Model Pemberdayaan Model pemberdayaan Perempuan

kelompok di dalam suatu komunitas. perbedaan kelangkaan sumber daya. 10. Konsepsi mengenai populasi klien konstituensi Warga masyarakat Konsumen pengguna jasa “korban” 11. Konsepsi mengenai peran klien Partisan pada proses interaksional pemecahan masalah Konsumen atau resipien penerima pelayanan Employer, konstituen, anggota. Sumber: Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Mayarakat dan Intervensi Komunitas, Fakultas ekonomi UI, Jakarta:2003. Rothman dan Tropman menggambarkan perbedaan dari model A, B dan C dilihat dari 11 variabel utamanya, yaitu: 1. Kategori tujuan tindakan terhadap masyarakat Ada dua tujuan utama yang terikat dengan pengorganisasian masyarakat yang pertama lebih mengacu pada “tugas” task; dan yang lainnya lebih mangacu pada “proses”. Kategori tujuan yang berorientasi pada tugas task goal menekankan pada penyelesaian tugas-tugas mereka atau pun pemecahan masalah yang menganggu fungsi sitem sosial seperti penyediaan sistem layanan; penyediaan jenis layanan yang baru: pembuatan terobosan dalam bidang perundang-undangan sosial; dan lainnya. Sedangkan tujuan yang berorientasi pada perluasan dan pemeliharaan sistem yang bertujuan untuk memapankan relasi kerjasama antar kelompok dalam suatu komunitas; menciptakan struktur pemecahan masalah komunitas; menciptakan struktur pemecahan masalah komunitas yang terpelihara secara baik oleh komunitas tersebut. Menstimulasikan masyarakat agar mempunyai minat dan partisipasi yang luas terhadap isu-isu dalam komunitas; mengembangkan sikap dan perilaku serta kerjasama; serta meningkatkan peranan kepemimpinan yang berasal dari komunitasnya. Tujuan yang berorientasi pada proses ini oleh Ross dikatakan sebagai tujuan yang mencoba mengembangkan kapasitas masyarakat tertentu. a. Model A Pengembangan Masyarakat Lokal Kategori tujuannya lebih memberikan penekanan pada process goal tujuan yang berorientasi pada proses, dimana masyakat dicoba untuk diintegrasikan serta dikembangkan kapasitasnya community intergration dan community capacity dalam upaya memecahkan masalah mereka secara kooperatif berdasarkan kemauan dan kemampuan menolong diri sendiri self help sesuai dengan prinsip- prinsip demokratis. b. Model B Perencanaan Sosial Dalam perencanaan sosial, kategori tujuan lebih ditekankan pada task goal tujuan yang berorientasi pada penyelesaian tugas. Pengorganisasian perencanaan sosial biasanya berhubungan dengan masalah-masalah sosial yang konkrit, dan nama-nama bagian departemen mereka mencirikan hal ini. Misalnya, depertemen kesehatan. c. Model C Aksi Sosial Pendekatan aksi sosial mengarah pada kedua tujuan tersebut baik task goal dan process goal. beberapa organisasi aksi sosial kelompok pembela hak asasi, kelompok green peace memberi penekanan pada upaya terbentuknya aturan perundangan yang baru atau merubah praktek-prkatek tertentu. Biasanya tujuan ini mengakibatkan adanya modifikasi kebijakan organisasi-organisasi formal. 2. Asumsi yang terkait dengan struktur komunitas dan kondisi permasalahannya. a. Model A Pengembangan Masyarakat Lokal Komunitas lokal seringkali tertutup oleh masyarakat yang lebih luas dan memunculkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan dalam komunitas lokal dapat terjadi pada relasi antar pribadi yang “bermakna” dan keterampilan memecahkan masalah. Hal ini dapat memunculkan anomie, keterasingan dan kadangkala juga memunculkan kelainan jiwa. Alternatif yang lain, komunitas seringkali dipandang sebagai ikatan tradisional yang dipimpin oleh kelompok kecil pemimpin-pemimpin konvensional, dan terdiri dari populasi yang buta huruf dan mempunyai kesenjangan dan keterampilan memecahkan masalah serta pemahaman mengenai proses demokrasi. b. Model B Perencanaan Sosial Seorang perencana sosial lebih melihat komunitas sebagai terdiri dari sejumlah kondisi masalah sosial yang inti, atau masalah inti yang bersifat khusus dengan minat dan kepentingan tertentu seperti masalah perumahan, pengangguran, kesehatan dan rekriasional c. Model C Aksi Sosial Seorang praktisi aksi sosial mempunyai cara berfikir yang berbeda. Mereka melihat komunitas sebagai terdiri dari hirarki dari privilege dan kekuasaan. Target para praktisi aksi sosial adalah mereka populasi yang mendapat tekanan, diabaikan, tidak mendapatkan keadilan, eksploitasi oleh pihak tertentu, dan sebagainya. 3. Strategi Perubahan Dasar 1 Model A Pengembangan Masyarakat Lokal Dalam pengembangan masyarakat lokal strategi perubahannya dicirikan dengan ungkapan “marilah kita bersama-sama membahas masalah ini”. dari ungkapan tersebut terlihat akan adanya upaya mengembangkan keterlibatan warga sebanyak mungkin dalam upaya menemukan kebutuhan yang mereka rasakan felt needs, dan memecahkan masalah mereka. 2 Model B Perencanaan Sosial Strategi dasar dari model ini tergambar dalam ungkapan “marilah kita kumpulkan fakta dan lakukan langkah-langkah logis berikutnya”. Dengan kata lain, seorang perencana sosial biasanya berusaha untuk mengumpulkan fakta-fakta mengenai msalah yang dihadapi sebelum mereka memilih tindakan rasional dan tepat dilakukan rational and feasible. Partisipasi dalam model B tidak ‘sekental’ pada pengembangan masyarakat model A. Perencana dalam pengumpulan dan penganalisaan data fakta bisa saja menggunakan tenaga di luar komunitas tersebut, begitu pula dalam upaya mengembangkan program dan kegiatan yang akan dilakukan. Tetapi meskipun demikian, mereka tetap mendasari tugasnya berdasarkan fakta masyarakat tersebut. 3 Model C Aksi Sosial Strategi perubahan dari model C terlihat dari ungkapan “mari kita mengorganisir diri agar dapat melawan para penekan kita”. Ungkapana tersebut merupakan kristalisasi isu-isu yang dihadapi masyarakat, yang kemudian membuat masyarakat mengenali “musuhnya” dan mengorganisir diri dan membentuk aksi massa untuk ganti memberikan tekanan terhadap kelompk sasaran mereka. 4. Karakteristik Taktik dan Tekhnik Perubahan 1 Model A Pengembangan Masyarakat Taktik dalam pengembangan masyarakat lebih ditekankan pada pencapaian konsensus. Hal ini biasanya lebih dilakukan melalui komunikasi dan proses diskusi yang melibatkan berbagai macam individu, kelompok, maupun faksi. Blakely juga menekankan pentingnya tekhnik-tekhnik deliberative dan kooperatif ini pada penerapan pengembengan masyarakat lokal. Karena hal ini membedakan peranannya dengan peranan seorang activist yang lebih berorinetasi pada aksi sosial, dimana mereka lebih menekankan pada pendekatan konflik 2 Model B Perencanaan Sosial Taktik dan tekhnik yang sangat berperan dalam perencanaan sosial adalah tekhnik pengumpulan data dan keterampilan untuk menganalisis. Tekhnik konsensus mamupun konflik mungkin saja diterapkan, tetapi itu semua tergantung dengan hasil analisis perencana tersebut terhadap situasi yang ada. 3 Model C Aksi Sosial Para praktisi aksi sosial lebih menekankan pada taktik konflik sesuai dengan peranan mereka sebagai aktifis, dengan cara melakukan konfrontasi dan aksi-aksi langsung. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan untuk memobilisir massa sebanyak mungkin untuk melaksanakan rally demostrasi bahkan kalau perlu dengan melakukan pemboikotan. 5. Peran Praktisi dan Media Perubahan 1 Model A Pengembangan Masyarakat Lokal Pada pengembangan masyarakat lokal, peranan yang dilakukan oleh community worker ataupun para praktisi lebih banyak mengacu pada peran sebagai enebler Biddle menyebutnya sebagai encourager. Sebagai enabler seorang community worker membantu masyarakat agar mengartikulaiskan kebutuhan mereka; mengidentifikasikan masalah mereka; dan mengembangkan kapasitas mereka agar mereka dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Media perubahannya adalah melalui penciptaan kreasi dan manipulasi dalam arti yang positif kelompok-kelompok kecil yang berorientasi pada tugas. Hal ini tentunya membutuhkan kemampuan massa secara kolaboratif dengan cara bekerja sama 2 Model B Perencanaan Sosial Peran yang biasa digunakan oleh perencana sosial adalah peranan sebagai expert. Peran ini lebih menekankan pada penemuan fakta, implementasi program, dan relasi dengan berbagai macam birokrasi, serta tenaga profesional dari berbagai disiplin. Ross melihat bahwa peran sebagai expert, setidak-tidaknya terdiri dari beberapa komponen, yakni: a Diagnosis Komunitas; b Keterampilan melakukan peneltitian; c Informasi mengenai komunitas yang lain; d saran terhadap metode dan prosedur organisasi; e Informasi tekhnis; f kemampuan mengevaluasi. Medium perubahannya adalah manipulasi organisasi termasuk di dalamnya adalah relasi antar organisasi seperti juga dengan pengumpulan dan analisi data. 3 Model C aksi sosial Pada aksi sosial peran yang dilakukan oleh community worker lebih mengarah kepada peran sebagai advokat dan aktivis. Media perubahannya adalah dengan menciptakan dan memanipulasi pengorganisasian dan pergerakan massa untuk mempengaruhi proses politis. Oleh karena itu, pengorganisasian massa pada aksi sosial menjadi isu yang penting. 6. Sama dengan bagian 5 7. Orientasi terhadap struktur kekuasaan 1 Model A pengembangan masyarakat lokal Pada pengembangan masyarakat lokal struktur kekuasaan sudah tercakup di dalam konsepsi mengenai komunitas itu sendiri. Setiap segmen komunitas dianggap sebagai bagian dari sistem klien. Selain itu, sebagai konsekuensinya, hanya tujuan yang dapat memunculkan keepakatan yang saling menguntungkan mutual agreement yang dapat diterima dan relevan. Sedangkan tujuan yang terlalu mencerminkan minat dan kepentingan segmen tertentu seringkali tidak dapat diterima. 2 Model B Perencanaan Sosial Pada perencanaan sosial, struktur kekuasaan biasanya muncul sebagai sponsor atau “bos” dan praktisi perencana. Oleh karena itu, Morris dan Binstock menyatakan bahwa sangatlah sulit bagi seseorang untuk membedakan antara perencana dengan organisasi yang mengerjakannya. Para perencana biasanya merupakan tenaga profesional yang telatih dengan baik, dimana dalam memberikan layanan, ia membutuhkan dukungan perangkat keras dan perangkat lunak, serta bantuan dana dan fasilitas. Biasanya seorang perencana hanya bisa mendapat dukungan itu dari orang yang memiliki kekuasaaan. Oleh karena itu, Martin Rein menyatakan bahwa dalam banyak perencanaan perlu dilakukan konsensus dengan kelompok elit sebagai employer dan pembuat kebijakan dalam suatu perencanaan organisasi. Konsensus ini biasanya baru dapat tercapai bila ada dukungan data faktual karena itu perencana sangat mementingkan data yang faktual. 3 Model C Aksi Sosial Struktur kekuasaan oleh para praktisi aksi sosial dianggap sebagai target eksternal dari suatu tindakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa struktur kekuasan berada di luar sistem klien konstituensi. Struktur kekuasaan seringkali dianggap sebagai kekuatan antithesis yang akan menekan klien kelompok konstituen. 8. Batasan definisi dari sistem klien dalam komunitas Konstituen 1 Model A Pengembangan Masyarakat Lokal Dalam pengembangan masyarakat lokal, total komunitas biasanya didasarkan pada kesatuan geografis seperti Rukun warga, desa, kota. Mereka dalam kesatuan tersebutlah yang menjadikan klien dari community worker. 2 Model B Perencanaan Sosial Klien dari perencana sosial bisa merupakan kesatuan geografis misalnya desa, kota, tetapi dapat pula merupakan kesatuan fungsionalnya misalnya, kelompok tuna grahita, kelompok pecinta buku. 3 Model C Aksi Sosial Klien dari praktisi biasanya merupakan bagian atau segmen masyarakat yang membutuhkan bantuan. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok yang membutuhkan layanan tetapi tidak terjangkau oleh layanan tersebut. Dalam aksi sosial, para praktisi lebih melihat kelompok tersebut sebagai ‘teman-teman partisan’ dibandingkan sekolompok klien. 9. Asumsi mengenai kepentingan kelompok-kelompok subparts dalam suatu komunitas. 1 Model A Pengembangan Masyarakat Dalam pengembangan masyarakat lokal, berbagai kepentingan kelompok dan faksi dalam masyarakat dilihat sebagai mendasar merupakan permufakatan yang responsif terhadap pengaruh dari persuasi yang rasional, komunikasi dan niat baik bersama. Pengembangan masyarakat ini bersifat humanistik dan mereka mempunyai asumsi bahwa, mereka akan mampu menangani masalah yang mereka hadapi dengan melalui upaya berkelompok hal ini tentunya membutuhkan kejujuran dalam berkomunikasi dan memberikan umpan balik. Kepentingan dari masing-masing kelompok pada model A, seolah-olah sudah membaur. 2 Model B Perencanaan Sosial Pada perencanaan sosial tidak ada asumsi yang pervasif mengenai tingkat intraktabilitas atau pun konflik kepentingan. Pendekatan yang mereka lakukan lebih bersifat pragmatis, dan berorientasi untuk menangani masalah tertentu, sehingga ‘aktor’ memainkan peranan disini. Sehingga permufakatan atau pun konflik dapat ditolerir dalam pendekatan ini, selama tidak menghalangi proses pencapain tujuan. 3 Model C aksi sosial Pada aksi sosial asumsi bahwa kepentingan dari masing-masing bagian dalam masyarakat sangar bervariasi dan sulit diambil kata mufakat. Sehingga seringkali cara-cara koersif harus dilaksanakan seperti melalui pemboikotan dan perundang-undangan sebelum penyesuaian dapat terjadi. Mereka yang mempunyai kekuasaan dan privilege dariterhadap kelompok-kelompok yang kurang diuntungkan tersebut seringkali tidak mau melepaskan ‘keuntungan’ yang mereka dapat. Dorongan-dorongan dari kepentingan yang menyebabkan mereka merasa bodoh kalau mereka melepaskan apa yang sudah mereka miliki. 10. Konsepsi Mengenai Populasi Klien konstituensi 1 Model A Pengembangan Masyarakat Lokal Dalam pengembangan masyarakat lokal, klien dipandang sebagai warga yang sederajat yang memiliki kekuatan-kekuatan yang perlu diperhatikan, tetapi belum semuanya dapat dikembangkan dengan baik. Praktisi di sini berusaha mengembangkan apa yang belum dikembangkan secara optimal tersebut dengan memfokuskan pada kemampuan klien. Dari pandangan ini terlihat bahwa setiap warga adalah sumber daya yang berharga. 2 Model B Perencanaan Sosial Dalam perencanaan sosial klien lebih dilihat sebagai konsumen dari suatu layanan service, dan mereka akan menerima serta memanfaatkan program dan layanan sebagai hasil dari proses perencanaan. Misalnya, pada sektor perumahan, kesehatan jiwa, dan sebagainya. Bahkan Morris dan Binstock lebih senang menggunakan istilah konsumen dibandingkan istilah klien dalam kerangka analisis perencanaan sosial mereka. 3 Model C Aksi Sosial Di sini, klien atau konstituen lebih dilihat sebagai ‘korban’ dari suatu sistem. 11. Konsepsi Mengenani Peran Klien 1 Model A Pengembangan Masyarakat Peran klien dalam pengembangan masyarakat lokal dikonsepsikan sebagai partisipan aktif dalam proses interaksional satu dengan yang lainnya, juga dengan community worker-nya. Penekanan utama diberikan pada kelompok dalam masyarakat, di mana mereka bersama berusaha belajar dan mengembangkan diri. 2 Model B Perencanaan Sosial Disini klien memainkan peran peranan sebagai resipient penerima pelayanan. Klien aktif ‘mengkonsumsi layanan-layanan yang diberikan, tetapi bukan dalam proses menentukan tujuan dan kebijakan hal ini membedakan dengan model A. Fungsi pembuatan kebijakan dijalankan oleh Si-perencana setelah melalukan konsensus dengan elit seperti dewan direktur 3 Model C Aksi Sosial Disini klien biasanya merupakan ‘bawahan’ bersama praktisi dengan praktisi aksi sosial, dan mereka berusaha ‘mendobrak’ sistem yang ada. Praktisi disini juga memainkan peranan sebagai ‘bawahan’ dan ‘pelayanan’ masyarakat, bersama dengan ‘teman-teman partisan’ mereka menjadi kelompok penekan yang mencoba memberikan tekanan terhadap kelompok elit. 34

2. Pemberdayaan Perempuan

Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari “empowerment” dalam bahasa Inggris, menurut Merriam Webster Oxford English Dictionary, mengandung dua pengertian : Pertama, to give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai memberi kecakapankemampuan atau memungkinkan untuk. Kedua, to give or authority to, yang artinya memberi kekuasaan. 35 Onny S. Priyono dan Pranarka 1996, sebagaimana yang dikutip oleh Roesmidi dan Riza Risyanti di dalam bukunya Pemberdayaan Masyarakat, berdasarkan penelitian kepustakaan tentang pengertian di atas, dinyatakan bahwa proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau 34 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Mayarakat dan Intervensi Komunitas, Jakarta:Fakultas Ekonomi UI, 2003. hal.54. 35 Drs. H. Roesmidi Dra. Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat, Bandung. Alquaprint Jatinangor :2006 . hal.2 kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih ber-daya. Kedua, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Payne 1997; hal.226 mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan empowerment, pada intinya ditujukan guna: “to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.” Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. 36 Menurut Hulme dan Turner 1990, pemberdayaan mendorong terjadinya suatu perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tak berdaya untuk memberi pengaruh yang lebih besar pada arena politik secara lokal dan nasional. Karenanya, pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif. Pemberdayaan merupakan suatau proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuatankekuasaan yang berubah antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga 36 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Mayarakat dan Intervensi Komunitas, Jakarta:Fakultas ekonomi UI, 2003. hal.54. sosial. Di samping itu, pemberdayaan juga merupakan proses perubahan pribadi karena masing-masing individu mengambil tindakan atas nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahamannya terhadap dunia tempat ia tinggal. 37 Tokoh lain, Jim Ife 1995:61-64 mengatakan pemberdayaan mengandung dua kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini bukan saja diartikan menyangkut kekuasan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas: a Pilihan-pilihan rasional dan kesempatan-kesempatan hidup; kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan. b Pendefinisian kebutuhan : kemampuan menentukan kebutuhan selaras aspirasi dan keinginannya. c Idea atau gagasan : kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. d Lembaga-lembaga : kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan. e Sumber-sumber : kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan. 37 Drs. H. Roesmidi Dra. Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat,hal.5 f Aktivitas ekonomi : kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang dan jasa. g Reproduksi : kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi. 38 Berangkat dari pengertian-pengertian di atas, jelaslah bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses untuk membantu, mendorong, memotivasi serta menyadarkan seseorang atau kelompok yang kurang atau tidak berdaya misalnya, orang miskin, cacat, perempuan agar memiliki kekuatan dan kesempatan untuk menikmati dan mendapatkan segala hak-haknya dan menentukan pilihan-pilihan hidupnya sebagai manusia secara utuh. Pemberdayaan perempuan menurut Melly G Tan adalah meningkatkan keinginan, tuntutan, membagi kekuasaan sharing power dalam posisi yang setara equal, repfresentasi serta partisipasi dalam pengambilan keputusan, yang menyangkut kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 39 Tujuan utama pemberdayaan Perempuan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya, kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik 38 Edi Suharto, Ph.d, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung. PT Refika Aditama:2005. hal.59. 39 Skripsi Nadya kaharima, Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan melaui Gender Mainstreaming Studi kasus Workshop Pemberdayaan Mubalight 1 oleh Pusat Studi Wanita PSW