilah generik dari berbagai program pendidikan yang dilakukan dengan cara berbeda dari cara-cara tradisional. Pendidikan dengan cara ini dianggap lebih bisa menampung dan mengerti kondisi yang dihadapi oleh perempuan. Salah satu LSM yang konsen dalam mengembangkan pendidikan untuk perempuan adalah Kelompok Pendidikan Alternatif Untuk Perempuan KAPAL 8 ibid. 9 Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd, Profesi Kependidikan Problema, Solusi dan Reformasi di I ndonesia. Bumi aksara; Jakarta:2008 Perempuan, dengan mendirikan sekolah perempuan di Gang Pelangi, RT 1001 dan RT 1003, Kelurahan Rawajati Barat, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, sejak tahun 2003. Sekolah ini diberi nama ‘Sekolah Perempuan Ciliwung SPC’. Sekolah Perempuan Ciliwung adalah Sekolah yang sengaja didirikan untuk ibu-ibu di sekitar gang Pelangi setelah melihat latar belakang kondisi sosio- historisnya yang memang sangat terbelakang. Selain dalam hal pendidikan, mereka juga terbelakang dalam hal ekonomi, ditambah lagi persoalan-persoalan rumah tangga seperti beban ganda beban kerja di dalam dan di luar rumah rumah bahkan ada yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga KDRT. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan perempuan di atas, program- program SPC ini diprioritaskan pada hal-hal yang meliputi: pertama, pengembangan pendidikan untuk perempuan yang mencakup penguatan perspektif dan skill dengan materi gender, kesehatan reproduksi, organisasi, dan usaha ekonomi yang dikombinasikan dengan pendidikan keakasaraan. Kedua, pengembangan usaha ekonomi kelompok dan anggota. Ketiga, pengembangan kemampuan berorganisasi. Keempat, merespon isu-isu HAM, sosial politik seperti pemilu undang-undang KDRT dan pornografi, utang luar negeri dan lingkungan hidup. Selain materi-materi yang disebutkan di atas, salah satu kegiatan penting dari SPC adalah penguatan kapasitas para pengurus melalui traning-training dan pendampingan intensif dalam mengembangkan dan mengelola organisasi serta memfasilitasi pendidikan di komunitasnya. Tujuan akhir dari semua proses di atas tentu saja dalam rangka memberdayakan masyarakat, khususnya perempuan marginal. Sekolah perempuan Ciliwung ini cukup unik karena belum banyak dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh apa saja bentuk pendidikan alternatif tersebut, serta bagaimana model pemberdayaan yang dilakukan di Sekolah Perempuan Ciliwung ini melalui penelitian yang dituangkan ke dalam skripsi yang berjudul “Pendidikan Alternatif Sebagai Model Pemberdayaan Perempuan di Sekolah Perempuan Ciliwung SPC, di Rawajati Barat, Jakarta Selatan”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pendidikan alternatif sangat beragam, maka perlu dipertegas bahwa pendidikan alternatif yang dimaksud di sini adalah pendidikan yang khusus didirikan untuk perempuan sebagai kritik atas pendidikan konvensional pada umumnya. Di mana sistem kurikulum, sarana dan prasarana, metode, mata pelajaran, dan sebagainya memperhatikan kebutuhan dan pengalaman perempuan sensitif jender. Dalam penelitian ini, penulis hanya akan meneliti bentuk-bentuk pendidikan alternatif yang diterapkan di Sekolah Perempuan Ciliwung. Dan bagaimana model pemberdayaan yang digunakannya. Pembatasan ini didasari pada pertimbangan efisiensi waktu serta untuk meminimalisir biaya penelitian.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja bentuk pendidikan alternatif yang diterapkan di Sekolah Perempuan Ciliwung SPC? 2. Bagaimana Model pemberdayaan yang digunakan di Sekolah Perempuan Ciliwung SPC?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Mengacu pada pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka hasil penelitian yang ingin penulis capai adalah: 1. Untuk mengetahui apa saja bentuk pendidikan alternatif yang diterapkan di Sekolah Perempuan Ciliwung. 2. Untuk mengetahui bagaimana model pemberdayaan yang digunakan di Sekolah Perempuan Ciliwung.

2. Manfaat Penelitian

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Universitas, khususnya Jurusan Pengembangan Masyarakat tempat penulis bernaung sebagai bahan referensi dan perluasan pengetahuan serta wawasan dalam wacana pendidikan yang dihubungkan dengan isu-isu perempuan. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi KAPAL Perempuan sebagai salah satu LSM yang bergerak dalam isu-isu perempuan serta sekolah-sekolah perempuan yang lainnya.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor 1975:5 didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku orang-orang yang dapat diamati. 10 Sementara menurut Jane Richie, penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. 11 Alasan pemilihan pendekatan penelitian kualitatif didasarkan pada ketajaman analisis yang lebih mendalam yang diperlukan dalam penelitian tentang perempuan. Pendekatan kualitatif dapat lebih menggali dan mengambarkan kejadian yang sebenarnya, yang dialami oleh subjek penelitian. Terlebih dalam meneliti tentang 10 Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung:2007. Hal.5. 11 ibid. hal.6 . perempuan, dibutuhkan pendekatan yang sangat mendalam agar bisa menggali lebih jauh tentang kondisi subjek penelitian yang sebenarnya.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan disini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada; tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel anteseden yang menyebabkan sesuatu gejala atau kenyataan sosial. Oleh karena itu, penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesis, yang juga berarti tidak membangun dan mengembangkan teori. 12 Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan Suharsimi Arikunto : 2005.

3. Teknik Pengumpulan Data

12 Syamsir Salam Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, UIN Jakarta Press, Jakarta:2006, hal.14 .