Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika Siswa Melalui Permainan bernuansa Nilai : Penelitian Tindakan kelas di MTs Al-Ikhlas Cisereh-Tangerang

(1)

bernuansa nilai. Skripsi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, program studi pendidikan Fisika, Fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep Fisika siswa melalui permainan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus dimana setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, obervasi, dan refleksi. Pembelajaran siklus I dilakukan sebanyak empat kali pertemuan pada pokok bahasan gaya. Sedangkan pada siklus II dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan pada pokok hukum Newton. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes objektif yang berjenjangs dari soal pengetahuan, pemahaman,observasi, dan refleksi. Selain instrumen tes dan angket dalam penelitian ini juga digunakan lembar observasi dan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh gambaran bahwa penelitian ini telah mencapai kriteria yang menjadi indikator keberhasilan penelitian yang diharapkan. Nilai yang didapat siswa pada siklus II telah mencapai kriteria yaitu tidak ada lagi siswa yang nilainya dibawah 60. siswa juga mengalami peningkatan yang tinggi dengan N-Gain 0,70 pada siklus I, 0,71 pada siklus II. Selain itu aktivitas siswa dalam pembelajaran juga cukup tinggi dan respon yang diberikan oleh siswa terhadap pembelajaran. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa permainan memberikan dampat yang positif bagi siswa dalam proses belajar mengajar. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan masukan bagi guru-guru dalam memilih strategi mengajar yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di Indonesia

Kata Kunci : Penelitian Tindakan Kelas, Gaya, Hukum Newton, Penguasaan Konsep, permainan .


(2)

games nuance value.” A skripsi of Science Department at Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This research is conduct to increase the students’ability to master physics concept through games. To solve this problems, researcher use class action method which consist of two cycles and each cycle consist of four steps. They are planning, acting, observing, and reflecting. The learning process of the first cycle is done four times meeting in the force subject. The second cycle is done for three times meeting in Newton law subject. The instrument is used in this research is objective test which start from knowledge, understanding, observation, and reflection. Beside questionnaire and test instrument , this research also uses observation and interview as instrument.

Base on the research result, this research has reached the criteria of research that become the indicator of research success. The students’value in second cycle is more than 60 and significant increase in N-Gain 0,70 in the cycle one, and 0,71 in cycle two. Beside of them, the students’activeness and their response in learning process are also increase. The research result proves that games give positive impact in students’learning process. The research result also can be an input for teachers to choose the teaching method in order to increase the teaching and learning process quality in Indonesia.

Key word : the classroom action research, force, Newton law, the mastery of concept, games


(3)

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmatnya sehingga skripsi yang berjudul peningkatan penguasaan konsep Fisika melalui permainan bernuansa nilai ini dapat terselesaikan. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi besar kita Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa suatu perubahan yang begitu besar terhadap kehidupan umat manusia didunia ini. Selain itu juga melalui skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :

1. Prof.Dr. Dede Rosyada M.A selaku dekan fakultas ilmu tarbiyah dan

keguruan,

2. Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd selaku dosen pembimbing pertama dan Elvan

Yuniarti, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing penulis dalam pembuatan skripsi,

3. Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat dalam

perjalanan menyelesaikan skripsi,

4. Sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah

membantu mencarikan literatur untuk digunakan dalam skripsi ini, dan

Selanjutnya ada pepatah yang mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak begitu juga dengan skripsi yang penulis buat ini tentulah masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan hasil skripsi ini penulis senantiasa terbuka untuk saran dan kritik yang membangun dari siapa saja. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. Terimakasih.

Juli 2009

penulis


(4)

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Lampiran ... vi

Daftar Tabel ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis ... 9

1. Hakikat penguasaan konsep ... 9

2. Hukum Newton ... 16

3. Permainan ... 20

4. Nilai –nilai yang terkandung dalam pembelajaran ... 24

B. Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 32

D. Hipotesis Tindakan ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 34

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

C. Metode dan Desain Penelitian ... 34

D. Subjek yang Terlibat dalam Penelitian ... 35

E. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 35

F. Teknik Pengumpulan Data ... 35

G. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 37


(5)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kegiatan Pendahuluan ... 43

B. Hasil Intervensi Tindakan ... 44

C. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 66

D. Pembahasan ... 67

E. Bahasan Temuan Penelitian ... 70

F. Keterbatasan dalam Penelitian ... 71

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73 Daftar Pustaka

Lampiran


(6)

Lampiran 1. Hasil pretes-postes dan n-gain siklus I ... 74

Lampiran 2. Hasil pretes-postes dan n-gain siklus II ... 78

Lampiran 3. Hasil perhitungan observasi... 82

Lampiran 4. Hasil perhitungan angket ... 83

Lampiran 5. Hasil wawancara ... 84

Lampiran 6. Hasil perhitungan uji instrumen tes siklus I ... 85

Lampiran 7. Hasil perhitungan uji instrumen tes siklus II ... 89

Lampiran 8. Kisi-kisi instrumen tes siklus I ... 93

Lampiran 9. Instrumen tes siklus I ... 103

Lampiran 10 kunci jawaban instrumen tes siklus I ... 106

Lampiran 11. Kisi-kisi instrumen tes siklus II ... 107

Lampiran 12. Instrumen tes siklus II... 117

Lampiran 13. Kunci jawaban instrumen tes siklus II ... 120

Lampiran 14. Rencana pelaksanaan pembelajaran I ... 129

Lampiran 15. Rencana pelaksanaan pembelajaran II ... 146

Lampiran 16. Lembar kerja siswa ... 158

Lampiran 17. Kisi-kisi instrumen angket ... 166

Lampiran 18. Intrumen angket ... 167

Lampiran 19. Pedoman wawancara ... 168

Lampiran 20. Panduan obsevasi ... 169

Lampiran 21. Dokumentasi kegiatan pembelajaran ... 170 Lampiran 23. Surat – surat penelitian


(7)

vii

Tabel 4.1 Rekapitulasi hasil uji validitas siklus I ... 45

Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil uji taraf kesukaran siklus I ... 45

Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil uji daya pembeda siklus I ... 46

Tabel 4.4 Peningkatan jumlah siswa yang menjawab benar ... 48

Tabel 4.5 Peningkatan jumlah siswa yang menjawab benar ... 50

Tabel 4.6 Peningkatan jumlah siswa yang menjawab benar ... 52

Tabel 4.7 Jumlah siswa yang mengalami peningkatan ... 53

Tabel 4.8 Peningkatan jumlah siswa yang menjawab benar ... 54

Tabel 4.9 Rekapitulasi hasil uji validitas siklus II ... 57

Tabel 4.10 Rekapitulasi hasil uji taraf kesukaran siklus II ... 58

Tabel 4.11 Rekapitulasi hasil uji daya pembeda siklus II ... 58

Tabel 4.12 Peningkatan jumlah siswa yang menjawab benar ... 61

Tabel 4.13 Peningkatan jumlah siswa yang menjawab benar ... 62

Tabel 4.14 Peningkatan jumlah siswa yang menjawab benar ... 64

Tabel 4.15 Peningkatan jumlah siswa yang menjawab benar ... 64


(8)

PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA

MELALUI PERMAINAN BERNUANSA NILAI

(Penelitian Tindakan Kelas di MTs Al-Ikhlas Cisereh-Tangerang)

Disusun oleh : Yanti 104016300493

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(9)

Skripsi yang berjudul “Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika Siswa melalui Permainan Bernuansa Nilai” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada tanggal 18 Agustus 2009 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana pendidikan S1 (S.Pd) pada jurusan Ilmu Pengetahuan Alam program studi pendidikan Fisika.

Jakarta 18 Agustus 2009

Panitia Ujian Munaqasah

Keterangan Tanggal Tanda tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Si ………... ………...

150222933

Sekertaris Jurusan IPA

Nengsih Juanengsih, M.Pd ………... ………...

19790510 200604 2 001 Penguji I

Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd ………... ………...

150299933 Penguji II

Baiq Hana Susanti, M.Si ………... ………...

150222933

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A 19571005 198703 1 003


(10)

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan mengelola sumber daya alam yang terdapat di negaranya. Agar manusia dapat menggali dan meningkatkan potensi yang dimilikinya, maka ia harus menempuh suatu proses yang dinamakan belajar. Menurut Syah belajar dapat dipahami sebagai ”tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan

lingkungan yang melibatkan proses kognitif.”1

Proses belajar diselenggarakan oleh pemerintah dalam lingkup departemen pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat meningkatkan potensi dasar yang dimilikinya baik itu potensi fisik, intelektual, emosional, mental, sosial, maupun etika. Dalam dunia pendidikan, untuk dapat mengelola sumber daya alam yang ada dengan baik, manusia perlu belajar tentang sains atau ilmu pengetahuan alam. Menurut Ramli ”Sains atau ilmu pengetahuan

alam adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena yang terjadi di alam”2.

Pengajaran sains di tingkat SMP dan SMA terbagi menjadi beberapa mata pelajaran. Salah satunya adalah fisika. Sasaran utama dalam pembelajaran fisika menurut Yudianto adalah ” penguasaan subtansi (konsep) IPA itu sendiri untuk mengetahui apa dan bagaimana setiap gejala di alam ini

terjadi”.3 Contoh dalam mempelajari gaya gravitasi kita bisa mempelajarinya

melalui peristiwa jatuhnya buah kelapa dari pohonnya.

Untuk dapat mencapai sasaran utama dalam pengajaran fisika itu, sebaiknya pembelajaran mengenai fakta, konsep dan prinsip-prinsip dari sains tidak diterima secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran karena

1

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006) hal. 68

2

MunasPriantoRamli, Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode

Konstruktivisme, (Metamorfosa Jurnal Pendidikan IPA Vol. 1 No. 2, Oktober 2006) hal. 49

3

Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai, (Bandung : PPS UPI, 2005) hal. 303


(11)

pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke

kepala orang lain (siswa).4 Pemahaman yang mendalam hanya dapat terjadi

melalui latihan keterampilan dan juga lewat pengalaman termasuk pengalaman melakukan kesalahan. Jadi pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru.

Dalam kegiatan pembelajaran fisika, selain tujuan penguasaan konsep fisika yang ingin dicapai, juga terdapat tujuan lain yang ingin ditanamkan kepada siswa yaitu nilai dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan perkembangan sains selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif bagi kehidupan umat manuisa. Sebagai contoh percobaan-percobaan bom atom atau hidrogen yang dilakukan dalam rangka menyelidiki seberapa jauh kekuatan atau efektivitas dari tenaga inti untuk perkembangan sains

selanjutnya ternyata mengakibatkan pencemaran udara, tanah, dan air5.

Contoh lain yaitu pemakaian senjata api yang seharusnya digunakan oleh para prajurit untuk menciptakan perdamaian kini malah banyak digunakan oleh para penjahat seperti perambok.

Selain itu, pada zaman sekarang ini penggunaan hasil percobaan bom atom juga sering kali digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk memusnahkan umat manusia yang dianggap lawan. Oleh sebab itu, pada akhirnya kehidupan tergantung kepada kedewasaan berpikir umat manusia bagaimana dengan bijaksana menggunakan sains untuk kehidupan yang lebih baik.

Menurut Einstein yang dikutip oleh Yudianto ”dalam IPA (Sains) mengandung lima nilai, yaitu : (1) nilai religius; (2) nilai praktis; (3) nilai

intelektual; (4) nilai sosial politik; dan (5) nilai pendidikan.”6. Dengan

pembelajaran yang disertai penanaman kelima nilai ini pada diri setiap

4

Syam, Prestasi Belajar Fisika Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang melalui Pendekatan Problem Posing Berbasis Aktivitas di SMUN I BJM ,(http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/pendidikan-fisika/prestasi-belajar-fisika-pokok-bahasan-getaran-dan-gelombang-melalui-pendekatan-problem-posing) diakses pada hari Kamis 28 Agustus 2008.

5

Sukarno, dkk, Dasar-Dasar Pendidikan Sains. (Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1981) h. 13

6


(12)

individu diharapkan pengelolaan sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama.

Dalam proses pembelajaran tidak dapat dipungkiri bahwa sains masih sering diajarkan dalam suasana monoton, dimana guru mengambil peran yang dominan sementara siswa hanya bersifat pasif. Siswa tidak diberi kesempatan yang luas untuk melakukan berbagai percobaan yang sangat dibutuhkan para siswa dalam memahami, membangun, dan menguasai sebuah konsep. Selain itu mata pelajaran Sains terutama fisika sering kali dijadikan mata pelajaran yang paling ditakutkan oleh siswa dikarenakan konsep-konsepnya tidak mudah untuk dimengerti. Keadaan tersebut mengakibatkan motivasi belajar siswa menurun dan siswa kurang menguasai konsep sains terutama fisika.

Sejalan dengan keadaan tersebut menurut Sugiharti :

” pelajaran fisika adalah pelajaran ‘berat’ dan serius yang tidak jauh dari persoalan konsep, pemahaman konsep, penyelesaian soal-soal yang rumit melalui pendekatan matematis hingga kegiatan praktikum yang menuntut mereka melakukan segala sesuatunya dengan sangat teliti dan cenderung ’membosankan’. Akibatnya tujuan pembelajaran yang diharapkan, menjadi sulit dicapai. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai rata-rata mata

pelajaran sains (khususnya fisika) dari tahun ke tahun”7

Pada tahun 2008 ketika mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diikutsertakan dalam ujian nasional, ternyata tingkat ketidaklulusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mengikuti ujian nasional mengalami peningkatan. Tahun 2007 lalu, tingkat ketidaklulusan 6,66 persen, tahun ini

menjadi sebesar 7,25 persen.8 Ini membuktikan bahwa penguasaan konsep

IPA tingkat SMP masih tergolong rendah (di bawah standar kelulusan ujian nasional yang ditetapkan oleh Indonesia).

7

Piping Sugiharti, Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika,

(http://www.bpkpenabur-bdg.sch.id/files/29-42-Penerapan%20Teori%20Multiple%20Intelligence%20dalam%20Pembelajaran%20Fisika.pdf) diakses hari Sabtu 10 Januari 2009

8

Republika, Jumlah Siswa SMP yang Gagal Ujian Meningkat,

(http://202.155.15.208/koran_detail.asp?id=338523&kat_id=3), diakses pada hari Kamis 28 Agustus 2008


(13)

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA. Anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.9

Selain rendahnya penguasaan konsep, pembelajaran sains juga tidak pernah dikaitkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sains. Akibatnya sains banyak disalahgunakan. Sains dikembangkan bukan untuk kemaslahatan bersama, tetapi untuk kepentingan pribadi.

Untuk memperbaiki keadaan tersebut dikembangkan suatu model pembelajaran yang dinamakan konstruktivisme. Para pendukung konstruktivisme percaya bahwa anak didik akan belajar banyak tentang sains

jika mereka melakukan percobaan sendiri.10

Menurut Suparno ”pada dasawarsa terakhir ini, filsafat konstruktivisme banyak mempengaruhi pembelajaran fisika khususnya, dan pembelajaran sains

pada umumnya.”11 Banyak penelitian dan seminar tentang pembelajaran

konstruktivisme dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk membuktikan kebenaran akan hal itu.

9

M. Shiddiq al-jawi, Pendidikan di Indonesia : Masalah dan Solusinya, (http://groups.yahoo.com/group/khilafah/message/994) diakses pada hari Kamis 28 Agustus 2008

10

Munas Prianto Ramli, op. cit, hal. 51

11

Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik & Menyenangkan, (Yogyakarta : Universitas Sanata Darma, 2007) hal. 7


(14)

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana siswa

membangun sendiri pengetahuannya.12 Sebagai contoh, pengetahuan tentang

hukum-hukum Newton yang telah ditemukan oleh Sir Isaac Newton dan diketahui oleh guru sejak lama tetapi bagi siswa, pengetahuan itu baru mulai dibangun sejak dia mulai belajar secara perlahan-lahan terbentuk dalam

pikiran dan lama-kelamaan semakin lengkap.13

Berdasarkan teori pembelajaran konstruktivisme, dalam kegiatan belajar mengajar telah dikembangkan berbagai macam metode mengajar yang dapat membantu siswa aktif dan senang belajar. Salah satu metode mengajar itu adalah metode permainan. Menurut Moeslichatoen ”bermain merupakan bermacam bentuk kegiatan yang memberi kepuasan pada diri anak yang bersifat nonserius, lentur, dan bahan mainan terkandung dalam kegiatan dan

yang secara imajinatif ditransformasi sepadan dengan dunia orang dewasa.”14

Permainan dalam dunia anak-anak itu bermacam-macam. Salah satunya adalah permainan tradisonal. Melalui permainan tradisi atau permainan rakyat, anak-anak ataupun orang dewasa menunjukkan kerja sama dan kepiawaiannya dalam memainkan permainan tersebut. Di samping itu, nilai-nilai mental, seperti keadilan, penegakan aturan, hingga bentuk sanksi sosial bagi mereka

yang melanggar aturan permainan, ditaati oleh orang-orang yang memainkan

permainan tradisi itu. Berbagai peneliti mengakui permainan anak yang masih

bercirikan unsur-unsur tradisi memiliki nilai-nilai kearifan lokal hingga nilai pembelajaran bagi anak-anak, seperti nilai ekonomi hingga demokrasi. Dakon atau congklak, misalnya, dimaknai sebagai permainan yang mendidik anak

agar rajin menabung dan bersikap ekonomis.15

Pengajaran fisika melalui permainan untuk tingkat SD, baru pada tahap pengenalan. Untuk tingkat SMP, sudah mulai dimasukkan teori dan

12

Ibid, hal. 13

13

Ibid, hal. 8

14

Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. (Jakarta : Rineka Cipta.2004), h. 24

15 Mahdi Muhammad,

Dari Filosofi, Kearifan, dan Benteng Budaya,

(http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0708/06/daerah/3702154.htm)diakses pada hari Senin 14 Juli 2008.


(15)

perhitungan yang sedikit agak lebih rumit tetapi tidak melepaskan unsur kesenangannya. Sementara untuk tingkat SMA, harus lebih mengutamakan

unsur fisikanya dibandingkan dengan permainan.16

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak yang berhubungan dengan konsep fisika.

Permainan-permainan itu diantaranya yaitu go back so door, main kelereng, main

peluru-peluruan, ketapel, permainan mencari pencuri, permainan karet, tarik tambang, tari-tari daerah, dan lain-lain. Permainan-permainan tersebut merupakan jenis permainan tadisional yang banyak menggunakan prinsip fisika terutama mekanika. Oleh karena itu permainan dapat dijadikan salah satu alternatif

metode dalam mengajarkan fisika disekolah.17

Selain itu, dalam permainan tradisional biasanya setiap anak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pujian dan hadiah jika mampu menyelesaikan permainan (menjadi pemenang). Menurut Syah, pujian dan hadiah dapat.memotivasi siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses

mempelajari materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.18

Berdasarkan pemikiran di atas penulis ingin mengetahui bagaimana peningkatan penguasaan konsep fisika siswa melalui permainan tradisioanal

bernuansa nilai yang dituangkan dalam penelitian dengan judul ”Peningkatan

penguasaan konsep fisika siswa melalui permainan bernuansa nilai”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh pembelajaran sians yang monoton terhadap motivasi

belajar dan penguasaan konsep fisika siswa ?

16

Rumahsainssilma, Mari Belajar Fisika,

(http://mainantempodoeloe.wordpress.com/2007/12/17/mari-belajar-fisika-sambil-bermain/) diakses pada hari Senin 14 Juli 2008.

17

Paul Suparno,op.cit., hal. 91

18


(16)

2. Apakah pembelajaran fisika melalui permainan dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika siswa ?

3. Apakah penguasaan konsep fisika siswa akan lebih baik dengan

pembelajaran fisika melalui permainan daripada pembelajaran fisika yang monoton ?

4. Apakah nilai-nilai yang terkandung dalam sains terutama fisika dapat

ditanamkan kepada siswa melalui permainan?

5. Bagaimana cara menanamkan nilai-nilai dalam pembelajaran kepada

siswa?

C. Batasan Masalah

Untuk dapat memfokuskan penelitian maka masalah dibatasi pada pengaruh penerapan permainan bernuansa nilai dalam pembelajaran terhadap peningkatan penguasaan konsep fisika siswa. Adapun batasan lingkup masalah dan istilah sebagai berikut :

1. Permainan yang diterapkan dalam pembelajaran dibatasi pada permainan

yang biasa dimainkan oleh anak-anak dipedesaan (permainan tradisional). Hal ini dikarenakan dalam permainan tradisional terdapat konsep fisika yang sesuai dengan materi ajar di sekolah.

2. Penguasaan konsep dibatasi pada tingkat penguasaan konsep siswa

menurut taksonomi Bloom pada ranah kognitif yang meliputi tingkat mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasi (C3), dan menganalisis (C4). Hal ini dikarenakan tingkat penguasaan konsep tertinggi subjek yang akan diteliti secara umum baru dapat mencapai tingkat menganalisis (C4).

3. Konsep fisika yang ditingkatkan dibatasi pada konsep hukum Newton. Hal

ini dikarenakan permainan yang akan diterapkan mengandung konsep hukum Newton yang sesuai dengan materi ajar fisika kelas VII.

4. Nuansa nilai yang disampaikan dalam pembelajaran dibatasi pada

nilai-nilai menurut Einstein yang meliputi nilai-nilai religius, nilai-nilai intelektual, nilai-nilai praktis, nilai sosial politik, dan nilai pendidikan. Hal ini dikarenakan pentingnya pengetahuan nilai-nilai bagi siswa.


(17)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peningkatan penguasaan konsep fisika siswa pada pembelajaran hukum Newton melalui permainan tradisional bernuansa nilai ?”

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Bagi guru

a. Memberi informasi kepada guru mengenai permainan-permainan yang

mengandung konsep fisika serta penerapannya dalam pembelajaran.

2. Bagi siswa

a. Memberi pengalaman baru kepada siswa dalam pembelajaran.

b. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar fisika.

3. Peneliti selanjutnya

a. Menjadi sumber referensi bagi peneliti yang ingin melakukan


(18)

A. Deskripsi Teoretis

1. Hakikat penguasaan konsep fisika dalam pembelajaran a. Definisi konsep

Definisi konsep telah banyak diungkapkan oleh para ahli dengan cara yang berbeda-beda. Oleh Sabri, konsep diartikan sebagai “satuan arti yang mewakili sejumlah objek/benda yang mempunyai ciri-ciri yang sama.”1 Sejumlah objek dan peristiwa yang terdapat di alam ini banyak memiliki kesamaan. Oleh karena itu objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang memiliki ciri-ciri yang sama oleh seseorang atau sekelompok orang dihimpun dalam satu konsep atau arti. Sejalan dengan pendapat Sabri suatu konsep oleh Hamalik diartikan sebagai “suatu kelas atau stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah

objek-objek atau orang (person)”2 Sedangkan menurut Zacks &

Tversky yang dikutip oleh Santrock konsep didefinisikan sebagai “kategori-kategori yang mengelompokan objek, kejadian, dan karakteristik berdasarkan properti umum.”3

Sementara itu menurut Nuryani dkk. Konsep diartikan sebagai “ suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri, karakter atau atribut yang sama dari sekelompok objek dari suatu fakta, baik merupakan suatu proses, peristiwa, benda atau fenomena di alam yang

membedakannya dari kelompok lainnya.”4 Contoh konsep penyebab

suatu benda bergerak oleh para ilmuwan dinamakan gaya.

Selain itu juga suatu konsep ada kalanya tidak terlalu sama dengan pengalaman pribadi. Contoh konsep wanita cantik, tentunya

1

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007) h. 97 2

Oemar Hamalik. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2005) h.162 3

John W.Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2008) h. 352 4

Nuryani Y. Rustaman dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: UM Press, 2005) h.51


(19)

dalam pandangan setiap orang akan berbeda-beda Hal inilah yang terkadang membuat seseorang salah konsep. Oleh karena itu, kita perlu memahami ciri-ciri dari suatu konsep itu sendiri. Berikut ciri-ciri konsep menurut Hamalik :

1) Atribut konsep, yaitu suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya. Contoh konsep gaya normal berbeda dengan gaya berat ditinjau dari atribut arah.

2) Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu atribut. Contoh konsep gaya mempunyai dua nilai yaitu tarikan dan dorongan.

3) Jumlah atribut. Semakin kompleks suatu atribut semakin banyak

jumlah atributnya dan semakin sulit untuk mempelajarinya. Dalam ilmu fisika, banyak konsep yang saling berhubungan. Contoh konsep usaha berhubungan dengan konsep gaya dan konsep perpindahan. Oleh karena itu untuk mendapatkan konsep usaha, maka seseorang harus mengetahui konsep gaya dan konsep perpindahan terlebih dahulu.

4) Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa

atribut lebih dominan (obvious) daripada yang lainnya. Suatu konsep akan lebih mudah untuk dikuasai jika atribut nyata. Contoh konsep perpindahan lebih mudah dikuasai daripada konsep gaya listrik.5

Sejalan dengan pendapat Hamalik, Nuryani menambahkan beberapa ciri-ciri dari konsep yaitu :

1) Struktur konsep, yaitu cara tergabungnya (cara terkaitnya) atribut-atribut suatu konsep. Contoh hukum I Newton menggambarkan setiap benda yang diam akan selamanya diam dan benda yang bergerak lurus beraturan akan selamanya bergerak lurus beraturan jika tidak ada gaya luar yang mempengaruhinya.

2) Keabstrakan. Konsep bisa konkrit (benda nyata) atau abstrak

(“digeneralisasikan”). contoh konsep gaya pegas bisa menjadi konkrit jika disertakan bendanya dan dilakukan percobaannya sehingga dapat dilihat oleh mata. Akan tetapi dapat menjadi abstrak jika hanya merupakan pernyataan saja. Contoh lain konsep gaya tak sentuh adalah konsep abstrak, karena tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat digeneralisasikan berdasarkan pengaruh-pengaruh atau akibat-akibat yang ditimbulkannya.

3) Keinklusifan. Setiap konsep ada pengembangan lebih luas. Contoh penyebab benda bergerak dinamakan gaya untuk gerak dalam lintasan lurus dan dinamakan momen gaya untuk gerak dalam lintasan melingkar. Contoh dari gaya juga bisa berkembang

5


(20)

menjadi berbagai jenis gaya seperti gaya gesekan, gaya gravitasi, gaya berat, dan lain-lain.

4) Generalitas (keumuman). Konsep-konsep dapat berbeda menurut

hierarkinya. Menurut Ausabel (dalam Ratna WD, 1989) bahwa pemahaman konsep akan lebih mudah dipelajari dari hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus. Contoh gaya terbagi menjadi dua jenis yaitu gaya sentuh dan gaya tak sentuh.

5) Ketepatan. Ketepatan suatu konsep menyangkut suatu

atuiran-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-contoh suatu konsep. Misalnya gaya gesekan tergolong gaya sentuh sedangkan gaya gravitasi termasuk gaya tak sentuh.

6) Kekuatan. Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana

orang setuju bahwa suatu konsep itu penting untuk disajikan atau dipelajari atau mengundang materi esensial. Contoh konsep resultan gaya sangat penting dipelajari untuk menentukan keadaan suatu benda.6

b. Pentingnya konsep dalam pembelajaran

Dalam setiap buku dan ujian-ujian hasil belajar penyajian soal mengenai konsep relatif sedikit. Namun demikian konsep sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan konsep merupakan dasar untuk dapat menjawab persoalan yang tingkatannya lebih tinggi. Menurut Ratna Wilis Dahar yang dikutif oleh Nuryani “konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.”7 Dalam proses belajar mengajar pembahasan kedalaman/keluasan materi pelajaran, konsep-konsep disusun secara spiral agar lebih mudah dipelajari.

c. Penguasaan konsep dalam pembelajaran

Suatu konsep tidak serta merta didapat begitu saja oleh seseorang. Untuk mendapatkan suatu konsep seseorang harus menempuh suatu proses yang dinamakan belajar. Menurut Sardiman “ belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca,

6

Nuryani Y. Rustaman dkk., op.cit., h.51-53 7


(21)

mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau si subjek belajar itu mengalami atau

melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.”8 Seiring dengan

pendapat Sardiman menurut Fathurrohman dan Sutikno “ dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik.”9 Sementara itu Bruner dalam Sudjana yang dikutif oleh Harjati menambahkan makna belajar yaitu “ belajar yang terbaik harus merupakan proses berpikir, dan proses berpikir pada hakikatnya adalah proses kognitif, proses mengkonseptualisasi dan kategorisasi.”

Sementara itu berdasarkan definisi para ahli yang berbeda-beda pendiriannya, Suryabrata berpendapat bahwa terdapat hal-hal pokok dalam belajar yaitu sebagai berikut :

1) Belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial)

2) Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya

kecakapan baru (dalam arti Kenntnis dan Fertingkeit)

3) Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).10 Hasil dari proses belajar ini bermacam-macam, salah satunya adalah penguasaan konsep. Menurut Prayekti “penguasaan konsep merupakan penguasaan terhadap abstrasi yang dimiliki satu kelas atau objek-objek kejadian atau hubungan yang mempunyai atribut yang

sama.”11 Perbedaan tingkat penguasaan konsep sebagai hasil dari

8

Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: RajaGrafindo persada, 2007) h. 20

9

Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : Refika Aditama, 2007) h.6

10

Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007) h. 232

11

Prayekti, Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat tentang Konsep Pesawat

Sederhana dalam Pembelajaran MIPA di kelas 5 SD

(http://www.depdiknas.go.id/jurnal/39/pendekatan%20sains%20teknologi.htm) diakses pada hari Senin 14 Juli 2008


(22)

proses belajar ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu diantaranya adalah :

1) Faktor internal ini meliputi dua aspek yaitu :

a) Aspek fisiologis yaitu kondisi umum jasmani dan tonus

(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

b) Aspek psikologis yaitu faktor yang bersifat rohani diantaranya tingkat kecerdasan/intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa.

2) Faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diri siswa.

Faktor ini juga terdiri atas dua macam yaitu :

a) Lingkungan sosial yang meliputi lingkungan sosial sekolah

dan lingkungan sosial siswa. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas. Lingkungan sosial siswa seperti masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa. Di antara lingkungan-lingkungan sosial tersebut, lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.

b) Lingkungan nonsosial yang meliputi gedung sekolah dan

letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaancuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis

upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.12

Jika semua faktor-faktor tersebut mendukung proses belajar, maka siswa akan dapat mencapai tingkat penguasaan konsep yang paling tinggi sebagai hasil dari proses belajarnya.

Adapun strategi-strategi pembelajaran untuk membantu murid membentuk konsep menurut Santrock yaitu :

1) Menggunakan strategi contoh-aturan.

2) Membantu murid bukan hanya mempelajari suatu konsep, tetapi

juga yang bukan termasuk konsep itu.

3) Membuat konsep sejelas mungkin dan memberi contoh konkret.

4) Membantu murid menghubungkan konsep baru dengan konsep

yang sudah mereka kenal.

12

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, ( Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2006) h. 144-155


(23)

5) Mendorong murid menciptakan peta konsep.

6) Meminta murid membuat hipotesis tentang suatu konsep.

7) Memberi murid pengalaman dalam penyesuaian prototipe.

8) Mengecek pemahaman murid atas suatu konsep dan motivasilah

mereka untuk mengaplikasikan konsep tersebut pada konteks lain.13

d. Pembelajaran konsep fisika

Ditinjau dari fisiknya IPA merupakan ilmu pengetahuan yang objek telaahnya adalah alam dengan segala isinya termasuk bumi, tumbuhan, hewan serta manusia. Ilmu Pengetahuan Alam ini terbagi menjadi dua yaitu ilmu alam (Physical Science atau tak hidup) dan ilmu hayat (biologi atau hidup). Seiring dengan makin banyaknya pengetahuan orang tentang alam raya beserta isinya maka ilmu-ilmu tersebut oleh orang-orang lebih dikhususkan lagi. Salah satu ilmu alam yang telah dikhususkan dan dipelajari di sekolah adalah ilmu fisika14.

Fisika menurut Brotosiswoyo adalah “ilmu tentang gejala dan

perilaku alam sepanjang dapat diamati oleh manusia.”15 Sementara

menurut Brockhaus dalam Durex yang dikutif oleh Harjati “Fisika merupakan pelajaran tentang kejadian dalam alam, yang memungkinkan adanya penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, penyajian secara sistematis, dan berdasarkan peraturan-perturan umum”16

Dari kedua definisi di atas terlihat jelas bahwasannya ilmu Fisika tidak dapat diajarkan hanya lewat transfer informasi semata (hafalan). Hal ini dikarenakan proses hafalan menuntut penggunaan kemampuan mengingat yang tinggi dan pengetahuan ingatan sangat mudah untuk dilupakan apabila proses ingatan tersebut tidak bermakna bagi siswa.

13

John W. Santrock, op.cit., h.356 14

Udin S. Winataputra, Strategi Belajar Mengajar IPA, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1992) h. 124

15

Tim Penulis PEKERTI Bidang MIPA, Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi (Jakarta : PAU-PPAI-UT, 2001) h. 6

16

Purwiro Harjati, Pengaruh Permainan dalam Pembelajaran Fisika (Studi Eksperimen di SLTP Negeri 2 Pekalongan dan SLTP Batanghari Lampung Timur, (jurnal Skolar, vol.2, no.2, Desember 2001) h. 194


(24)

Untuk dapat memberi makna dalam pembelajaran Fisika yang terpenting adalah siswa yang aktif dalam belajar fisika. Siswa melakukan kontak langsung dengan hal yang ingin diketahui. Hal ini dikarenakan Fisika merupakan pengetahuan fisis.17

Sejumlah keterampilan dan nilai dalam pembelajaran fisika hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran. Keterampilan-keterampilan yang dapat ditumbuhkan lewat pengajaran fisika diantaranya yaitu :

1) Pengamatan, baik pengamatan secara langsung ataupun tidak

langsung. Contohnya pengamatan hasil pengukuran dampak percepatan gravitasi bumi pada benda dengan menggunakan alat Atwood. Nilai penting yang dapat dipetik siswa dalam keterampilan pengamatan ini adalah siswa didik untuk bersikap jujur terhadap hasil pengamatan dan siswa juga tumbuh kesadarannya akan batas-batas pengamatan yang dapat dilakukan. 2) Kesadaran akan skala besaran (sense of scale). Keterampilan ini

sangat penting untuk siswa karena tanpa kesadaran tentang sense of scale bahasan ilmu fisika yang banyak dilukisan dalam ungkapan tulisan atau rumus akan kurang dapat dipahami makna konkretnya dalam alam ini.

3) Kerangka logika taat-asas (logical self-consistency) dari hukum alam.

4) Inferensi logika. Keterampilan ini merupakan keterampilan dalam meramalkan hal yang ada tetapi belum dapat dibuktikan kepastiannya melalui percobaan. Contoh teori relativitas Einstein dan keberadaan poritron di alam.

5) Hukum sebab akibat. Melalui pembelajaran Fisika siswa

mengetahui apakah suatu peristiwa termasuk hukum sebab akibat atau bukan (korelasi).

6) Pemodelan matematika.

7) Membangun konsep. Tidak semua gejala alam dapat dipahami

dengan menggunakan bahasa sehari-hari. Kadang-kadang kita harus membangun sebuah konsep atau pengertian baru yang tidak ada padanannya dengan pengertian-pengertian yang sudah ada. Contohnya konsep energi.18

Pembelajaran Fisika disekolah pada umumnya disampaikan oleh guru dengan ceramah dan diskusi, tidak dengan kontak langsung atau praktek. Alasannya adalah kurangnya waktu yang tersedia,

17

Paul Suparno, op.cit, h.12 18


(25)

kurangnya sarana dan prasarana laboratorium, serta kerusakan alat praktek.

Pembelajaran yang disampaikan lewat ceramah dan diskusi ini sering kali membuat siswa jenuh dan mengantuk sehingga pada akhirnya siswa kurang menguasai konsep Fisika yang diajarkan. Untuk itu guru hendaknya menggunakan strategi mengganti alat yang dianggap tidak tersedia di laboratorium sekolah ke penggunaan media.

Menurut Djamarah dan Zain “ media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guru mencapai tujuan

pengajaran.”19 Bermacam-macam media telah dikembangkan mulai

dari yang harganya mahal sampai yang murah dan mudah didapat. Alat permainan tradisional anak-anak adalah salah satu alternatif media pembelajaran khususnya fisika yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar. Sebagai contoh permainan tradsional “Gatrik” yang menggunakan dua batang kayu kecil yang mudah didapat dan murah harganya dapat dijadikan media untuk menjelaskan materi hukum Newton.

2. Hukum Newton

Hukum yang mempelajari tentang gerak dan penyebabnya dinamakan hukum Newton. Penamaan hukum ini didasarkan pada nama ilmuan yang menemukannya yaitu Sir Isaac Newton. Masalah gerak dan penyebabnya oleh Newton diungkapkan dalam 3 hukumnya yaitu :

a. Hukum I Newton

Pada zaman dahulu kala para ilmuan berpendapat bahwa keadaan alami benda adalah keadaan diam. Mereka yakin bahwasannya agar sebuah benda bergerak dengan laju konstan diperlukan suatu pengaruh luar yang mendorongnya terus-menerus

19

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. ( Jakarta : Rineka Cipta. 2006) h.121


(26)

karena bila pengaruh luar ini tidak ada atau ditiadakan maka benda akan berhenti dengan sendirinya.20

Untuk membuktikan pendapat para ilmuan tersebut maka dilakukanlah sebuah percobaan peluncuran sebuah benda pada bidang datar. Pada percobaan tersebut gerak benda lama-kelamaan melambat dan pada akhirnya berhenti sama sekali tidak bergerak. Peristiwa ini membuktikan bahwa gerak akan berhenti bila gaya luar yaitu gaya dorong awal oleh tangan ditiadakan. Namun lain halnya jika kita ulangi percobaan ini dengan menggunakan benda yang permukaannya lebih halus dan bidang yang lebih licin serta dengan membubuhkan minyak pelumas diantaranya. Dari percobaan itu kita akan melihat pengurangan kecepatan terjadi lebih lambat daripada percobaan sebelumnya sehingga benda akan meluncur semakin jauh sebelum akhirnya berhenti.21

Apabila kita mampu membuat permukaan benda dan bidang licin sempurna (tanpa gesekan), maka tentunya benda akan terus bergerak sepanjang garis lurus dengan laju konstan tanpa berhenti lagi. Akan tetapi pada kenyataannya kita tidak mungkin dapat membuat permukaan benda dan bidang licin sempurna. Meskipun demikian kita masih dapat melakukan pendekatan teoritis dan hasil yang diperoleh adalah bila hambatan gerak (gesekan) berkurang maka benda akan meluncur lebih jauh pada dorongan yang sama. Oleh karena itu kita dapat menyimpulkan bahwa pada kondisi ideal, benda akan mampu meluncur selama-lamanya. Kesimpulan ini pertama-tama diungkapkan oleh Galileo. Selanjutnya, dinyatakan oleh Newton yang lahir pada tahun kematian Galileo sebagai hukum I Newton tentang gerak.22

Menurut Halliday dan Resnick “ Newton mengungkapkan hukum pertamanya dengan kata-kata sebagai berikut: ‘setiap benda

20

David Halliday dan Robert Resnick, Fisika Jilid I terjemahan Pantur Silaban dan Erwin Sucipto, ( Jakarta : Erlangga. 1985) h. 107

21

Ibid, h. 107-108 22


(27)

akan tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan kecuali jika ia dipaksa untuk mengubah keadaan itu oleh gaya-gaya yang berpengaruh padanya.’dan bentuk lain pernyataan hukum pertama adalah jika tidak ada resultan gaya yang bekerja pada benda, maka percepatannya adalah nol. “23

Nama lain dari hukum I Newton ini adalah hukum inersia atau kelembaman. Hal ini dikarenakan sifat keengganan suatu benda untuk mengubah keadaan diamnya atau keadaan gerak lurus beraturannya.24 Sebagai contoh ketika sebuah mobil tiba-tiba bergerak, maka penumpangnya merasakan bahwa dirinya terdorong kebelakang. Apa yang sebenarnya terjadi adalah bahwa kelembaman cenderung untuk mempertahankan penumpang untuk tetap dalam keadaan diamnya. Sebaliknya pada saat mobil tiba-tiba berhenti, maka penumpangnya merasakan bahwa dirinya terdorong kedepan. Apa yang sebenarnya terjadi adalah bahwa kelembaman cenderung untuk mempertahankan penumpang untuk tetap dalam keadaan bergerak. Secara matematis hukum I Newton dirumuskan sebagai berikut25 :

Σ F = 0

Aplikasi hukum I Newton dalam bidang teknologi adalah gerak satelit buatan.

b. Hukum II Newton

Hukum ini membahas tentang pengaruh gaya terhadap benda. Menurut Halliday dan Resnick “ gaya yang sama akan menimbulkan percepatan yang berbeda pada benda yang berbeda. Sebuah baseball akan mendapat percepatan yang lebih besar daripada sebuah mobil jika diberi gaya yang sama.”26 Begitu juga jika kita memberikan gaya yang berbeda pada benda yang sama maka akan dihasilkan percepatan yang berbeda pula. Sebagai contoh sebuah mobil mogok yang didorong oleh

23

David Halliday dan Robert Resnick, Op. Cit. h. 109 24

Supiyanto, loc. cit. 25

Ibid, h. 81 26


(28)

lima orang akan menghasilkan percepatan yang lebih besar daripada didorong oleh satu orang.

Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan ungkapan dari hukum II Newton yang menyatakan bahwa : “ percepatan suatu benda yang disebabkan oleh suatu gaya sebanding dan searah dengan gaya itu dan berbanding terbalik dengan massa benda yang dikenai oleh gaya tersebut.” Secara matematis hukum II Newton dirumuskan sebagai berikut27 :

0

.

=

=

α

α

α

m

F

m

F

c. Hukum III Newton

Hukum ini membahas tentang interaksi dua benda, dimana jika benda pertama memberikan gaya (aksi) pada benda kedua maka benda kedua selalu membalas melakukan gaya (reaksi) pada benda pertama sama besar dan berlawanan arah. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah bila seorang anak menendang pintu sampai terbuka. Sebagai akibat dari adanya gaya reaksi dari pintu terhadap gaya aksi dari anak itu adalah anak itu merasa kesakitan terutama bila ia bertelanjang kaki.28

Peristiwa seperti itu diungkapkan oleh Newton sebagai berikut : “ untuk setiap aksi selalu terdapat reaksi yang sama besar dan berlawanan arah; atau, aksi timbal-balik satu terhadap yang lain antara dua benda selalu sama besar, dan berarah kebagian yang berlawanan.”29 Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

Faksi = -Freaksi

27

Supiyanto, op. cit. h.83 28

David Halliday dan Robert Resnick, op. cit. h. 113-114 29


(29)

3. Permainan

Dalam kehidupan sehari-hari sering kali dijumpai banyak permainan yang digunakan anak secara gembira. Permainan-permainan itu membuat anak senang dan biasanya mereka akan asyik dalam bermain. Menurut Carlson dan Ginglend “ Play is the work of childhood (bermain merupakan aktivitas umum anak-anak)”30.

Menurut Sadiman “permainan (games) adalah setiap kontes antara para pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pula.”31 Bermain menurut para ahli yang dikutif oleh Moeslichatoen yaitu :

1) Gordon & Browne, bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak

dan cermin pertumbuhan anak.

2) Dworetsky, bermain merupakan kegiatan yang memberikan

kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, yang lebih ditekankan pada caranya daripada hasil yang diperoleh dari kegiatan itu.

3) Hetherington & Parke yang dikutif oleh Dearden, bermain merupakan kegiatan nonserius dan segalanya ada dalam kegiatan itu sendiri yang dapat memberikan kepuasan bagi anak.

4) Hildebrand, bermain berarti berlatih, mengeksploitasi, merekayasa,

mengulang, latihan apapun yang dapat dilakukan untuk mentransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa.32

Berdasarkan definisi-definisi di atas, bermain dapat diartikan sebagai aktivitas umum anak-anak yang menyenangkan dan memberikan pembelajaran tersendiri untuk anak. Dalam kehidupan bermain untuk anak memiliki fungsi dan manfaat tersendiri. Menurut para ahli spikologi bermain seperti Hughes (1999), johnson, Cristie & Yawkey (1999) yang dikutif oleh Dariyo berpendapat bahwa bermain dapat memberikan lima manfaat yang positif yaitu :

1) Mengembangkan kreativitas.

2) Mengembangkan keterampilan sosial.

30

Carlson dan Ginglend, play activities for the retarded child, (New York : Nashville, Abingdon Press, 1961), h. 18

31

Arief S. Sadiman dkk, Media pendidikan pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996) h. 5

32

Moeslichatoen, Metode Mengajar di Taman Kanak-kanak, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004) h.24


(30)

3) Mengembangakan keterampilan psikomotorik.

4) Mengembangkan kemampuan berbahasa.

5) Sebagai sarana terapi untuk mengatasi masalah-masalah psikologi.33 Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Zulkiflil permainan memiliki beberapa faedah (manfaat) diantaranya :

1) Sarana untuk membawa anak ke dalam masyarakat

2) Mampu mengenal kekuatan sendiri

3) Mendapat kesempatan mengembangkan fantasi dan menyalurkan

kecenderungan pembawaannya

4) Berlatih menempa perasaannya

5) Memperoleh kegembiraan, kesenangan dan kepuasan

6) Melatih diri untuk menaati peraturan yang berlaku34

Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada resiko bagi anak untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain adalah pengulangan. Anak mengkonsolidasikan ketrampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda.35

Menurut Badegruber terdapat lima karakteristik dalam permainan yaitu : “(1) It dosen’t have a clear Purpose that children are aware of, (2)

it must be vountary, (3) the rules are flexible, (4) it evokes emotional responses that are short-lived, and (5) it benefit from experimentation”36

Seiring dengan pendapat Badegruber, menurut Dworetzky yang dikutif oleh Moeslichatoen dalam bermain terdapat lima kriteria yaitu :

33

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan, (Bandung : Refika Aditama, 2007) h.229 34

Zulkiflil, Psikologi Perkembangan, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2003) h. 41-42

35

Sri Nuryati, pembelajaran membaca permulaan melalui permainan bahasa di kelas awal sekolah dasa, (http://www.ksdpum.web.id/jurnal/srinuryati.pdf) diakses pada hari Senin 12 Juli 2008

36

Bernie Badegruber, 101 Life Skills Games For Children, (Canada : A Hunter House SmartFun book, 2005), h. 1-2


(31)

1) Motivasi intrinsik. Tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.

2) Pengaruh positif. Tingkah laku itu menyenangkan atau

menggembirakan untuk dilakukan.

3) Bukan dikerjakan sambil lalu. Tingkah laku itu bukan dilakukan

sambil lalu, karena itu tidak mengikuti pola atau urutan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura

4) Cara/tujuan. Cara bermain lebih diutamakan daripada tujuannya.

Anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri daripada keluaran yang dihasilkan.

5) Kelenturan. Bermain itu perilaku yang lentur. Kelenturan ditunjukan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta dalam setiap situasi.37

Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang beberapa permainan yang biasa dimainkan anak-anak itu mengandung konsep dan hukum fisika yang sesuai dengan bahan fisika yang diajarkan mulai dari tingkat SD sampai tingkat SMA. Keuntungan pembelajaran fisika melalui permainan adalah siswa sendiri akan senang dan asyik mempelajari bahan tersebut sehingga mereka akan dengan mudah menangkap pengertian fisika dalam permainan itu. Selain itu siswa juga akan menyadari bahwa fisika itu bukan hal yang menakutkan, dan bahkan dijumpai dipermainan sehari-hari yang menyenangkan. Selain itu menurut Sadiman pembelajaran melalui permainan memiliki beberapa kelebihan yaitu :

1). Permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan dan

sesuatu yang menghibur.

2). Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk

belajar.

3). Permainan dapat memberikan umpan balik langsung.

4). Permainan memungkinkan penerapan konsep-konsep ataupun

peran-peran ke dalam situasi dan peran-peranan yang sebenarnya dimasyarakat.

5). Permainan bersifat luwes. Permainan dapat dipakai untuk berbagai

tujuan pendidikan dengan mengubah sedikit-sedikit alat, aturan maupun persoalannya.

6). Permainan dapat dengan mudah dibuat dan diperbanyak.38

37

Moeslichatoen, op.cit., h. 31-32 38


(32)

Selain memiliki kelebihan permainan juga memiliki kelemahan. Menurut Sadiman beberapa kelemahan dalam permainan yang patut dipertimbangkan antara lain :

1) Karena asyik, atau karena belum mengenai aturan/teknis

pelaksaanaan.

2) Dalam mensimulasikan situasi sosial permaian cenderung terlalu

sederhana konteks sosialnya sehingga tidak mustahil siswa memperoleh kesan yang salah

3) Kebanyakan permainan hanya melibatkan beberapa orang siswa

saja padahal keterlibatan seluruh siswa/warga belajar amatlah penting agar proses belajar bisa lebih efektif dan efisien.39

Dalam pembelajaran melalui permainan, guru memiliki tiga peran penting yaitu :

1) Guru sebagai penyedia. Guru menyediakan suatu lingkungan yang

merangsang dan memastikan adanya keseimbangan dan variasi dalam semua kegiatan yang ditawarkan serta mengakses sumber daya, menyediakan rentang pengalaman yang luas dan kesempatan bermain yang teratur bagi siswa.

2) Guru sebagai pengamat. Pengamatan adalah aspek utama dalam

peran guru karena permainan memiliki fungsi penyingkapan yang memungkinkan mereka menafsirkan perilaku bermain anak-anak dan terus menerus membangun gambaran mereka tentang keseluruhan anak. Pengamatan menyediakan suatu jendela menuju pikiran anak-anak dan memungkinkan para guru untuk mencoba memahami apa yang terjadi dibalik kepala anak.

3) Guru sebagai partisipan. Dalam permainan guru bersifat kolaboratif antara permainan dengan tugasnya sebagai pendidik. Selain itu guru juga bersikap tidak menonjolkan diri, dan tutwuri handayani

(memampukan anak-anak menemukan bagi diri mereka sendiri).40

Ada berbagai jenis permainan yang digunakan anak-anak dalam hidup mereka. Salah satu permainan itu adalah permainan tradisional

anak-anak.41 Anak-anak dipedesaan mempunyai banyak permainan yang

dilakukan secara berkelompok. Beberapa permainan mereka adalah go

back so door, main kelereng, main peluru-peluruan, ketapel, permainan

39

Ibid, h.80 40

Neville Bennett, Liz Wood, Sue Rogers, Teaching Throught Play, (Jakarta : Grasindo, 2005 alih bahasa : Frans Kowa)) h. 53-57

41

Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivisme & Menyenangkan, (Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. 2007) h. 90


(33)

mencari pencuri, permainan karet, tarik tambang, tari-tari daerah, dan lain-lain. Beberapa permainan suka dimainkan diwaktu bulan purnama. Banyak

permainan itu juga menggunakan prinsip fisika terutama mekanika.42

Hukum Newton yang merupakan bagian dari mekanika juga dapat dipelajari melalui permainan tradisional. Salah satu permainan tradisional yang mengandung konsep hukum Newton adalah permainan karet atau lompat tinggi.

Adapun konsep-konsep yang terkandung dalam permainan-permainan tradisional yang sesuai dengan materi ajar tingkat SMP yaitu :

a) Permainan ketapel mengandung konsep gaya pegas, konsep gaya

gravitasi, dan konsep hukum II Newton.

b) Permainan tarik tambang mengandung konsep gaya otot, konsep gaya

gesekan, konsep resultan gaya, konsep hukum II Newton, dan konsep hukum III Newton.

c) Permainan kelereng mengandung konsep gaya gesekan, konsep

hukum I Newton, dan konsep hukum II Newton.

d) Permainan pasar tradisional mengandung konsep gaya berat dan

konsep massa.

e) Permainan tarik beban mengandung konsep gaya otot, konsep gaya

gesekan, dan konsep hukum I Newton.

f) Permainan gatrik mengandung konsep gaya otot, gaya gesekan udara,

dan konsep hukum II Newton.

g) Permainan karet (lompat tinggi) mengandung konsep gaya gravitasi,

gaya berat, dan hukum III Newton.

4. Nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran

Menurut Yudianto “ Dalam menjalani kehidupan, manusia tidak cukup hanya dengan mengandalkan akalnya saja, tetapi harus diiringi dengan sikap moral yang baik agar kehidupan berjalan baik dengan tertib,

42


(34)

aman, dan sejahtera.”43 Kenyataan pada zaman sekarang ini sikap moral yang baik sudah mulai luntur sehingga orang-orang sering kali berbuat sekehendak hatinya. Dia tidak lagi memperdulikan orang-orang di sekitarnya. Hal ini terlihat dengan makin maraknya tindak kejahatan. Acara berita di setiap stasiun TV setiap harinya selalu menyuguhkan tindakan-tindakan kriminal yang makin hari dirasa makin tidak manusiawi. Dengan alasan untuk menyambung hidup manusia gelap mata. Mereka tega merusak masa depan generasi muda penerus bangsa melalui obat-obatan terlarang seperti narkoba. Ada juga yang tega memasukkan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan ke dalam berbagai bahan makanan yang hendak dijual. Berita terbaru adalah berdirinya perusahaan yang menjual bahan-bahan makanan yang sudah kadaluarsa.44

Dalam rangka memperbaiki keadaan tersebut Sains khususnya fisika mencoba untuk menyuguhkan nilai-nilai penting tentang kehidupan yang insyaAllah dapat membangun sikap moral yang baik pada diri manusia terutama generasi muda penerus bangsa. Menurut Fraenkel yang dikutip oleh Ibrahim “nilai adalah gagasan atau suatu konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang yang penting dalam kehidupan. Nilai membantu kita untuk menentukan apakah suatu hal tertentu (obyek, orang, gagasan, cara bertingkah laku, dan lain-lain) atau kelompok sesuatu hal adalah baik

atau buruk.”45 Dalam pembelajaran Sains khususnya fisika pencapaian

penguasaan pengetahuan dan keterampilan sains hanyalah tujuan awal untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu selamat dunia dan akhirat.

Menurut Sumaji dkk yang dikutip oleh Syamsuni “ilmu pengetahuan alam atau sains mengandung banyak hikmah atau nilai dalam

43

Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai, (Bandung : PPS UPI. 2005) h. 305

44

Acara Berita “PATROLI” stasiun TV INDOSIAR jam 11.30 45

Sofyan Ibrahim, Penerapan Pengungkapan Nilai dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Mengembangkan Nilai Afektif Siswa Melalui Pengajaran Biologi, (Tesis PPS UPI.1996) h. 9


(35)

kehidupan”46 sejalan dengan pendapat tersebut Nasution berpendapat bahwa “nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan meliputi kejujuran, kesediaan mengakui yang salah, mengutamakan kebenaran di atas harga diri, mencari ilmu untuk dipersembahkan kepada umum tanpa keuntungan pribadi, kebebasan dalam meneliti dan menyebarkan ilmu agar manusia lebih banyak tahu tentang dirinya dan dunia tempat ia hidup”47

Menurut Einstein yang dikutif oleh Yudianto “dalam IPA (Sains) mengandung lima nilai, yaitu : (1) nilai religius; (2) nilai praktis; (3) nilai intelektual; (4) nilai sosial politik; dan (5) nilai pendidikan.”48 Sedangkan menurut Spranger dalam kutifan Sumadi Surya Brata yang dikutif oleh Makrina Tindangen “Sains mengandung enam nilai yaitu nilai ekonomis, nilai keilmuan, nilai sosial, nilai kekuasaan, nilai estetik, dan nilai religius.”49

Berikut ini adalah kandungan nilai-nilai yang dikembangkan dari pembelajaran konsep hukum Newton yang berguna bagi kehidupan bermasyarakat:

a. Nilai religius

Nilai religius suatu bahan ajar IPA adalah kandungan nilai yang dapat meningkatkan keyakinan terhadap Allah SWT. Keteraturan, kesetimbangan, peristiwa sebab-akibat, dan sebagainya merupakan aspek yang dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala hal yang

terjadi pasti ada yang menciptakan dan mengaturnya.50 Menurut

Spranger dalam kutifan Sumadi Surya Brata yang dikutif oleh Makrina Tindangen “nilai religius berorientasi kepada nilai keimanan. Menjadikan iman sebagai dasar dari segala pemikiran.”51 Contoh nilai religius yang terkandung dalam pembelajaran hukum Newton adalah

46

Syamsuni, Penguasaan Konsep Alat Indera dan Sikap Siswa Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Berbasis Nilai, (Tesis PPS UPI. 2005) h. 26

47

S.Nasution, Metode Research, (Jakarta : Bumi Aksara.2006) h.7 48

Suroso Adi Yudianto, op. cit, h. 305 49

Makrina Tindangen, Mencari Nilai-Nilai Afektif Murid Terhadap Lingkungan Melalui Bidang Studi IPA, (Bandung : Tesis PPS UPI tidak diterbitkan. 1991) h. 30-31

50

Suroso Adi Yudianto, op.cit, h. 306 51


(36)

manusia menyadari bahwasanya perubahan itu terjadi bukan karena kebetulan melainkan ada yang mengusahakannya dan dalam melakukan sesuatu pasti ada yang membalasnya sama besar.

b. Nilai praktis

Nilai praktis suatu bahan ajar berhubungan dengan aspek-aspek manfaat sains untuk kehidupan manusia.52 Nilai praktis ini sejalan dengan nilai ekonomis yaitu nilai yang mengutamakan segi kegunaan atau manfaat.53 Contoh nilai praktis yang dapat dikembangkan dari konsep hukum Newton adalah ketika berkendaraan misalnya motor sebagai penumpang akan berpegangan agar tidak jatuh, dan jika kendaraan yang digunakan adalah mobil maka penumpang yang duduk dibagian depan akan mengenakan sabuk pengaman agar tidak terlempar kedepan ketika mobil direm mendadak.

c. Nilai intelektual

Nilai intelektual adalah mengajarkan kecerdasan seseorang dalam menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu dengan tidak

mempercayai takhayul.54 Menurut Nasution “ada kemungkinan bahwa

nilai-nilai ilmu pengetahuan bertentangan dengan masyarakat. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan data empiris. Nilai-nilai masyarakat yang didasarkan atas takhayul, tradisi, atau prasangka mungkin dibantah oleh hasil penelitian ilmiah.”55 Contoh nilai intelektual yang dapat dikembangkan dari pembelajaran konsep hukum Newton adalah dengan menguasai hukum I Newton akan menginspirasi manusia untuk membuat satelit bergerak dengan kecepatan konstan sehingga tetap berada dalam lintasannya.

d. Nilai sosial politik

Nilai sosial politik dari suatu pembelajaran membuat kita harus ingat bahwa kita hidup di dunia ini tidak bisa sendiri, tapi harus dapat

52

Suroso Adi Yudianto, op. cit, h. 307 53

Makrina Tindangen, loc. cit

54

Suroso Adi Yudianto, op. Cit, h. 307 55


(37)

berinteraksi dan membentuk suatu organisasi kemasyarakatan. Kita bisa hidup rukun dengan sesama manusia apabila kita saling membutuhkan, saling menghargai, dan memiliki tujuan yang sama

untuk mencapai tujuan akhir di akhirat nanti.56 Menurut Spranger

dalam kutifan Sumadi Surya Brata yang dikutif oleh Makrina Tindangen “Nilai sosial berorientasi kepada berbagai bentuk hubungan sosial, sikap empatik, tanggung jawab terhadap kelompok, kasih sayang, sikap royal, dan bersedia berkorban dan berpartisipasi di dalam kehidupan sosial.”57 Contoh nilai sosial politik adalah untuk dapat mendorong mobil yang mogok dibutuhkan banyak orang untuk mendorongnya.

e. Nilai pendidikan

Nilai pendidikan suatu bahan ajar sains adalah kandungan nilai yang dapat memberi inspirasi atau ide yang dimunculkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia setelah ia belajar prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang berlaku dalam suatu bahan ajar itu.58 Contoh nilai pendidikan yang dapat dikembangkan dari pembelajaran konsep hukum Newton adalah ketika manusia ingin melihat pemandangan di luar planet bumi (ruang angkasa) maka manusia akan terinspirasi untuk membuat sesuatu yang dapat menghantarkannya ke ruang angkasa misalnya membuat roket menggunakan prinsip hukum III Newton.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Munas Prianto Ramli yang berjudul “pembelajaran sains menyenangkan dengan metode konstruktivisme” memberikan gambaran bahwa sains yang diajarkan dengan metode konstruktivisme akan membuat siswa menjadi aktif dalam pembelajaran. Selain itu juga siswa belajar dalam suasana yang lebih menyenangkan daripada pembelajaran yang biasa dilakukan. Hal ini dikarenakan siswa siswa memiliki pengalaman melakukan percobaan sendiri, membangun konsep

56

Suroso Adi Yudiyanto, op. cit, h. 308 57

Makrina Tindangen, op. cit, h.30 58


(38)

sendiri, serta dapat memperjelas dan melengkapi pengetahuan yang telah dimilikinya.59

Sejalan dengan itu Sri Nuryani juga mencoba menerapkan sistem pembelajaran yang menyenangkan melalui permainan yang dituangkan dalam sebuah penelitiannya yang berjudul “pembelajaran membaca permulaan melalui permainan bahasa di kelas awal sekolah dasar”. Penelitian ini menunjukan hasil bahwa dalam melakukan pembelajaran membaca permulaan bagi siswa SD perlu diselingi permainan-permainan sebab dengan permainan siswa dapat belajar dengan senang, gembira sehingga dapat membebaskan dari berbagai kendala psikologis yang menghambat pembelajaran membaca, misalnya rasa takut, malas, serta bosan. Peran permainan bagi siswa juga merupakan latihan kepekaan daya nalar, emosional, dan sosial.60

Seiring dengan itu Husna Manaf juga mencoba mencari pengaruh permainan dalam pembelajaran matematika. Untuk itu ia melakukan sebuah penelitian yang berjudul “pengaruh penggunaan permainan matematika dibandingkan dengan penggunaan latihan terhadap hasil belajar siswa sekolah dasar kelas V. suatu studi dalam pengajaran matematika di SD”. Penelitiannya menunjukkan hasil bahwa pengajaran menggunakan permainan memberikan hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengajaran yang disertai latihan. Hal ini terjadi dikarenakan bahan pelajaran yang tersusun dari materi yang diolah secara baik ke dalam bentuk yang lebih menyenangkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dan lebih memantapkan materi.61

Selain Husna Manaf, Maria Yestiana Wea juga melakukan penelitian tentang pengaruh permainan dalam pembelajaran matematika yang berjudul “pembelajaran dengan menggunakan metode permainan sebagai salah Satu

59

Munas Prianto Ramli, Pembelajaran sains menyenangkan dengan metode konstruktivisme, (Metamorfosa Jurnal Pendidikan IPA Vol. 1 No. 2, Oktober 2006)

Pembelajaran sains menyenangkan dengan metode konstruktivisme, (Metamorfosa Jurnal Pendidikan IPA Vol. 1 No. 2, Oktober 2006)

60

Sri Nuryati, Pembelajaran Pembaca Permulaan Melalui Permainan Bahasa Di Kelas Awal Sekolah Dasar, (http://www.ksdpum.web.id/jurnal/srinuryati.pdf) diakses pada hari Senin 14 Juli 2008

61

Husna Manaf, Pengaruh Penggunaan Permainan Matematika dibandingkan dengan penggunaan latihan terhadap hasil belajar siswa sekolah dasar kelas V. Suatu Studi dalam Pengajaran Matematika diSD (Jakarta : PPS IKIP Jakarta. 1991) h. 90


(39)

alternatif pembelajaran matematika bagi warga belajar paket B setara sltp di skb manggarai.” Hasil penelitian Maria tidak jauh berbeda dengan Husna Manaf yaitu pembelajaran matematika yang menggunakan metode permainan lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar. Data hasil penelitian Maria yaitu perlakuan dengan menggunakan metode permainan diperoleh rata-rata nilai sebesar 72,400 dan yang tidak menggunakan metode permainan (metode ceramah, diskusi, penugasan) diperoleh rata-rata nilai sebesar 68,533. Hal ini berarti.62

Selain pada pembelajaran matematika metode permainan juga dapat diterapkan pada pembelajaran kimia. Hal ini telah diteliti oleh I Nyoman Selamat dan I Wayan Redhana yang berjudul “penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode bermain menggunakan lembar kerja siswa non eksperimen untuk meningkatkan proses dan hasil belajar kimia siswa SMU laboratorium STKIP Singaraja.” Hasil penelitiannya menunjukan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode bermain menggunakan LKS non-eksperimen dapat meningkatkan aktivitas, minat, dan motivasi belajar serta penguasaan siswa terhadap konsep kesetimbangan kimia. Siswa juga menyambut model pembelajaran ini sangat positif dan agar model pembelajaran ini dapat diteruskan pada pembelajaran konsep-konsep kimia lainnya dengan mengadakan variasi pada kegiatan permainannya.63

Banyak permainan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran yang hasilkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu permainan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran adalah permainan tradisonal. Permainan tradisional ini telah diteliti oleh Robiyatul Adawiyah yang berjudul “perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan metode

62

Maria Yestiana Wea, Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Permainan

sebagai Salah Satu Alternatif Pembelajaran Matematika Bagi Warga Belajar Paket B Setara

SLTP di SKB Manggarai

(http://www.bpplsp-reg4.go.id/index2.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=13&Itemid=64) diakses pada hari Sabtu 10 Januari 2009

63

I Nyoman Selamat dan I Wayan Redhana, Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Bermain Menggunakan Lembar Kerja Siswa Non-Eksperimen untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Kimia Siswa SMU Laboratorium STKIP Singaraja, (Jurnal Aneka Widya IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXIV Oktober 2001) h. 104-115


(40)

permainan tradisional dan metode ekspositori.” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengajaran menggunakan metode permainan tradisional memberikan hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengajaran menggunakan metode ekspositori. Hal ini dikarenakan anak belajar matematika dengan menyenangkan atau kebiasaan bermain yang biasa mereka lakukan sehari-hari.64

Pada pembelajaran fisika permainan juga dapat diterapkan. Pengaruh permainan pada pembelajaran fisika telah diteliti oleh Purwiro Harjati yang berjudul “pengaruh permainan dalam pembelajaran fisika (studi eksperimen di SLTP negeri 2 Pekalongan dan SLTP negeri 2 Batanghari Lampung Timur).” Penelitian ini menunjukan hasil bahwa perbedaan perlakuan yang diberikan kepada siswa berpengaruh kepada hasil belajarnya, yaitu pembelajaran dengan metode permainan dapat meningkatkan hasil belajar Fisika siswa dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional (tanpa permainan).65

Pada tingkat sekolah tinggi penelitian tentang permainan dilakukan oleh Budi Legowo yang berjudul “penyampaian materi aplikasi tenaga nuklir pada mata kuliah fisika lingkungan dengan strategi role playing.” Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa metode role playing mampu mendorong mahasiswa untuk mengasah kemampuan belajar secara mandiri (individu maupun kelompok) serta dapat membantu mahasiswa mengapresiasikan pengetahuan fisika nuklir baik dalam diskusi kecil (kelompok) maupun penyampaian secara terbuka.66

Seiring dengan itu Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta juga mencoba melakukan berbagai penelitian tentang

64

Robiyatul Adawiyah, Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang diajarkan dengan Metode Permainan Tradisional dan Metode Ekspositori, (Jakarta : Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007) h. 47

65

Purwiro Harjati yang berjudul, Pengaruh Permainan Dalam Pembelajaran Fisika (Studi Eksperimen Di Sltp Negeri 2 Pekalongan Dan Sltp Negeri 2 Batanghari Lampung Timur), (jurnal Skolar, vol. 2, no. 2, Desember 2001), h. 202

66

Budi Legowo, Penyampaian Materi Aplikasi Tenaga Nuklir pada

Mata Kuliah Fisika Lingkungan dengan Strategi Role Playing, (http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/31-budi-legowo-hal-323-326.pdf) diakses pada hari Senin 14 Juli 2008


(41)

pembelajaran fisika melalui permainan tradisional. Mereka menyebutkan bahwa permainan tradisional mengandung unsur-unsur pembelajaran fisika, sehingga terhadap anak-anak diharapkan terjadinya proses pelestarian budaya, pelajaran fisika dapat disampaikan dan anak dapat belajar dengan hati riang karena pembelajaran fisika dapat dilakukan sambil bermain.67

C. Kerangka Berpikir

Metode pembelajaran konvensional yang selama ini banyak diterapkan oleh guru-guru fisika disekolah membuat siswa jenuh dan mengantuk. Dalam keadaan jenuh dan mengantuk, siswa biasanya akan mengalami kesulitan dalam menerima materi pembelajaran yang disampaikan. Oleh sebab itu, siswa tidak dapat menguasai dengan baik konsep-konsep fisika yang diajarkan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut para ahli telah mengembangkan berbagai model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli yaitu konstruktivisme. Ajaran konstruktivisme ini juga bermacam-macam, salah satunya adalah pembelajaran fisika melalui permainan tradisional yang biasa dimainkan oleh anak-anak dipedesaan.

Melalui permainan, siswa akan merasa senang dan asyik mempelajari fisika. Dengan perasaan seperti itu siswa akan dengan mudah menangkap pengertian fisika dan siswa juga akan menyadari bahwa fisika itu bukan hal yang menakutkan. Selain itu banyak nilai-nilai yang dapat dipetik oleh siswa. Contohnya melalui permainan siswa akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenangkan perlombaan dengan memanfaatkan konsep fisika serta bersikap sportif dalam permainan.

Banyak permainan tradisional yang menggunakan konsep fisika terutama mekanika. Hukum Newton merupakan bagian dari mekanika yang juga dapat dipelajari melalui permainan tradisional. Melalui permainan tradisional siswa menyaksikan langsung seperti apa konsep hukum Newton

67

Bambang Unjianto, Permainan Tradisional Kandung Pembelajaran Fisika, (http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0707/16/dar1.htm) diakses pada hari Senin 14 Juli 2008.


(42)

itu. Contohnya hukum I Newton tentang sifat inersia benda dapat dipelajari dari permainan tarik beban. Dalam permainan tarik beban seorang siswa yang duduk di atas pelepah kelapa akan bergerak ke belakang ketika pelepah kelapa ditarik ke depan. Begitu juga ketika pelepah kelapa dilepas siswa tersebut akan bergerak ke depan. Gerakan tersebut menurut hukum I Newton merupakan gambaran dari sifat keengganan suatu benda dalam mengubah keadaan awalnya. Melalui permainan siswa juga akan lebih mendapat pengalaman belajar dari pada hanya melalui pembelajaran ceramah semata.

Dengan adanya permainan dalam pembelajaran fisika, maka siswa akan lebih menguasai konsep fisika yang diajarkan dengan baik daripada siswa hanya mendengarkan penjelasan tentang konsep fisika dari guru saja. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa dengan pengajaran melalui permainan tradisional penguasaan konsep fisika siswa dapat ditingkatkan.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan deskripsi teoretis dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran melalui permainan tradisional bernuansa nilai dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika siswa.


(43)

A. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah :

1. Mengetahui peningkatan penguasaan konsep fisika siswa melalui

permainan bernuansa nilai.

2. Mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran melalui permainan.

3. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran fisika melalui permainan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di MTS Al-Ikhlas Cisereh pada semester II (genap) tahun pelajaran 2008/2009 selama bulan Januari sampai dengan Februari 2009.

C. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu suatu cara pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah

kelas secara bersama.1 Penelitian ini menggunakan desain yang dikemukaan

oleh Stephen Kemmis & Robin McTaggart yang digambarkan sebagai berikut2 :

Gambar 1. Desain Penelitian

1

Suharsimi Arikunto,dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta:Bumi Aksara. 2007) h.3

2

Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006) h.66


(1)

intervensi tindakan yang diharapkan yaitu tidak ada siswa yang nilainya di bawah KKM (>60). Oleh karena data-data yang didapat telah menunjukan hasil yang sesuai dengan hasil intervensi tindakan yang diharapkan, maka penelitian ini berakhir di siklus II atau tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.

C. Pemeriksaan Keabsahan Data

Data-data dalam penelitian ini didapat dari hasil tes, observasi, angket dan wawancara. Pemberian tes dilakukan untuk melihat seberapa besar peningkatan penguasaan konsep fisika yang diperoleh siswa pada ranah kognitif. Observasi dilakukan untuk melihat seberapa besar aktivitas siswa dalam pembelajaran. Pemberian angket dilakukan untuk melihat respon siswa terhadap pembelajaran melalui permainan. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini juga telah teruji validitasnya. Data-data yang diperoleh dari berbagai instrumen ini oleh peneliti kemudian dilaporkan dalam bentuk deskripsi.

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes objektif (pilihan ganda). Sebelum digunakan pada sampel instrumen tes yang dibuat terlebih dahulu diuji coba pada siswa diluar sampel penelitian yaitu pada siswa SMP kelas IX.

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil angket, pembelajaran melalui permainan bernuansa nilai ini mendapatkan respon yang positif dari siswa. Rata-rata respon yang diberikan oleh siswa dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut.

Tabel 4.16 Respon Siswa

NO INDIKATOR

RATA - RATA RESPON SISWA

Positif Negatif 1

Menunjukan pemahaman siswa terhadap pembelajaran melalui permainan

78 % 22 %

2

Menunjukan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran melalui permainan


(2)

Data-data penelitian yang didapat dari hasil angket bila dihubungkan dengan hasil tes itu saling berhubungan. Apabila respon siswa terhadap pembelajaran positif maka hasil tes yang didapat juga positif atau meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Begitu juga bila dihubungkan dengan aktivitas siswa. Apabila respon siswa positif maka aktivitas siswa juga akan tinggi. Hal ini dikarenakan siswa biasanya akan melakukan hal-hal yang ia senangi. Respon siswa yang positif terhadap pembelajaran melalui permainan tradisional ini merupakan salah satu faktor yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Sejalan dengan ini menurut Hamalik “motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan misalnya si A ingin mendapat hadiah maka ia akan belajar, mengikuti ceramah, bertanya, membaca buku, dan mengikuti tes.”1 Hal yang sama juga pernah diungkapkan oleh Husna Manaf dalam Tesisnya yang berjudul Pengaruh penggunaan permainan matematika dibandingkan dengan penggunaan latihan terhadap hasil belajar siswa sekolah dasar kelas V, dimana ia berpendapat bahwa “motivasi siswa yang terbentuk pada belajar melalui pengalaman (games) merupakan motivasi intrinsik yang terbentuk selama bermain. Hal ini disebabkan kompetisi yang terjadi selama berlangsungnya permainan mendorong mereka untuk memenangkan permainan tersebut. Jadi dalam diri siswa itu sendiri terbentuk dorongan dan ia ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam perbuatan belajar itu.”2

Dilihat dari peningkatan hasil belajar semua siswa pada umumnya mengalami peningkatan. Akan tetapi peningkan yang dialami siswa ini tidak sama. Hal ini dikarenakan respon siswa terhadap pembelajaran yang tidak sama. Dari hasil angket menyatakan 95 % siswa menjawab menyukai pembelajaran melalui permainan, 90 % siswa menjawab pembelajaran melalui permainan sesuai dengan materi pembelajaran, 87,5 % siswa menjawab merasa termotivasi dan bersemangat mempelajari fisika, 87,5 % siswa

1

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara. 2005) h. 159 2

Husna Manaf, Pengaruh Penggunaan Permainan Matematika dibandingkan dengan penggunaan latihan terhadap hasil belajar siswa sekolah dasar kelas V. Suatu Studi dalam Pengajaran Matematika diSD (Jakarta : PPS IKIP Jakarta. 1991) h. 20


(3)

menjawab tidak merasa jenuh, 90 % siswa menjawab tidak merasa mengantuk, 57,5 % siswa menjawab tidak merasa sulit mempelajari fisika, 92,5 % siswa menjawab permainan memudahkan dalam menjawab latihan soal, 82,5 % siswa menjawab permainan memudahkan dalam memahami dan menguasai konsep fisika yang diajarkan, 65 % siswa menjawab setelah pembelajaran tidak ada materi yang belum dimengerti, dan 77,5 % siswa menjawab dengan adanya permainan para siswa menjadi lebih aktif. Selain itu juga masih terdapat siswa yang tidak perduli terhadap penjelasan yang disampaikan guru dan sikap siswa yang sering mengandalkan teman dalam mengisi soal-soal LKS.

Nilai rata-rata hasil tes penguasaan konsep siswa setelah penerapan tindakan pada siklus I sudah tergolong baik yaitu dari 15 menjadi 74, serta terjadi peningkatan dari penguasaan konsep awal siswa dengan nilai rata-rata N-Gain sebesar 0,70. Akan tetapi hasil ini masih belum memenuhi kriteria keberhasilan tindakan yaitu hasil tes penguasaan konsep siswa minimal 60. Nilai terendah yang didapat siswa pada siklus I ini sebesar 47.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, diadakan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan yang ditemukan. Tindakan perbaikan yang diterapkan pada siklus II lebih dititikberatkan pada kekurangan yang ditemukan dengan tetap mempertahankan tindakan yang sudah baik. Beberapa tindakan perbaikan yang dipandang relevan untuk diterapkan yaitu mengurangi anggota kelompok dari 5 orang anggota menjadi 2 orang, pengisian LKS dilakukan oleh setiap siswa, serta pengurangan waktu bermain dan penambahan waktu untuk membahas konsep yang terkandung dalam permainan.

Setelah penerapan tindakan pada siklus II nilai rata-rata hasil tes penguasaan konsep siswa mengalami peningkatan dari 19 menjadi 77, serta rata-rata peningkatan yang dialami siswa tergolong peningkatan yang tinggi dengan nilai rata-rata N-Gain sebesar 0,71. Rata-rata peningkatan ini lebih baik dari siklus I (0,70). Nilai terendah yang didapat siswa pada siklus II sebesar 67. Hasil pada siklus II ini telah memenuhi kriteria tindakan keberhasilan yaitu hasil tes penguasaan konsep siswa minimal 60. Hal ini


(4)

dikarenakan pengetahuan siswa pada siklus I lebih rendah daripada pengetahuan awal siswa pada siklus II, siswa yang pada siklus II mulai terbiasa dengan pembelajaran melalui permainan bernuansa nilai, perbedaan permainan pada siklus I dan siklus II yang membuat siswa tetap termotivasi dan tidak merasa bosan dalam pembelajaran, serta dengan adanya pengetahuan nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran membuat siswa merasa penting untuk mempelajari fisika. Kebutuhan ini yang akan mendorong timbulnya motivasi siswa dalam belajar seperti yang dikatakan oleh Hamalik “Kebutuhan adalah kecenderungan-kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan dan menimbulkan kelakuan untuk mencapai tujuan. Timbulnya kebutuhan inilah yang menimbulkan motivasi”3

E. Bahasan Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VIII MTs Al-Ikhlas Cisereh-Tangerang, peneliti menemukan beberapa hal sebagai beikut:

1. Pada siklus I siswa diberikan pretest dan posttest materi tentang gaya. Hasil pretest yang didapat siswa sangat rendah yaitu 100% siswa mendapatkan nilai di bawah KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 60. Hal ini dikarenakan siswa tidak memiliki buku pegangan apapun baik buku paket maupun Lembar Kerja Siswa (LKS). Setelah siswa diberi pembelajaran melalui permainan dan diberi Lembar Kerja Siswa (LKS), nilai yang didapat siswa dari hasil posttest mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Rata-rata peningkatan yang dialami siswa berada pada kategori tinggi dengan nilai N-Gain sebesar 0,70. Akan tetapi hasil penelitian dari siklus I ini belum mencapai hasil intervensi yaitu semua siswa mencapai nilai ≥60. Hal ini dikarenakan beberapa siswa belum begitu terbiasa dengan pembelajaran melalui permainan bernuansa nilai. Siswa belum menyadari sepenuhnya tujuan utama dari diadakannya permainan. Siswa lebih banyak bermain daripada membahas kandungan

3


(5)

ilmu fisika yang terdapat dalam permainan. Siswa belum memiliki rasa tanggung jawab akan tugas-tugasnya sebagai pelajar.

2. Pada siklus II siswa kembali diberikan pretest dan posttest materi materi lanjutan dari siklus I yaitu hukum Newton. Hasil pretest yang didapat siswa pada siklus II ini hampir sama seperti hasil pretest pada siklus I yaitu 100% siswa mendapatkan nilai di bawah 60. Hal ini menunjukan bahwa sumber pengetahuan yang didapat siswa hanya dari pembelajaran disekolah. Hal ini dikarenakan siswa tidak memiliki buku pegangan apapun sebagai sumber belajar. Itulah sebabnya guru fisika disekolah selama ini menerapkan sistem mencatat kemudian menerangan dengan metode ceramah. Metode yang selama ini diterapkan oleh guru fisika membuat siswa tidak begitu memahami konsep-konsep yang diajarkan sehingga nilai yang mereka dapatpun rata-rata di bawah 60. Setelah diadakan pretest dan pembelajaran melalui permaian bernuansa nilai serta pengerjaan LKS, nilai yang diperoleh siswa kembali mengalami peningkatan yang tinggi. Nilai rata-rata N-Gain meningkat dari 0,70 menjadi 0,71 dan tidak ada lagi siswa yang mendapatkan nilai di bawah 60. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran melalui permainan bernuansa nilai.

3. Selain penguasaan konsep dan aktivitas siswa yang meningkat dalam pembelajaran, siswa juga mengetahui pentingnya ilmu fisika dalam menyelesaikan masalah-masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran fisika misalnya kita tahu penyebab benda bergerak adalah adanya gaya (dorongan atau tarikan), akan tetapi ternyata tidak semua benda yang diberi gaya itu akan bergerak. Hal ini dikarenakan setiap benda disesuaikan dengan kondisinya membutuhkan gaya tertentu untuk dapat bergerak dan setiap manusia juga memiliki batasan dalam memberikan gaya. Dengan mempelajari resultan gaya maka kita dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari misalnya ketika kita hendak memindahkan sebuah lemari yang berat maka kita akan meminta


(6)

bantuan orang lain untuk mendorong lemari tersebut ke arah yang kita inginkan. Contoh lain ketika musim hujan dan jalanan licin maka kita akan lebih berhati-hati dalam berjalan agar tidak terjatuh.

F. Keterbatasan dalam Penelitian

Dalam penelitian terdapat beberapa keterbatasan sehingga hasil yang didapat masih belum begitu sempurna. Keterbatasan-keterbatasan itu diantaranya adalah :

1. Jumlah sampel yang relatif banyak yaitu sebanyak 40 orang

2. Peran ganda peneliti dalam penelitian yaitu sebagai guru dan sebagai observer. Hal ini dikarenakan kesibukan guru bidang studi yang harus mempersiapkan siswa-siswi kelas IX untuk Ujian Nasional, Ujian Sekolah, dan Ujian Praktikum. Kesibukan ini membuat guru sering meninggalkan kelas.

3. Pembelajaran melalui permainan membutuhkan waktu yang relatif banyak. Pembatasan waktu permainan membuat sedikit kekecawaan dihati siswa.


Dokumen yang terkait

Penguasaan konsep oleh siswa melalui metode problem solving pada konsep sistem respirasi (eksperimen di MTS Negeri Cipondoh Tangerang)

1 53 182

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep gaya bernuansa nilai (penelitian tindakan kelas di MTs Hidayatul Islamiyah Karawang)

0 8 223

Meningkatkan minat belajar metematika siswa melalui penerapan model pembelajaran quantum teaching dengan tahapan belajar tandur: penelitian tindakan kelas di MTs Al- Islamiyah Ciledug Tangerang

1 10 227

Pengaruh startegi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar fisika siswa: studi quasi eksperimen di MTs Al-Mukhsin Cibinong

1 8 88

Pengaruh Permainan Tradisional Komboyan Terhadap Peningkatan Kerjasama Anak TK di RA Al Ikhlas Pende

9 105 154

Peningkatan Penguasaan Konsep Sistem Respirasi Manusia Melalui Metode Pemecahan Masalah : Problem Solving Penelitian Tindakan kelas di MTs Negeri Tangerang II Pemulang – Banten

0 11 178

PENERAPAN TEKNIK PERMAINAN TEBAK KONSEP UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR ASOSIATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII-B MTs. Al Musyawarah Lembang).

0 0 50

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL LEMPAR KARET DI TK AL-IKHLAS : Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelompok A Pendidikan Anak Usia Dini TK Al-ikhlas Tahun Pelajaran 2014/2015.

5 13 34

peningkatan penguasaan konsep fisika bagi guru smp

0 0 10

peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi inflasi melalui metode diskusi

0 0 41