menampung aspirasi dan keinginan masyarakat serta mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul.
41
4. Tingkat-Tingkat Pemberdayaan Perempuan
Ada lima konsep kesetaraan gender yang harus dilakukan untuk mencapai pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan menjadi alat utama untuk
mengatasi hambatan-hambatan dalam mewujudkan kesetaraan perempuan. Lima tingkatan kesetaraan itu adalah:
a. Tingkat I : Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan perempuan yang bersifat material seperti keadaan gizi,
ketersediaan makanan, dan tingkat pendapatan. Jika semua ini terpenuhi, maka seorang perempuan bisa dikatakan berdaya.
b. Tingkat II : Akses Tingkat produktivitas perempuan lebih rendah karena adanya pembatasan
akses atas sumberdaya pembangunan dan produksi dalam masyarakat seperti tanah kredit, lapangan kerja, dan pelayanan. Dibandingkan laki-laki,
perempuan mempunyai akses lebih sedikit untuk pendidikan, gaji, pelayanan dan lain-lain. Oleh karena itu, kesenjangan gender ini harus diatasi sehingga
akan meningkatkan akses perempuan sehingga setara dengan laki-laki. Pemberdayaan berarti bahwa perempuan disadarkan akan situasi-situasi yang
tidak adil ini dimana kesadaran baru tersebut akan mendorongnya untuk
41
Drs. H. Roesmidi Dra. Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, hal.120-124.
berjuang mendapatkan haknya, termasuk memperoleh akses yang setara dan adil atas berbagai macam sumber daya baik di dlaam rumah tangga,
komunitas dan masyarakat. c. Tingkat III : Kesadaran kritis
Kesenjangan gender bersifat empiris tetapi wujudnya adalah nilai-nilai atau keyakinan bahwa posisi perempuan lebih rendah secara ekonomis dan sosial
dibandingkan laki-laki, serta pembagian kerja secara tradisional merupakan pemberian dari Tuhan. Konsep ini disosialisasikan dan disebarkan melalui
institusi-institusi yang ada dalam masyarakat termasuk media massa dan pendidikan. Pemberdayaan berarti upaya melatih kepekaan perempuan
terhadap keyakinan dan praktek semacam itu dan keberanian untuk menunjukkan sikap penolakan atas keyakinan dan praktek-praktek tersebut.
d. Tingkat IV : Partisipasi Konsep partisipasi di sini diartikan bahwa perempuan setara dengan laki-laki
untuk terlibat secara aktif dalam proses pembangunan. Kesetaraan dalam tingkat ini diartikan sebagai partisipasi setara perempuan dalam proses
pengambilan keputusan.
e. Tingkat IV : Kontrol Pada tingkat kontrol, kesenjangan gender diwujudkan sebagai ketidaksetaraan
relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan dalam hal
kontrol berarti sebuah keseimbangan kekuasaan antara perempuan dan laki- laki, di mana tidak ada satu pihak pun berada di bawah dominasi yang
lainnya. Ini berarti bahwa perempuan mempunyai kekuasaan yang sama dengan laki-laki untuk mempengaruhi masa depan mereka dan masa depan
masyarakat mereka. Modul Pendidikan Adil Gender untuk Perempuan Marginal, KAPAL Perempuan, Jakarta:2006
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Sekolah Perempuan Ciliwung SPC
1. Sejarah SPC
SPC ini terbentuk pada bulan Oktober 2003 yang merupakan hasil dari proses pengorganisasian yang dimulai sejak akhir awal tahun 2003. Pada awalnya, tim
KAPAL Perempuan melakukan survey ke-7 wilayah miskin kota di Jakarta dan melakukan study meja terhadap ke-7 wilayah tersebut untuk mendapatkan informasi
dan data awal situasi setiap lokasi. Dari hasil tersebut akhirnya ditemukan 2 wilayah
yang dapat diorganisir sebagai pilot project pengembangan pendidikan untuk perempuan marginal di miskin kota, dimana salah satu wilayah itu adalah Gang
Pelangi, Kelurahan Rawajati.
42
Sejak saat itu juga, mulailah proses pendekatan dilakukan oleh tim KAPAL dengan warga dan aparat setempat untuk mengetahui langsung dan lebih dalam
mengenai persoalan-persoalan masyarakat umumnya dan persoalan perempuan khususnya, sambil memetakan kemungkinan pengembangan kegiatan khususnya
terhadap perempuan di wilayah ini.
43
Sebagaimana komunitas miskin kota Jakarta pada umumnya, situasi dan kondisi perempuan di Gang Pelangi tidak jauh berbeda. Ditemukan cukup banyak
permasalahan yang terkait dengan perempuan diantaranya adalah tingkat pendidikan yang rendah, umumnya hanya tamat SD bahkan banyak juga yang tidak sekolah sama
sekali yaitu sekitar 80 persen, dan hanya sedikit yang bisa melanjutkan ke SMP dan SMA.
44
Selain masalah pendidikan, perempuan komunitas Ciliwung juga punya persoalan beban ganda. Selain mencari nafkah, mereka juga bertanggungjawab
sepenuhnya terhadap pekerjaan rumah tangga, mengurus anak dan suami. Oleh karena itu, sebagian besar dari mereka juga bekerja di luar rumah selain sebagai ibu
rumah tangga sebagai pekerjaan utama mereka. Jenis-jenis pekerjaan mereka antara lain menjadi buruh cuci pakaian, pedagang makanan, pedagang sayuran, pedagang
42
Profil Sekolah Perempuan Ciliwung.
43
Ibid.
44
Ibid.