BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap individu memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan mengelola sumber daya alam yang terdapat di negaranya. Agar
manusia dapat menggali dan meningkatkan potensi yang dimilikinya, maka ia harus menempuh suatu proses yang dinamakan belajar. Menurut Syah belajar
dapat dipahami sebagai ”tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif.”
1
Proses belajar diselenggarakan oleh pemerintah dalam lingkup departemen pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat meningkatkan
potensi dasar yang dimilikinya baik itu potensi fisik, intelektual, emosional, mental, sosial, maupun etika. Dalam dunia pendidikan, untuk dapat mengelola
sumber daya alam yang ada dengan baik, manusia perlu belajar tentang sains atau ilmu pengetahuan alam. Menurut Ramli ”Sains atau ilmu pengetahuan
alam adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena yang terjadi di alam”
2
. Pengajaran sains di tingkat SMP dan SMA terbagi menjadi beberapa
mata pelajaran. Salah satunya adalah fisika. Sasaran utama dalam pembelajaran fisika menurut Yudianto adalah ” penguasaan subtansi konsep
IPA itu sendiri untuk mengetahui apa dan bagaimana setiap gejala di alam ini terjadi”.
3
Contoh dalam mempelajari gaya gravitasi kita bisa mempelajarinya melalui peristiwa jatuhnya buah kelapa dari pohonnya.
Untuk dapat mencapai sasaran utama dalam pengajaran fisika itu, sebaiknya pembelajaran mengenai fakta, konsep dan prinsip-prinsip dari sains
tidak diterima secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran karena
1
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006 hal. 68
2
MunasPriantoRamli, Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode Konstruktivisme, Metamorfosa Jurnal Pendidikan IPA Vol. 1 No. 2, Oktober 2006 hal. 49
3
Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai, Bandung : PPS UPI, 2005 hal. 303
1
pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang guru ke kepala orang lain siswa.
4
Pemahaman yang mendalam hanya dapat terjadi melalui latihan keterampilan dan juga lewat pengalaman termasuk
pengalaman melakukan kesalahan. Jadi pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru.
Dalam kegiatan pembelajaran fisika, selain tujuan penguasaan konsep fisika yang ingin dicapai, juga terdapat tujuan lain yang ingin ditanamkan
kepada siswa yaitu nilai dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan perkembangan sains selain membawa dampak positif juga membawa dampak
negatif bagi kehidupan umat manuisa. Sebagai contoh percobaan-percobaan bom atom atau hidrogen yang dilakukan dalam rangka menyelidiki seberapa
jauh kekuatan atau efektivitas dari tenaga inti untuk perkembangan sains selanjutnya ternyata mengakibatkan pencemaran udara, tanah, dan air
5
. Contoh lain yaitu pemakaian senjata api yang seharusnya digunakan oleh para
prajurit untuk menciptakan perdamaian kini malah banyak digunakan oleh para penjahat seperti perambok.
Selain itu, pada zaman sekarang ini penggunaan hasil percobaan bom atom juga sering kali digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab untuk memusnahkan umat manusia yang dianggap lawan. Oleh sebab itu, pada akhirnya kehidupan tergantung kepada kedewasaan berpikir umat
manusia bagaimana dengan bijaksana menggunakan sains untuk kehidupan yang lebih baik.
Menurut Einstein yang dikutip oleh Yudianto ”dalam IPA Sains mengandung lima nilai, yaitu : 1 nilai religius; 2 nilai praktis; 3 nilai
intelektual; 4 nilai sosial politik; dan 5 nilai pendidikan.”
6
. Dengan pembelajaran yang disertai penanaman kelima nilai ini pada diri setiap
4
Syam, Prestasi Belajar Fisika Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang melalui Pendekatan Problem Posing Berbasis Aktivitas di SMUN I
BJM,http:one.indoskripsi.comjudul-skripsipendidikan-fisikaprestasi-belajar-fisika-pokok- bahasan-getaran-dan-gelombang-melalui-pendekatan-problem-posing diakses pada hari
Kamis 28 Agustus 2008.
5
Sukarno, dkk, Dasar-Dasar Pendidikan Sains. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1981 h. 13
6
Suroso Adi Yudiyanto, op. cit, hal. 305
individu diharapkan pengelolaan sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama.
Dalam proses pembelajaran tidak dapat dipungkiri bahwa sains masih sering diajarkan dalam suasana monoton, dimana guru mengambil peran yang
dominan sementara siswa hanya bersifat pasif. Siswa tidak diberi kesempatan yang luas untuk melakukan berbagai percobaan yang sangat dibutuhkan para
siswa dalam memahami, membangun, dan menguasai sebuah konsep. Selain itu mata pelajaran Sains terutama fisika sering kali dijadikan mata pelajaran
yang paling ditakutkan oleh siswa dikarenakan konsep-konsepnya tidak mudah untuk dimengerti. Keadaan tersebut mengakibatkan motivasi belajar
siswa menurun dan siswa kurang menguasai konsep sains terutama fisika. Sejalan dengan keadaan tersebut menurut Sugiharti :
” pelajaran fisika adalah pelajaran ‘berat’ dan serius yang tidak jauh dari persoalan konsep, pemahaman konsep, penyelesaian
soal-soal yang rumit melalui pendekatan matematis hingga kegiatan praktikum yang menuntut mereka melakukan segala
sesuatunya dengan sangat teliti dan cenderung ’membosankan’. Akibatnya tujuan pembelajaran yang diharapkan, menjadi sulit
dicapai. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai rata-rata mata pelajaran sains khususnya fisika dari tahun ke tahun”
7
Pada tahun 2008 ketika mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA diikutsertakan dalam ujian nasional, ternyata tingkat ketidaklulusan siswa
Sekolah Menengah Pertama SMP yang mengikuti ujian nasional mengalami peningkatan. Tahun 2007 lalu, tingkat ketidaklulusan 6,66 persen, tahun ini
menjadi sebesar 7,25 persen.
8
Ini membuktikan bahwa penguasaan konsep IPA tingkat SMP masih tergolong rendah di bawah standar kelulusan ujian
nasional yang ditetapkan oleh Indonesia.
7
Piping Sugiharti, Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika, http:www.bpkpenabur-bdg.sch.idfiles29-42-
Penerapan20Teori20Multiple20Intelligence20dalam20Pembelajaran20Fisika.pdf diakses hari Sabtu 10 Januari 2009
8
Republika, Jumlah Siswa SMP yang Gagal Ujian Meningkat, http:202.155.15.208koran_detail.asp?id=338523kat_id=3
,
diakses pada hari Kamis 28 Agustus 2008
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant PERC, kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari
12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia
2000, Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia.
Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin
teknologi dari 53 negara di dunia. Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-
TIMSS-R, 1999 IEA, 1999 memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada
pada urutan ke-32 untuk IPA. Anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai 30 dari materi bacaan dan ternyata mereka
sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat
terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
9
Selain rendahnya penguasaan konsep, pembelajaran sains juga tidak pernah dikaitkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sains. Akibatnya
sains banyak disalahgunakan. Sains dikembangkan bukan untuk kemaslahatan bersama, tetapi untuk kepentingan pribadi.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut dikembangkan suatu model pembelajaran yang dinamakan konstruktivisme. Para pendukung
konstruktivisme percaya bahwa anak didik akan belajar banyak tentang sains jika mereka melakukan percobaan sendiri.
10
Menurut Suparno ”pada dasawarsa terakhir ini, filsafat konstruktivisme banyak mempengaruhi pembelajaran fisika khususnya, dan pembelajaran sains
pada umumnya.”
11
Banyak penelitian dan seminar tentang pembelajaran konstruktivisme dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk
membuktikan kebenaran akan hal itu.
9
M. Shiddiq al-jawi, Pendidikan di Indonesia : Masalah dan Solusinya, http:groups.yahoo.comgroupkhilafahmessage994 diakses pada hari Kamis 28 Agustus
2008
10
Munas Prianto Ramli, op. cit, hal. 51
11
Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Menyenangkan, Yogyakarta : Universitas Sanata Darma, 2007 hal. 7
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya.
12
Sebagai contoh, pengetahuan tentang hukum-hukum Newton yang telah ditemukan oleh Sir Isaac Newton dan
diketahui oleh guru sejak lama tetapi bagi siswa, pengetahuan itu baru mulai dibangun sejak dia mulai belajar secara perlahan-lahan terbentuk dalam
pikiran dan lama-kelamaan semakin lengkap.
13
Berdasarkan teori pembelajaran konstruktivisme, dalam kegiatan belajar mengajar telah dikembangkan berbagai macam metode mengajar yang dapat
membantu siswa aktif dan senang belajar. Salah satu metode mengajar itu adalah metode permainan. Menurut Moeslichatoen ”bermain merupakan
bermacam bentuk kegiatan yang memberi kepuasan pada diri anak yang bersifat nonserius, lentur, dan bahan mainan terkandung dalam kegiatan dan
yang secara imajinatif ditransformasi sepadan dengan dunia orang dewasa.”
14
Permainan dalam dunia anak-anak itu bermacam-macam. Salah satunya adalah permainan tradisonal. Melalui permainan tradisi atau permainan rakyat,
anak-anak ataupun orang dewasa menunjukkan kerja sama dan kepiawaiannya dalam memainkan permainan tersebut. Di samping itu, nilai-nilai mental,
seperti keadilan, penegakan aturan, hingga bentuk sanksi sosial bagi mereka yang melanggar aturan permainan
,
ditaati oleh orang-orang yang memainkan permainan tradisi itu
.
Berbagai peneliti mengakui permainan anak yang masih bercirikan unsur-unsur tradisi memiliki nilai-nilai kearifan lokal hingga nilai
pembelajaran bagi anak-anak, seperti nilai ekonomi hingga demokrasi. Dakon atau congklak, misalnya, dimaknai sebagai permainan yang mendidik anak
agar rajin menabung dan bersikap ekonomis.
15
Pengajaran fisika melalui permainan untuk tingkat SD, baru pada tahap pengenalan. Untuk tingkat SMP, sudah mulai dimasukkan teori dan
12
Ibid, hal. 13
13
Ibid, hal. 8
14
Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta : Rineka Cipta.2004, h. 24
15
Mahdi Muhammad, Dari Filosofi, Kearifan, dan Benteng Budaya, http:www2.kompas.comkompas-cetak070806daerah3702154.htmdiakses pada hari
Senin 14 Juli 2008.
perhitungan yang sedikit agak lebih rumit tetapi tidak melepaskan unsur kesenangannya. Sementara untuk tingkat SMA, harus lebih mengutamakan
unsur fisikanya dibandingkan dengan permainan.
16
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak yang berhubungan dengan konsep fisika. Permainan-
permainan itu diantaranya yaitu go back so door, main kelereng, main peluru- peluruan, ketapel, permainan mencari pencuri, permainan karet, tarik tambang,
tari-tari daerah, dan lain-lain. Permainan-permainan tersebut merupakan jenis permainan tadisional yang banyak menggunakan prinsip fisika terutama
mekanika. Oleh karena itu permainan dapat dijadikan salah satu alternatif metode dalam mengajarkan fisika disekolah.
17
Selain itu, dalam permainan tradisional biasanya setiap anak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pujian dan hadiah jika mampu menyelesaikan
permainan menjadi pemenang. Menurut Syah, pujian dan hadiah dapat.memotivasi siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi
akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses mempelajari materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
18
Berdasarkan pemikiran di atas penulis ingin mengetahui bagaimana peningkatan penguasaan konsep fisika siswa melalui permainan tradisioanal
bernuansa nilai yang dituangkan dalam penelitian dengan judul ”Peningkatan penguasaan konsep fisika siswa melalui permainan bernuansa nilai”.
B. Identifikasi Masalah