Dimensi Hubungan Pelatih-Atlet Hubungan Pelatih-Atlet 1. Definisi Hubungan Pelatih-Atlet

memiliki tujuan yang sama Jowett Carter, 2006, maka peneliti berasumsi bahwa hubungan pelatih-atlet memiliki pengaruh terhadap ketangguhan mental atlet.

2.4. Kerangka Berfikir

Klub sepakbola Indonesia cenderung mengalami penurunan prestasi sejak tahun 1991 Wikipedia, 2014. Prestasi terbaik klub Indonesia adalah peringkat ketiga AFC Champions League pada tahun 1991 yang diwakili oleh Pelita Jaya. Beragam faktor menjadi penyebab penurunan prestasi klub sepakbola seperti kompetisi yang belum terorganisir dengan baik, manajemen klub yang belum profesional, kualitas teknik atlet yang di bawah rata –rata atlet Asia, dan lainnya. Berfokus pada atlet sebagai salah satu kontributor penurunan prestasi klub sepakbola nasional, maka terdapat empat faktor utama yang saling kongruen yaitu aspek teknik, aspek fisik, aspek taktik, dan aspek mentalitas Arsene Wenger, 2011. Menurut Wenger dalam UEFA Grassroot Day, 2011 mentalitas seorang atlet sepakbola merupakan kunci untuk menjadi atlet kelas dunia. Lebih jauh, Wenger menjelaskan bahwa usaha mengembangkan aspek teknik, fisik, dan taktik akan menjadi sia –sia bila aspek mentalitas tidak dikembangkan. Kelemahan dalam hal mentalitas merupakan salah satu permasalahan yang dimiliki atlet sepakbola Indonesia. Beberapa klub peserta kompetisi Indonesia Super League 2014 seperti PSM Makassar, Persiba Balikpapan, Persebaya Surabaya, Gresik United, Mitra Kukar dan Persija Jakarta sudah memberikan perhatian khusus pada pembenahan mental bertanding atlet sebagai salah satu usaha memperbaiki prestasi klub Goal.com, 2014. Akan tetapi, pembenahan yang dilakukan tanpa pemahaman kongkrit tentang aspek mentalitas menyebabkan program belum berjalan dengan efektif. Mentalitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketangguhan mental. Ketangguhan mental merupakan kumpulan nilai, sikap, perilaku dan emosi yang membuat atlet mampu bertahan dan melalui beragam hambatan, kesusahan, atau tekanan yang dialami. Begitu juga atlet mampu untuk tetap mempertahankan konsentrasi dan motivasi saat situasi normal Gucciardi et.al., 2008. Seorang atlet sepakbola akan menghadapi beragam situasi yang menekan secara psikologis seperti bermain sebagai tim tamu, menghadapi tekanan supporter ketika bermain home atau away, keputusan wasit, dan lainnya. Gucciardi et.al. 2008 menjelaskan beragam situasi tersebut membutuhkan ketangguhan mental dalam derajat yang berbeda. Artinya, bila seorang atlet sepakbola memiliki ketangguhan mental yang lemah maka situasi yang bersifat menekan akan cenderung menimbulkan reaksi yang negatif seperti gugup ketika bertanding, kehilangan konsentrasi, memukul wasit, dan perilaku yang di luar kendali internal atlet tersebut. Sebaliknya, apabila ketangguhan mental dari atlet tersebut kuat maka reaksi yang muncul atas beragam situasi yang penuh tekanan cenderung bersifat positif seperti memiliki motivasi lebih karena tensi pertandingan yang meningkat, tetap mampu fokus meski tertinggal jumlah gol, tetap menghormati keputusan wasit seraya tetap berusaha mengeluarkan kemampuan terbaik. Membentuk seorang atlet untuk memiliki ketangguhan mental yang kuat merupakan sebuah proses yang kompleks dan panjang. Proses pembinaan