Dinamika Hubungan Pelatih-Atlet dan Ketangguhan Mental

ketangguhan mental atlet bergantung pada sosok seorang pelatih. Sebagai sosok sentral dalam pengembangan ketangguhan mental, pelatih harus memberikan bimbingan, latihan dan aktivitas yang disesuaikan dengan kondisi atlet Weinberg et.al., 2011. Hal ini bertujuan memaksimalkan dampak positif yang akan diperoleh atlet. Seorang pelatih akan menampilkan perilaku kepemimpinan yang secara konsisten muncul di dalam dan di luar lapangan. Menurut Chelladurai dan Shaleh 1980, seorang pelatih yang menggunakan pendekatan perilaku demokratis atau otoriter dalam melatih atlet akan memiliki dampak yang berbeda terhadap atlet. Seorang pelatih yang memberikan dukungan secara personal atau kerap memberikan penghargaan seperti bonus uang turut mempengaruhi perkembangan ketangguhan mental atlet ketika menjalani sebuah kompetisi atau sesi latihan yang menguras kemampuan fisik dan psikis atlet. Dalam mengembangkan ketangguhan mental atlet, pelatih harus memikirkan strategi yang tepat agar diperoleh hasil yang maksimal. Menurut Weinberg, Butt Culp 2011 merekayasa lingkungan latihan menjadi lebih kompetitif, menuntut, dan menantang secara fisik merupakan salah satu jalan yang cukup efektif dalam mengembangkan ketangguhan mental atlet. Selain itu, menurut banyak atlet di dunia yang berprestasi, ketangguhan mental ternyata juga dipengaruhi oleh kemauan yang keras, sikap gigih, dan pantang menyerah, yang terpupuk dari pengalaman pribadi atau melalui penanganan khusus baik oleh pelatih maupun psikolog olahraga Gunarsa, 2004. Seorang pelatih cenderung untuk memiliki sebuah hubungan dan komunikasi yang intensif dengan atletnya. Pola komunikasi yang terbangun akan turut mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah program latihan yang dijalani. Menurut Jowett Cockerill 2002, efektivitas tugas seorang pelatih yang meliputi persiapan teknis, taktis dan strategis. Tugas mengorganisir, mengevaluasi dan mengarahkan atlet akan bergantung pada hubungan antara pelatih-atlet. Seorang pelatih yang mampu memposisikan dirinya sebagai seorang teman atau ayah bagi atlet akan cenderung memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik bila dibandingkan dengan pelatih yang memperlakukan pemain sebagai bawahan. Memperlakukan pemain sebagai bawahan akan cenderung menghasilkan lebih banyak konflik personal yang dapat berujung pada pemecatan pemain atau pemain dijual ke klub lain misalnya kasus Roberto Mancini dengan Mario Balotelli dan Carlos Tevez di klub Manchester City. Pemecatan atau dijual ke klub lain sedikit banyak akan memiliki dampak psikologis bagi atlet yang mengalaminya. Jowett 2009 menjelaskan hubungan pelatih-atlet merupakan sebuah situasi dimana pelatih dan atlet membangun perasaan, pikiran, dan perilaku komplementer yang saling terkait. Hubungan yang dibangun meliputi kedekatan emosional yang berorientasi jangka panjang dan ditandai dengan adanya perilaku saling membutuhkan satu sama lain. Semakin berkualitas hubungan yang dibangun, maka turut mempengaruhi kualitas perkembangan ketangguhan mental atlet. Hal ini berdasarkan pemahaman pelatih tentang latar belakang pemain sehingga mampu menerapkan metoda yang tepat.