Pengaruh startegi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar fisika siswa: studi quasi eksperimen di MTs Al-Mukhsin Cibinong

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

ARI NURHAYATI

105016300573

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Strategi Peta Konsep (Concept Mapping) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa, Studi Quasi Eksperimen di MTs Al-Mukhsin Cibinong”, disusun oleh Ari Nurhayati, NIM. 105016300573, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 12 Agustus 2010 dihadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada bidang Pendidikan Fisika.

Jakarta, 12 Agustus 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc --- …………... NIP. 1970 0209 200003 2 001

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih, M. Pd --- …………... NIP. 1979 0510 2006 0420

Penguji I

Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si --- …………... NIP. 1954 0310 1988 031001

Penguji II

Erina Hertanti, M.Si --- …………... NIP. 1972 0419 199903 2 2002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 1957 1005 198703 1 003


(3)

Natural Science Education, Faculty of Tarbiya’ and Teacher Training, State Islamic University (of UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

The aims of this research was to determine the influence of concept mapping strategy to student’s physics achievement. This research has been done at MTs Al-Mukhsin Cibinong-Bogor, on Januari 2010. The method in this research is quasi-experiment. We used Cluster Sampling to take sample in this research. The sample divided into experiment and control classes. Experiment class is Instrument is used multiple choice test (0-1 score), with 28 question and 4 alternative answers. The result of this research are tested through a statistical tes of “t”. Based on calculations obtained for tcount value was 2.79 greater than 2.00 at ttable level α = 0.05 of significance. It can be concluded that Ha stating that there is influence between concept mapping strategy to student’s physics achievement. It means that alternative hypothesis (Ha), which told that there are an influence between concept mapping strategy to the student physics achievement, has been accepted.


(4)

ABSTRAK

Ari Nurhayati, “Pengaruh Strategi Peta Konsep Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi peta konsep terhadap hasil belajar fisika siswa. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2010 di MTs Al-Mukhsin Cibinong-Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi-eksperimen. Sampel diambil dua kelas, menggunakan cluster sampling dan dibagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen penelitian ini adalah instrumen tes pilihan ganda dengan skor 0-1 sebanyak 28 soal dengan 4 pilihan jawaban. Hasil penelitian ini diuji dengan melalui statistik uji “t”. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 2.79 ternyata lebih

besar dari ttabel sebesar 2.00 pada taraf signifikansi α = 0.05. Sehingga hipotesis

alternative (Ha) yang menyatakan terdapat pengaruh strategi peta konsep terhadap hasil belajar fisika siswa, diterima.


(5)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

ARI NURHAYATI 105016300573

Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Zulfiani, M.Pd Iwan Permana Suwarna, M.Pd NIP. 1976 0309 200501 2002 NIP. 1978 0504 2009 11013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(6)

(7)

yang telah banyak mengaruniai penulis dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Strategi Peta Konsep

(Concept Mapping) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Tak lupa shalawat

beserta salam tercurah kepada Rasulullah SAW, sang pembuka gerbang gelap kejahilan menuju jalan yang penuh cahaya dengan ilmu pengetahuan.

Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA.

3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd., selaku pembimbing I dan Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., selaku pembimbing II yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini.

4. Seluruh dosen Jurusan IPA yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT. 5. Kepala Sekolah, Guru, dan Staf di MTs Al-Mukhsin yang telah memberikan

izin penulis untuk melakukan penelitian.

6. Teristimewa untuk Kedua orang tua yang telah memberikan segalanya kepada penulis baik moril maupun materil serta curahan kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk kalian.

i   


(8)

7. Saudara-saudaraku, teteh, aa, ade, dan keponakan yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

8. Teman-temanku di kelas IPA Fisika angkatan 2005, yang tidak biasa penulis sebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas persahabatan dan dukungannya, semoga kita kompak selalu.

Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga kecuali ucapan

Alhamdulillahirabbil’alamin atas rahmat, karunia, dan ridha-Nya. Semoga skripsi

ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amiin.

Jakarta, Juni 2010

Penulis

ii   


(9)

Daftar Isi ………. iii

Daftar Tabel ………. . v

Daftar Gambar ………. vi

Daftar Lampiran………. vii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. 1 B. Identifikasi Masalah ………. 4

Latar Belakang ………..……… Pembatasan Masalah………. Tujuan Penelitian……….. BAB II SKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR Deskripsi Teoretis ………. 2. Hakikat Peta Konsep………... ……… 13

d. Jenis-jenis Peta Konsep………. f. Cara Menyusun dan Menilai Peta Konsep yang Dibuat g. Manfaat Strategi Peta Konsep……….. C. 4 D. Perumusan Masalah ………. 5

E. 5 F. Manfaat Penelitian……….... 6

DE DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ……… 7

A. 7 1. Hakikat Belajar Bermakna………... 7

12 a. Pengertian Konsep……….... 12

b. Pengertian Peta Konsep……… c. Ciri-ciri Peta Konsep ……… 15

16 e. Kegunaan Peta Konsep ……… 19

Siswa……… 22 24

iii   


(10)

3. Ha 27

a. Hakikat Belajar ………. 27

kikat Hasil Belajar Fisika ……… Hakikat Hasil Belajar………. bungan Peta Konsep dengan Hasil Belajar …… B. D. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… A. C. D. F. G. Teknik Analis Data ……… 49

otesis Statistik ……….. BAB IV ata ………... B. D. BAB V PE simpulan………. 68

DAFT ……… LAMPIRAN b. 29 c. IPA dan Pembelajaran Fisika………. 31

4. Hu 33 Kerangka Pikir ……….. 34

C. Penelitian yang Relevan………. 36

Pengajuan Hipotesis……… 40

41 Waktu dan Tempat Penelitian ……… 41

B. Metode Penelitian ……….. 41

Populasi dan Sampel ……….. 42

Variabel Penelitian ……… 43

E. Prosedur Penelitian ……… 43

Instrumen Penelitian ……….. 45

H. Hip 53 HASIL DAN PEMBAHASAN……… 54

A. Deskripsi D 54 Teknik Analis Data ……… 59

C. Interpretasi Data ……… 63

Pembahasan ……….. 64

E. Keterbatasan Penelitian……….. 67

NUTUP ……… 68

A. Ke B. Saran ……….. 68

AR PUSTAKA 69

iv   


(11)

Tabel 2.1 ian Skor Terhadap Peta Konsep ………..………... Tabel 3.1

Tabel 3.2 i Instrumen Hasil Belajar Fisika ……… Tabel 3.3

Tabel 3.4 asi Daya Beda ………

Tabel 3.5

Tabel 4.1 Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest ………. Tabel 4.2

Tabel 4.3 ean N-Gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen ……… Tabel 4.4

Tabel 4.5 rmalitas Hasil Pretest ………..

Tabel 4.6

Tabel 4.7 ngan Uji Homogenitas Hasil Pretest ………... Tabel 4.8

Tabel 4.9 amaan Dua Rata-rata Hasil Pretest dan Posttest ……….

Pember 24

Desain Penelitian ……… 41

Kisi-kis 45

Klasifikasi Tingkat Kesukaran ………... 48

Klasifik … 49

Klasifikasi N-Gain ………. 52

Ukuran 55

Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest ………. 56

Data M 58

Kategori Nilai N-Gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen ….. 58

Uji No 60

Uji Normalitas Hasil Pretest ……….. 60

Perhitu 61

Perhitungan Uji Homogenitas Hasil Posttest ……….. 61

Uji Kes 62

v   


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

asi Baru Terkait pada Susunan Sel dalam Otak …….. 10

ambar 2.4 Peta Konsep Pohon Jaringan ………. 16

ambar 2.5 Peta Konsep Rantai Kejadian ……… 17

ambar 2.6 Peta Konsep Siklus ……… 18

Gambar 2.7 Peta Konsep Laba-laba ……….. 18

ambar 2.8 Bagan Kerangka Pikir ……… 36

ambar 3.1 Tahapan dalam Prosedur Penelitian ……… 44

. Bentuk-bentuk Belajar ………....……….. 7

Gambar 2.2 Dua Kontinum Belajar ……….. 9

Gambar 2.3 Inform G G G G G Gambar 4.1 Diagram Batang Distribusi Frekuensi Hasil Pretest ……….. 55

Gambar 4.2 Diagram Batang Distribusi Frekuensi Hasil Posttest ………. 57

Gambar 4.3 Diagram Batang Perbandingan Prosentase Normal Gain ….. 59

vi   


(13)

. Instrumen Penelitian dan Uji Coba Instrumen Penelitian

A.1 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ………... 72

A.2 Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar ……….. 88

A.3 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar………. 98

A.4 Validitas Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar ……….. 99

A.5 Reliabilitas Instrum ajar ……….. 101

A.6 Tingkat Kesukaran Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar ……….. 104

A.7 Distribusi Daya Pembeda Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar … 106 r. 8 l b e R RPP Pertemuan Kedua ……… RPP Pertemuan Ketiga ……… R e. RPP Pertemuan Kelima ………... 164

B.4 RPP Kelompok Kontrol ……… 173

a. RPP Pertemuan Pertama ………. 173

b. RPP Pertemuan Kedua ……… 178

c. RPP Pertemuan Ketiga ……… 183

d. RPP Pertemuan Keempat ……… 188

e. RPP Pertemuan Kelima ………... 193

A en Penelitian Tes Hasil Bel A.8 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Hasil Belaja 10 A.9 Soal Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar yang Dipakai dalam Pene itian ……….. 110

A.10 Kunci Jawaban Soal Penelitian Tes Hasil Belajar ……… 117

B. Perangkat Pembelajaran B.1 Sila us ……….. 118

B.2 Pem taan SK, KD, dan Indikator ………. 124

B.3 RPP Kelompok Eksperimen ………... 129

a. PP Pertemuan Pertama ………. 129

b. 138 c. 147 d. PP Pertemuan Keempat ……… 156

vii   


(14)

B.5 Peta Konsep ………... 198

a. Peta Konsep Pertemuan Pertama ……… 199

b. Peta Konsep Pertemuan Kedua ……….. 200

c. Peta Konsep Pertemuan Ketiga ……… 201

d. Peta Konsep Pertemuan Kee pat ……… 202

e. Peta Konsep Pertemuan Kelima ……….. 203

B.6 Peta Konsep Siswa ……… 204

a. Peta Konsep Siswa Pertemuan Pertama ………. 204

b. Peta Konsep Siswa Pertemuan Kedua ……… 205

c. Peta Konsep Siswa Pertemuan Ketiga ……… 206

d. Peta Konsep Siswa Pertemuan Keempat ……… 207

e. Peta Konsep Siswa Pertemuan Kelima ……….. 208

ompok 214 rmalitas dan Uji Homogenitas Pretest Kelompok m C. Uji Analisis Data C.1 Hasil Penelitian Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen …….. 209

a. Data Hasil Penelitian Skor Pretest Kelompok Kontrol ……… 209

b. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Pretest Kel Kontrol ………... 210

c. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Pretest Kelompok Kontrol ……… 211

d. Tabel Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelompok Kontrol ... 212

e. Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors Pretest Kelompok Kontrol ……… 213

f. Data Hasil Penelitian Skor Pretest Kelompok Eksperimen …… g. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Pretest Kelompok Eksperimen ………. 215

h. Persiapan Uji No Eksperimen ……… 216

i. Tabel Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelompok Eksperimen 217 j. Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors Pretest Kelompok Eksperimen ……….. 218

k. Uji Homogenitas Pretest ……….. 219

viii   


(15)

C.3 Hasil Penelitian N-gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen ……… asil Penelitian Skor N-gain Kelompok Kontrol ………... 235

8 e.

f. Data Hasil Penelitian Skor N-gain Kelompok Eksperimen ….. 240 b. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Posttest Kelompok

Kontrol ……… 223 c. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Posttest Kelompok

Kontrol ……… 224 d. Tabel Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelompok Kontrol .. 225 e. Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors Posttest Kelompok

Kontrol ……… 226 f. Data Hasil Penelitian Skor Posttest Kelompok Eksperimen ….. 227 g. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Posttest Kelompok

Eksperimen ………. 228 h. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Posttest Kelompok

Eksperimen ……… 229 i. Tabel Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelompok

Eksperimen………. 230

j. Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors Posttest Kelompok Eksperimen ……….. 231

k. Uji Homogenitas Posttest ……… 232

l. Perhitungan dan Pengujian Hipotesis Uji-t Posttest ……… 233 235 a. Data H

b. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi N-gain Kelompok Kontrol ………. 236 c. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas N-gain Kelompok

Kontrol ………. 237 d. Tabel Perhitungan Uji Normalitas N-gain Kelompok Kontrol … 23

Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors N-gain Kelompok Kontrol ………. 239

ix   


(16)

x   

2 i.

3 j.

l. D. Dafta

D.1

D.3 D.4

D.5 Tabel Nilai “t” ………

E. Surat 5

E.1 Sur E.2

E.3 57

E.4 Sur

g. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi N-gain Kelompok

Eksperimen ……….. 241

h. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas N-gain Kelompok Eksperimen ………. 24

Tabel Perhitungan Uji Normalitas N-gain Kelompok Eksperimen ………... 24

Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors N-gain Kelompok Eksperimen ……….. 244

k. Uji Homogenitas N-gain ………. 245

Perhitungan dan Pengujian Hipotesis Uji-t N-gain ……….. 246

r Tabel ……… 248

Tabel Harga Kritik dari r Product Moment ………... 248

D.2 Tabel Luas di bawah Lengkungan Kurva Normal dari O ke Z …….. 250

Tabel Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors ………... 251

Tabel Distribusi F ……….. 252

254 Keterangan ……… 25

at Bimbingan Skripsi ………. 255

Surat Permohonan Izin Penelitian ……….. 256

Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ………. 2


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM. Oleh karena itu, banyak perhatian khusus diarahkan kepada perkembangan dan kemajuan pendidikan guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan mengelola komponen-komponen pendidikan dengan baik.

Ada tiga komponen penentu dalam kegiatan belajar mengajar diantaranya: komponen pertama adalah input yang terdiri dari peserta didik, guru sebagai pendidik; komponen kedua adalah proses yang dipengaruhi oleh lingkungan dan instrumen pengajaran; komponen ketiga hasil yaitu dampak dari interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan didukung oleh proses.1 Dari ketiga komponen tersebut antara yang satu dengan lainnya saling bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan pendidikan.

Nasution mengatakan bahwa kualitas pendidikan banyak bergantung pada kualitas guru dalam membimbing proses belajar mengajar. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam mengajar, sehingga guru harus menguasai strategi mengajarnya. Guru sebagai komponen penting dalam transformasi pendidikan mempersiapkan bahan pelajaran kemudian melaksanakan dan mengembangkannya. Tugas tersebut dimulai dari merumuskan tujuan, mengembangkan dan memilih materi, menemukan strategi pembelajaran, mempersiapkan media, dan evaluasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa salah satu keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari keterampilan guru dalam memilih strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

1


(18)

2

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mengkaji tentang berbagai fenomena alam dan memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan sains, teknologi dan konsep hidup harmonis dengan alam. Oleh karena itu, pembelajaran fisika di sekolah harus benar-benar dikelola dengan baik dan mendapat perhatian yang lebih agar dapat menjadi landasan yang kuat bagi peranan tersebut.

Mahardika mengungkapkan beberapa alasan pentingnya belajar fisika. Alasan yang dapat disimpulkan dari Mahardika adalah Fisika dipandang sebagai kumpulan pengetahuan, disiplin kerja yang dapat menghasilkan sejumlah kemahiran untuk membantu pengembangan bekal kerja di berbagai bidang profesi yang lebih luas. Berdasarkan alasan tersebut, maka fisika begitu penting untuk dipelajari karena dapat berfungsi sebagai salah satu mata pelajaran untuk membekali sumber daya manusia yang dapat mendukung kemajuan bangsa.

Hasil diskusi peneliti dengan guru IPA di MTs Al-Mukhsin Cibinong diperoleh hasil. Pertama, siswa cukup sulit memahami konsep-konsep fisika karena banyak dari konsep yang bersifat abstrak. Kedua, siswa cenderung hanya menghafal tanpa memahami konsep fisikanya itu sendiri. Ketiga, siswa tidak dapat menghubungkan antara satu konsep satu ke konsep lain dalam satu materi fisika. Keempat, interaksi di dalam kelas hanya terjadi antara guru dan siswa saja sedangkan interaksi antara siswa jarang terjadi, baik dalam diskusi maupun diskusi kelompok.

Berdasarkan fakta di atas dapat dilihat bahwa pembelajaran fisika banyak dilakukan dengan memberi konsep fisika tanpa melalui pengolahan potensi yang ada pada diri siswa. Dengan kata lain siswa belajar menghafal konsep bukan menguasai konsep sehingga siswa tidak dapat memahami keterkaitan antara konsep yang dipelajarinya dan pembelajaran fisikapun menjadi kurang bermakna dengan tidak terbentuk kontruksi konsep fisika yang benar. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Ratna Wilis Dahar


(19)

bahwa salah satu keluhan dalam dunia pendidikan adalah siswa hanya menghafal tanpa memahami benar isi pelajaran.2

Salah satu cara yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara “bermakna” adalah melalui “peta konsep”. Peta konsep adalah suatu strategi yang dapat membantu para siswa melihat dan memahami keterkaitan antar konsep yang telah dikuasainya. Strategi peta konsep sangat efektif untuk membantu siswa belajar bermakna, yaitu memahami hubungan logika antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Peta konsep yang baik adalah yang dibuat sendiri oleh siswa. Di samping itu peta konsep bersifat fleksibel, artinya dapat sederhana dan dapat pula kompleks, dapat linier atau bercabang dan dapat pula hierarkis. Pembelajaran dengan membuat peta konsep dapat meningkatkan pemahaman suatu konsep dengan baik, karena siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar dan guru berperan aktif sebagai fasilitator atau moderator.

Strategi peta konsep dalam pembelajaran sains sangat membantu siswa dalam proses belajarnya. Pemahaman siswa jadi memadai dalam menentukan hubungan antara keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lain. Struktur kognitif siswa dibangun secara hieararkis dengan konsep-konsep dari yang bersifat umum ke khusus. Namun strategi peta konsep akan lebih bermakna jika siswa menyadari adanya kaitan konsep diantara kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan. Dengan menggunakan peta konsep siswa diharapkan dapat mengungkapkan seluruh pengetahuannya mengenai konsep fisika, terutama konsep tata surya.

Materi pada konsep tata surya banyak berupa pemahaman konsep, menjelaskan hubungan antar konsep yang satu dengan konsep yang lainnya yang bersifat hierarkis, sehingga konsep tata surya lebih mudah dipahami dengan baik oleh peserta didik apabila menggunakan strategi peta konsep. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menulis skripsi dengan judul “Pengaruh Strategi Peta Konsep (Concept Mapping) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”. Penelitian ini ingin mencari jawaban tentang pengaruh pembelajaran

2


(20)

4

dengan menggunakan strategi peta konsep terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep Tata Surya.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran fisika yang disajikan guru di kelas pada umumnya dilakukan secara teacher centered.

2. Siswa cenderung hanya menghafal tanpa memahami konsep fisikanya itu sendiri.

3. Siswa tidak dapat menghubungkan antara satu konsep satu ke konsep lain dalam satu materi fisika.

4. Hasil belajar fisika siswa rendah.

C. Pembatasan Masalah

Semua permasalahan yang diuraikan di atas tidak mungkin untuk diteliti semua karena keterbatasan penelitian ini. Di samping itu, semua variabel dalam penelitian ini tidak memungkinkan untuk dikontrol semua. Oleh karena itu, dalam penelitian perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil tes kognitif saja. Adapun ranah kognitif yang dinilai adalah berdasarkan taksonomi Bloom yang sudah direvisi oleh Madaus, dkk3 yaitu Ingatan (C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), dan analisis (C4).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang dijadikan bahan analisis dalam penelitian ini hanya dibatasi pada penerapan strategi peta konsep saja. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar hanya dijadikan sebagai acuan pengambilan kesimpulan saja.

3

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 117-121.


(21)

3. Konsep materi pelajaran yang diberikan kepada masing-masing kelompok selama eksperimen adalah konsep tata surya yang diajarkan pada semester genap kelas IX.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pengaruh penggunaan strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep Tata Surya di MTs Al-Mukhsin?”

Untuk memperjelas perumusan masalah di atas, penulis membuat beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya:

1. Bagaimanakah hasil belajar fisika siswa sebelum pembelajaran berlangsung?

2. Bagaimanakah hasil belajar fisika siswa setelah pembelajaran berlangsung?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan strategi peta konsep

(concept mapping) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep Tata Surya

di MTs AL-Mukhsin Cibinong.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, yaitu:

1. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan hasil belajar fisika dan dapat mengurangi kebosanan selama pembelajaran berlangsung.

2. Bagi guru mata pelajaran fisika, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan dalam menyajikan materi pelajaran fisika


(22)

6

agar mudah diserap dan dimengerti oleh siswa yang memiliki kemampuan dan minat yang berbeda satu dengan lainnya.

3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam bidang penelitian pendidikan dan model-model pembelajaran yang akan menjadi bekal untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah menyelesaikan studi.

4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan studi lebih lanjut mengenai pemanfaatan strategi peta konsep (concept mapping) khususnya untuk konsep tata surya.


(23)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR,

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Hakikat Belajar Bermakna

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, seperti yang dinyatakan oleh gambar berikut:1

Belajar hafalan Belajar bermakna 1. Materi disajikan 1. Materi disajikan

dalam bentuk final dalam bentuk final

2. Siswa menghafal 2. Siswa

materi yang memasukkan disajikan materi ke dalam struktur kognitif

1. Materi ditemukan 1. Siswa

oleh siswa menemukan materi

Secara penerimaan

Secara penemuan Siswa dapat

mengasimilasi materi pelajaran

2. Siswa menghafal 2. Siswa

materi memasukkan materi ke dalam

struktur kognitif

Dimensi I Dimensi II

Gambar 2.1. Bentuk-bentuk Belajar (Dahar, 1996)        

1


(24)

  8

Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan dan penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.

Kedua dimensi, yaitu penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu kontinum. Kedua kontinum itu diperlihatkan pada gambar berikut:2

       

2


(25)

BELAJAR Menjelaskan Pengajaran Penelitian BERMAKNA hubungan antara audio-tutorial ilmiah

konsep-konsep yang baik

Penyajian melalui Kegiatan di Sebagian besar

ceramah atau laboratorium penelitian rutin

buku Pelajaran sekolah atau produksi

intelektual

BELAJAR Daftar perkalian Menerapkan Pemecahan

HAFALAN rumus-rumus dengan

untuk memecahkan coba-coba

masalah

BELAJAR BELAJAR BELAJAR

PENERIMAAN PENEMUAN PENEMUAN

TERPIMPIN MANDIRI

Gambar 2.2. Dua Kontinum Belajar (Dahar, 1996)

Dari gambar di atas dapat dilihat sepanjang garis mendatar dari kiri ke kanan berkurangnya penerimaan, dan bertambahnya belajar penemuan, sedangkan sepanjang garis vertikal dari bawah ke atas berkurangnya belajar hafalan, dan terbentuknya belajar bermakna dapat berjalan dengan baik pada belajar penemuan maupun penerimaan.

Ausubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya bila siswa menemukan sendiri pengetahuan, kalau diperhatikan gambar 2.2 tersebut, maka belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan belajar


(26)

  10

penemuan rendah kebermaknaannya dan merupakan belajar hafalan, yakni memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu teka-teki. Belajar penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada penelitian yang bersifat ilmiah.

Menurut Ausubel, yang terpenting dalam belajar ialah belajar bermakna. bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:3

Gambar 2.3. Informasi Baru Terkait pada Susunan Sel dalam Otak

       

3


(27)

Dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang baru berakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer yang telah ada itu. Tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maksudnya informasi baru a, b, c dikaitkan pada konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif (subsumer) A, B, C sehingga A mengalami diferensiasi lebih banyak dari pada B atau C.

Menurut Ausubel dan juga Novack (1977), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:

a. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.

b. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.

c. Informasi yang dilupakan sesudah subsumer obliteratif atau subsumer yang telah rusak, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi ”lupa”.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (1963) ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat striktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif baru, demikian pada sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, jelas dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang shahih dan jelas itu atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.

Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut : a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,

b. Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna


(28)

  12

2. Hakikat Peta Konsep a. Pengertian Konsep

Di dalam hidupnya manusia selalu melakukan kegiatan mengamati. Pengamatan terhadap sesuatu akan menimbulkan pengalaman dan pengetahuan. Pengalaman yang menarik tentang sesuatu akan menimbulkan keingintahuan lebih lanjut sehingga dilakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu itu lebih lagi. Pada saat itu terbentuklah persepsi sampai terjadinya asosiasi diantara persepsi disebut konseptualisasi (pembentukan konsep).

Konsep adalah suatu ide atau gagasan abstrak yang memungkinkan seseorang dapat mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa dan memungkinkan pula untuk menentukan apakah objek-objek tertentu merupakan contoh dari gagasan tersebut.4

Menurut Amien (1990), konsep merupakan suatu gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman tertentu yang relevan dan yang dapat digeneralisasikan.5 Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu konsep akan terbentuk apabila dua atau lebih objek dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri umum, bentuk dan sifatnya.

Konsep dapat didefinisikan dalam berbagai hal seperti berikut:

1) Konsep adalah gambaran dari ciri-ciri suatu objek sehingga dapat membedakan dengan objek lainnya.

2) Konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek kejadian. Kegiatan-kegiatan yang memiliki atribut yang sama.

3) Konsep merupakan pembentukan mental dalam mengelompokan kata-kata dengan penjelasan tertentu yang dapat diterima secara umum.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri karakter yang

       

4

Zainal Abidin, 2004. Pemahaman Konseptual dan Prosedural dalam Belajar Matematika, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, No. 17 Vol.2, h. 59. 

5

Yuni Tri Hewindati, 2004, Pemahaman Murid Sekolah Dasar Terhadap Konsep IPA Berbasis Biologi: Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi. Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan, Vol. 5 No. 1 h. 63. 


(29)

sama dari sekelompok objek dan fakta, baik merupakan suatu proses, peristiwa atau fenomena di alam yang membedakannya dari kelompoknya.

b. Pengertian Peta Konsep

Dalam bukunya yang berjudul Education Psychology : A Cognitive view.

Ausubel mengemukakan sebuah pernyataannya yang berbunyi :

“The most important single factor influencing learning is what the learner

already knows. Ascertain this and teach him accordingly” (Ausubel, 1968)

Pernyataan itu berbunyi : faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinlah ini dan ajarkan ia demikian. Pernyataan Ausubel inilah yang menjadi inti teori belajarnya. Jadi, agar terjadi belajar bermakna maka Ausubel sangat menekankan agar para guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa. Tetapi, Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui para siswa. Berkenaan dengan itu Novak (1985) dalam bukunya learning how to learn mengemukakan bahwa hal itu dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep atau pemetaan konsep.6

Penggunaan strategi peta konsep dikembangkan oleh Joseph D. Novack, seorang professor dari Universitas Cornell pada tahun 1970, sebagai cara untuk meningkatkan pembelajaran bermakna dalam sains. Kerja Novack mengenai peta konsep ini didasarkan pada teori Ausebel (teori asimilasi) yang menekankan pada pentingnya pengetahuan awal dalam memudahkan mempelajari konsep-konsep baru.7 Teori Ausebel ini adalah mengenai pembelajaran bermakna yang menekankan bahwa pengetahuan baru bergantung pada apa yang sudah diketahui.

Peta konsep adalah istilah yang digunakan oleh Novak dan Gowin (1984) tentang strategi/pendekatan yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa

       

6

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta : Erlangga, 1996), h.122. 

7

Eric Plotnic,. 2004, Concept Mapping a graphical system for understanding the relationship


(30)

  14

mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antar komponennya.8

Menurut Novak seperti dikutip Lehman, et al., (1985) dalam Manulu, pemetaan konsep adalah “A relatively structured visual means of representing

concept and their interrelationship” atau sebuah cara memvisualisasikan struktur

konsep-konsep secara relatif dan hubungan antara suatu konsep-konsep.

Menurut Jonassen, memetakan konsep adalah visualisasi kerangka konseptual untuk pembuatan konsep pengatahuan lebih tegas/eksplisit dan menuntut pelajar untuk memperhatikan hubungan antar konsep.9

Menurut Dahar (1988) dalam Pasaribu, peta konsep adalah alat peraga untuk memperlihatkan hubungan antara beberapa konsep yang telah tersusun, membuat peta konsep yang lengkap, maka pengajar dapat memutuskan bagaimana dari peta konsep yang telah dibuat akan diajarkan dan bagaimana yang terpaksa (sementara) diabaikan.10

Peta konsep adalah suatu gambar (visual) yang tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan konsep-konsep. Pemetaan konsep merupakan suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu proses yang melibatkan identfikasi konsep-konsep dari suatu materi pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki, mulai dari yang paling umum, kurang umum dan konsep-konsep yang lebih spesifik.11

Peta konsep adalah sebuah alat yang praktis untuk dapat belajar memahami pelajaran penuh makna yang mudah dipahami dan suatu kreasi dari kerangka pikir pengetahuan yang tidak hanya memanfaatkan dari pengetahuan

       

8

Peter G. Markow : Student’s Perception and Effects on Achievement. Journal of research in science teaching’ vol 35 no.9, h.1016. 

9

Eric Plotnic, Op cit, h.2. 

10

Abidin Pasaribu, “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Guru Fisika melalui Teknik Peta Konsep”, dalam Jurnal Forum Kependidikan, FKIP Universitas Sriwijaya, Palembang, Tahun ke-22, No. 1, September 2002, h.3. 

11

Kadir, “Efektivitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika”, dalam


(31)

yang ada akan tetapi dapat menyimpan pengetahuan untuk peride waktu tertentu yang lama.12

Peta konsep merupakan diagram yang memaparkan suatu informasi dalam bentuk hubungan antar konsep yang bermakna, penggunaan peta konsep dapat diterapkan dalam berbagai tahap pembelajaran termasuk pada persiapan pembelajaran. Membuat peta konsep pada prosesnya membutuhkan pembuatan yang ektif merefleksikan pemahamannya terhadap materi yang diajarkan.13

Menurut Maria, peta konsep merupakan suatu grafik yang terdiri dari tangkai yang mewakili konsep yang terstruktur. Peta konsep ini dapat digunakan untuk : (1) tugas yang berhubungan dengan struktur pengetahuan siswa, (2) suatu format tanggapan siswa, (3) penilaian.14

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peta konsep merupakan strategi yang dapat digunakan untuk pembelajaran, membantu siswa dalam mengorganisasikan konsep pelajaran berdasarkan arti dan hubungan antar komponennya, hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lain sehingga apa yang dipelajari oleh siswa akan lebih bermakna lebih mudah diingat dan lebih mudah dipahami untuk mengungkapkan kembali apa yang telah ada di dalam struktur kognitif siswa bila diperlukan.

c. Ciri-ciri Peta Konsep

Dahar mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:

1) Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.

       

12

Joseph D. Novak and Alberto J. Canas, “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them”, 2006 dalam http://champ.ihmc.us/publications/research papers/Theory Underlying Concept Maps,Pdf. 

13

Diah Aryulina, “ Perbaikan Bimbingan PPL dengan Menerapkan Teknik Peta Konsep”, dalam

Jurnal Forum Kependidikan, FKIP Universitas Sriwijaya, Palembang, Tahun ke-22 No.2, Maret 2003, h.99. 

14


(32)

  16

2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep, dan dengan demikian hanya memperlihatkan gambar satu dimensi saja. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu.

3) Ciri yang ketiga adalah mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep lain.

4) Ciri keempat adalah hirarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

d. Jenis-jenis Peta Konsep

Menurut Nur (2000), peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan

(network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept

map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).15 1) Pohon Jaringan (network tree)

Gambar 2.4. Peta Konsep Pohon Jaringan

       

15

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007), h.161. 


(33)

Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep menunjukan hubungan antara ide-ide itu. Kata-kata yang dituliskan pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu.

Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:

a) Menunjukkan sebab akibat. b) Suatu hierarki.

c) Prosedur yang bercabang.

Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.

2) Rantai Kejadian (event chain)

Gambar 2.5. Peta Konsep Rantai Kejadian

Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Dalam membuat rantai kejadian, pertama-tama temukan satu kejadian yang mengawali rantai itu. Kejadian ini disebut kejadian awal. Kemudian, temukan kejadian berikutnya dalam rantai itu dan lanjutkan sampai mencapai suatu hasil.


(34)

  18

Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut: a) Memberikan tahap-tahap suatu proses.

b) Langkah-langkah dalam suatu prosedur linier. c) Suatu urutan kejadian.

3) Peta Konsep Siklus (cycle concept map)

Gambar 2.6. Peta Konsep Siklus

Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu menhubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang.

4) Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)


(35)

Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:

a) Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori b) Kategori yang tidak paralel

c) Hasil curah pendapat.

e. Kegunaan Peta Konsep

Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan, antara lain : 16

1) Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa

Dalam mencapai proses belajar bermakna membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan konsep-konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar proses ini, baik guru maupun siswa perlu mengetahui tempat awal konseptual. Dengan kata lain perkataan guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai, sedangkan para siswa diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konsep-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu. Dengan menggunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dan dengan demikian para siswa diharapkan akan mengalami belajar bermakna.

       

16

Ratna Wilis Dahar, Op cit., h.129.

   


(36)

  20

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan guu untuk maksud ini ialah dengan memilih satu konsep utama (key concept) dari pokok bahasan baru yang akan dibahas. Para siswa diminta untuk menyusun peta konsep yang memperlihatkan semua konsep yang dapat mereka kaitkan pada konsep utama itu, serta memperlihatkan pula hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang mereka gambar itu. Dengan melihat hasil peta konsep yang telah disusun para siswa itu, guru dapat mengetahui sampai berapa jauh pengetahuan para siswa mengenai pokok bahasan yang akan diajarkan itu, dan inilah yang dijadikan titik tolak pengembangan selanjutnya.

Pendekatan lain yang dapat digunakan guru ialah memilih beberapa konsep penting dari pokok bahasan yang akan diajarkan. Para siswa kemudian disuruh menyusun peta konsep dengan menghubungkan konsep-konsep itu. Lalu para siswa diminta untuk menambahkan konsep dan mengaitkan konsep-konsep itu hingga membentuk proposisi yang bermakna. Dari peta-peta konsep-konsep yang dihasilkan oleh para siswa, guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan para siswa tentang pokok bahasan yang akan diajarkan.

2) Mempelajari cara belajar

Bila seorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran, ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari isi bab itu, ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang kurang inklusif pada konsep yang paling inklusif, demikian seterusnya. Lalu ia mencari kata atau kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proposisi-proposisi yang bermakna. Lebih dari itu ia akan berusaha mengingat konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau, atau menerapkan konsep-konsep yang sedang dihadapinya ke dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara demikian ia telah berusaha benar untuk memahami isi pelajaran itu. Belajar bermakna telah berlangsung pada siswa itu.


(37)

Tetapi perlu disadari bahwa belajar bermakna baru terjadi bila pembuatan peta konsep itu bukan untuk memenuhi keinginan guru, jadi seakan-akan mau menyenangkan guru, melainkan harus timbul dari keinginan siswa untuk mau memahami isi pelajaran bagi dirinya sendiri. Siswa benar-benar harus mempunyai kesiapan dan minat untuk belajar bermakna, seperti dikatakan oleh Ausubel. Sikap ini harus dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat terjadi. Jadi, peta konsep berfungsi untuk menolong siswa mempelajari cara belajar.

Oleh karena peta konsep itu mengungkapkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang dimiliki seseorang, maka guru dan siswa, demikian pula siswa dan siswa dapat mengadakan diskusi untuk saling mengemukakan mengapa suatu hubungan proposional itu baik atau sahih. Dengan cara ini dapat diketahui kekurangan-kekurangan dalam mengaitkan konsep-konsep, dan guru dapat menyarankan agar siswa bersangkutan lebih baik belajar.

3) Mengungkapkan konsepsi salah

Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan di atas, peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada siswa. Konsepsi salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah. Konsepsi salah yang biasa dijumpai pada siswa ialah bahwa mereka melihat zat padat atau zat cair terbentuk dari molekul-molekul yang padat atau molekul-molekul “berupa air”. Tetapi setelah mereka menyadari, bahwa molekul-molekul dikelilingi oleh ruang kosong, dan bahwa tingkat wujud dihubungkan dengan suhu dan pola ikatan antara molekul-molekul, maka mereka menyesuaikan pendapat lama mereka dengan pendapat baru mereka (jadi terjadi penyesuaian integratif); es berubah menjadi cair bila dipanaskan, bukan karena molekul-molekulnya berubah, yaitu dari padat menjadi cair, melainkan karena ikatan-ikatan antara molekul-molekulnya putus. Dan bila banyak energi diberikan, molekul-molekul itu dapat “beterbangan”, membentuk gas yang akan memuai tak terhingga bila tempat molekul-molekul itu tidak tertutup.


(38)

  22

4) Alat evaluasi

Penerapan peta konsep dalam pendidikan salah satunya adalah sebagai alat evaluasi. Selama ini alat-alat evaluasi yang dikenal oleh guru dan siswa terutama berbentuk tes objektif atau tes essai. Walaupun cara evaluasi ini akan terus memegang peranan dalam dunia pendidikan. Menurut Dahar, peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan atas tiga prinsip dalam teori kognitif Ausubel, yaitu :

a) Struktur kognitif diatur secara hierarkis dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.

b) Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses yang kontinyu, dimana konsep-konsep baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proporsional. Jadi konsep-konsep tidak pernah tuntas dipelajari, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi dan dibuat lebih inklusif.

c) Prinsip penyesuaian integratif menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat apabila siswa menyadari akan perlunya kaitan-kaitan baru antara segmen-segmen konsep atau proposisi. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan kaitan-kaitan silang antara segmen-segmen konsep.

Karena peta konsep bertujuan untuk memperjelas pemahaman suatu bacaan, sehingga dapat dipakai sebagai alat evaluasi dengan cara meminta siswa untuk membaca peta konsep dan menjelaskan hubungan antara konsep satu dengan konsep yang lain dalam satu peta konsep.

f. Cara Menyusun dan Menilai Peta Konsep yang dibuat Siswa

Untuk menyusun peta konsep tidaklah sulit. Guru dan siswa dapat belajar menyusunnya dalam waktu yang relatif singkat. Menurut Arnaudin, et.al (1984) dalam Rusmansyah, lama waktu 3 x 20 menit diselingi dengan pekerjaan rumah sudah cukup bagi siswa untuk bisa membuat peta konsep.


(39)

Beberapa langkah yang harus diikuti untuk membuat peta konsep dengan benar adalah sebagai berikut:17

1) Memilih dan menentukan suatu bahan bacaan.

Bahan bacaan dapat dipilih dari buku bacaan, seperti buku catatan dan LKS. 2) Menentukan konsep-konsep yang relevan.

Mengurutkan konsep-konsep itu dari yang paling umum ke yang paling khusus atau contoh-contoh.

3) Menyusun/menuliskan konsep-konsep itu di atas kertas.

Memetakan konsep-konsep itu berdasarkan kriteria antara lain: konsep yang paling umum di puncak, konsep-konsep yang berada pada tingkatan abstraksi yang sama diletakkan sejajar satu sama lain, konsep yang lebih khusus diletakkan di bawah konsep yang lebih umum.

4) Menghubungkan konsep-konsep dengan kata penghubung tertentu untuk membentuk proposisi atau garis penghubung.

5) Jika peta sudah selesai, perhatikan kembali letak konsep-konsepnya dan perbaiki atau susun kembali agar menjadi lebih baik dan berarti.

Dalam memberi skor peta konsep secara sederhana dan ideal, pertama adalah konstruksi/susunan konsep yang dibuat siswa pada saat dievaluasi. Secara sederhana pemberian skor terhadap peta konsep yang dibuat oleh siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Pemberian skor terhadap peta konsep

Menyatakan Skor

Hubungan 11

Hirarki 3 Cabang 7

Dari umum ke khusus 3

Hubungan silang 2

Skor Total 26

       

17


(40)

  24

g. Manfaat Strategi Peta Konsep

Dalam pembelajaran, penggunaan peta konsep dapat memberikan beberapa manfaat yaitu:18

1) Bagi guru

a) Membantu untuk mengerjakan apa yang telah diketahui dalam bentuk yang lebih sederhana, merencanakan dan memulai suatu topik pembelajaran, serta mengolah kata kunci yang akan digunakan dalam pembelajaran.

b) Membantu untuk mengingat kembali dan merevisi konsep pembelajaran, membuat pola catatan kerja dan belajar yang sangat baik untuk keperluan presentasi.

c) Membantu untuk mendiagnosis apa-apa yang telah diketahui para siswa dalam bentuk struktur yang mereka bangun dalam bentuk kata-kata.

d) Membantu untuk mengetahui adanya miskonsepsi dari para siswa, contohnya dalam ujian akan tergambar kemampuan siswa mengolah idenya dalam bentuk grafik ataupun penggunaan visual yang representatif. e) Membantu untuk mengecek pemahaman siswa akan konsep yang

dipelajari, dimana peta konsep yang dibuat siswa benar atau masih salah. f) Membantu untuk memperbaiki kesalahan konsep yang diterima siswa

sebagai dasar untuk pembelajaran selanjutnya sehingga akhirnya efektif untuk merubah kesalahan konsep yang diterima siswa.

g) Membantu untuk merencanakan instruksional pembelajaran dan evaluasinya ataupun untuk mengukur keberhasilan tujuan instruksional pembelajaran.

2) Bagi siswa

a) Membantu untuk mengidentifikasi kunci konsep,

menaksir/memperkirakan hubungan pemahaman dan membantu dalam pembelajaran lebih lanjut.

       

18


(41)

b) Membantu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih baik sehingga mudah untuk keperluan ujian.

c) Membantu menyediakan sebuah pemikiran untuk menghubungkan konsep pembelajaran.

d) Membantu untuk berpikir lebih dalam dengan ide siswa dan menjadikan para siswa mengerti benar akan pengetahuan yang diperolehnya.

e) Mengklarifikasikan ide yang telah diperoleh siswa tentang sesuatu dalam bentuk kata-kata.

f) Membuat suatu struktur pemahaman dari bagaimana semua fakta-fakta (yang baru dan eksis) dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya. g) Belajar bagaimana mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan

konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman yang baik dan menuliskannya dengan benar.

Selanjutnya menurut Novak dan Gowin (1977) dalam Arif, penerapan peta konsep pada proses pembelajaran diharapkan memungkinkan:19

1) Informasi yang dipelajari akan lebih lama diingat.

2) Informasi yang tersubsumsi mengakibatkan peningkatan deferensiasi dari subsumer, sehingga memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi yang mirip.

3) Meskipun informasi yang telah terabsumsi tidak dapat dipanggil lagi dari memori atau telah terjadi lupa disebabkan karena subsumsi obliteratif (subsumsi rusak), tetapi telah meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip selanjutnya.

Sehubungan dengan itu, pemetaan konsep bukan saja menunjukkan susunan konsep-konsep tetapi menunjukkan juga perkaitan antara konsep. Oleh karena itu, proses pembentukan gagasan dalam pikiran siswa melalui peta konsep mampu melatih syaraf-syaraf otak untuk berfikir secara lebih kritis dan melatih kesadaran tentang konsep yang sedang dipelajari (metakognitif). Tidak berlebihan jika peta konsep dikatakan sebagai alat yang dapat mendorong dan mengubah

       

19

Arif Sholahuddin, “Implementasi Teori Ausubel pada Pembelajaran Kimia Karbon”, dalam


(42)

  26

beberapa pola berfikir dan memperbaiki teknik pemikiran dalam proses pembelajaran para siswa. Inilah yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan pembelajaran lebih bermakna.

Menurut Michael Michalko, dalam buku terlarisnya Cracking Creativity, peta konsep akan:

1) mengaktifkan seluruh otak,

2) membereskan akal dari kekusutan mental,

3) memungkinkan kita berfokus pada pokok behasan,

4) membantu menunjukkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang saling terpisah,

5) memberi gambaran yang jelas pada keseluruhan dan perincian,

6) memungkinkan kita mengelompokkan konsep, membantu kita

membandingkannya dan,

7) mensyaratkan kita untuk memusatkan perhatian pada pokok bahasan yang membantu mengalihkan informasi tentangnya dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang.20

Dengan demikian peta konsep lebih memberdayakan pada proses berpikir analisis dan logika dari pembuatan peta konsep tersebut. Sehingga peta konsep dapat memberikan hubungan yang penting khususnya teori belajar dan mengajar. Maka belajar yang efektif dan bermakna dapat berlangsung bila hubungan-hubungan dapat dibangun antara konsep-konsep baru dengan konsep-konsep yang telah terbentuk di dalam struktur kognitif siswa. Selain itu peta konsep dalam proses belajar mengajar dikelas dapat mengurangi kefasipan siswa dan memacu minat serta partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar yang bermakna.

Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta ataupun kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang diperoleh dan telah diolah akan menjadi suatu ingatan. Ingatan merupakan suatu proses biologi, yaitu pemberian kode-kode terhadap informasi dan pemanggilan informasi kembali ketika informasi

       

20


(43)

tersebut dibutuhkan. Pada dasarnya ingatan adalah sesuatu yang membutuhkan jati diri manusia dan membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Ingatan memberikan titik-titik rujukan pada masa lalu dan perkiraan pada masa depan. Ingatan merupakan reaksi elektrokimia yang rumit yang diaktifkan melalui beragam saluran inderawi dan disimpan dalam jaringan saraf yang sangat rumit dan unik di seluruh bagian otak. Ingatan dibentuk melalui berfikir, bergerak dan mengalami hidup (rangsangan inderawi). Semua pengalaman yang dirasakan akan disimpan dalam otak, kemudian akan diolah dan diurutkan oleh struktur dan proses otak mengenai nilai dan kegunaannya.

3. Hakikat Hasil Belajar Fisika a. Hakikat Belajar

Belajar yaitu suatu perubahan di dalam kepribadian yang mengatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian. Jadi, definisi belajar dari beberapa elemen:21 1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu

dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi pada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.

3) Belajar adalah perubahan relatif mantap, harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang.

4) Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.

       

21

Goeroendeso. http://goeroendeso.wordpress.com/2009/11/09/belajar-dan-hasil-belajar/(03 Juni 2010). 


(44)

  28

Menurut Hilgard (1984):22

Learning is the proses by which an activity originates or is changed through training procedures (whetherin the laboratory or in the natural environment) as distinguisbed from change by factors not anributableto training.”

Sebagai proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu yang menurut Edi Suardi sebagai berikut:23

1) Belajar mengajar memiliki tujuan.

2) Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan.

3) Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.

4) Ditandai dengan aktivitas anak didik.

5) Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing. 6) Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.

7) Ada batas waktu. 8) Evaluasi.

Belajar terjadi lebih efektif apabila: 24

1) Dalam lingkungan yang nyaman secara fisik dan psikis bagi wajib belajar. Nyaman fisik: sarana dan prasarana belajar yang memadai dan menyenangkan.

Nyaman psikis: hubungan saling percaya, saling menghargai, saling membantu, bebas menyatakan pendapat, dan menerima perbedaan diantara wajib belajar dan pendidik.

2) Wajib belajar merasakan kebutuhan belajar.

Wajib belajar menganggap tujuan belajar sebagai tujuannya sendiri. 3) Wajib belajar terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan belajar.

Wajib belajar aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar.

       

22

Sumadi Surya Brata. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Pers. 2006).h. 232. 

23

Syaiful Bahri Djamarah. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta. 2002) Cet.2, h.46.  

24


(45)

4) Berpusat pada pengalaman.

Wajib belajar mengalami secara langsung atau tidak langsung proses belajar dan menggunakan pengalamannya secara tepat.

5) Wajib belajar menerima umpan balik yang tepat untuk menilai keberhasilan mereka mencapai tujuan.

Pembelajaran fisika akan lebih bermakna apabila diimbangi dengan strategi belajar yang tepat. Dalam hal ini pemilihan pendekatan pembelajaran sebagai alat hasil belajar siswa. Pembelajaran harus melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, terlebih lagi jika mereka dapat bekerja sama dan saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Hakikat Hasil Belajar

Bila terjadi proses belajar, maka terjadi juga proses mengajar. Jika sudah terjadi proses/interaksi antara yang mengajar dengan yang belajar. Dari proses belajar mengajar ini akan diperoleh hasil yang pada umumnya disebut hasil pengajaran, atau dengan istilah tujuan pembelajaran atau hasil belajar. Agar hasil belajar biasa seoptimal mungkin pembelajaran harus benar-benar terorganisasi dengan baik.

Hasil belajar adalah indikasi yang menunjukan upaya penguasaan pengetahuan (kognitif) siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan guru melalui kegiatan ko-kulikuler (pekerjaan rumah) dan tes ulangan.

Sedangkan Benyamin Bloom secara garis besar membagi menjadi beberapa ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Pada penelitian ini, penulis hanya akan mengungkapkan hasil belajar pada ranah kognitif saja.

Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih melibatkan kegiatan mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu: 1) Ingatan (knowledge)

Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya.


(46)

  30

2) Pemahaman (comprehension)

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram, atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau sebaliknya, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan interpolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri.

3) Penerapan (application)

Jenjang penerapan ialah kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada situasi konkrit.

4) Analisis (analysis)

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi gelas.

5) Sintesis (syntesis)

Jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun karangan (laporan praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa, dan informasi lainnya.

6) Evaluasi (evaluation)

Jenjang evaluasi ialah kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.

Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru harus memiliki pandangan. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa : “suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pelajaran dinyatakan berhasil apabila Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) dapat tercapai.25

       

25

Syaiful Bhari Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h.105. 


(47)

Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalu tes prestasi belajar. Menurut Purwanto, tes hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk menilai-nilai pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, untuk dosen dan mahasiswanya dalam waktu tertentu.26

Tes hasil belajar merupakan cara yang dipergunakan atau prosedur yang ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan prestasi siswa.27 Jadi, agar memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat keberhasilan belajar siswa serta tingkat penguasaan pengetahuan tertentu perlu diukur dengan alat evaluasi.

c. IPA dan Pembelajaran Fisika

Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin scientia

yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. 28 Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu.

Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real

Science is both product and process, inseparably joint” (Agus. S. 2003: 11).29

Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan

       

26

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h.43. 

27

Sudijono Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2001), h. 164. 

28

http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu Pengetahuan Alam (3 Juni 2010) 

29


(48)

  32

hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhirnya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.

Ilmu berkembang dengan pesat pada dasarnya ilmu berkembang dari dua cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam

(the natural scince) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam

ilmu-ilmu social (the social science). Ilmu-ilmu alam membagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu alam (the physical science) dan ilmu hayat (the biological science). Ilmu alam adalah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat mempelajari makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit) dan ilmu bumi (the earth science) yang mempelajari bumi kita.30

Fisika (bahasa yunani: (physkos), “alamiah”, dan (physis), “alam”) adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskropis yang membentuk segala meteri (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos.31 Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hokum kekekalan energy. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hokum fisika.

Fisika sering disebut sebagai “ilmu paling mendasar”, karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika.

       

30

Ibid. 

31


(49)

Fisika juga berkaitan erat dengan matematika. Teori fisika banyak dinyatakan dalam notasi matematis, dan matematika yang digunakan biasanya lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya. Pernbedaan antara fisika dan matematika adalah fisika berkaitan dengan pemberian dunia material, sedangkan matematika berkaitan dengan pola-pola abstrak yang tak selalu berhubungan dengan dunia material. Ada wilayah luas penelitian yang beririsan antara fisika dan matematika, yakni fisika matematis yang mengembangkan struktur matematis bagi teori-teori fisika.

Fisika merupakan salah satu disiplin ilmu yang terdiri atas komponen-komponen alam yang saling terkait. Komponen itu adalah objek dari gejala-gejala alam yang sangat luas dan selalu berkembang dari waktu ke waktu yang memberikan konsekuensi pada manusia.

Mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang banyak memerlukan pemahaman konsep dan konsep yang satu dengan konsep yang lain saling berhubungan secara hierarki. Banyak orang menganggap bahwa pelajaran fisika ini sangat menjenuhkan sehingga terkesan fisika ini membuat pasif siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga ini sangat mempengaruhi hasil pembelajaran yang didapat.

Dari pernyataan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwasannya dalam pembelajaran fisika lebih diarahkan kepada siswa untuk aktif dalam belajar fisika serta dapat menguasai konsep-konsep fisika secara sistematik, sehingga dalam suatu proses pembelajaran menjadi bermakna.

4. Hubungan Peta Konsep dengan Hasil Belajar

Belajar merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat kerangka pikiran yang berbeda. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik, dialog, pengertian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan dan lain-lain. Dalam prosesnya tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi lengkap.

Peta konsep mempunyai peran yang besar dalam proses belajar mengajar, siswa akan lebih termotivasi dalam belajar apabila konsep-konsep yang digunakan


(50)

  34

tersususn dengan jelas, sehingga pemahaman akan lebih lama diingat yang mengakibatkan belajar akan lebih menyenangkan.

Adapun hubungan peta konsep dengan hasil belajar antara lain:

a) Proses pembelajaran dengan peta konsep membuat siswa akan lebih mampu mengidentifikasi konsep, menghubungkan konsep, dan memecahkan masalah pada konsep yang kurang relevan.

b) Dengan menggunakan peta konsep prestasi dan motivasi siswa akan meningkat.

c) Proses belajar mengajar akan lebih efektif dan efisien.

Dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, diharapkan pengalaman belajar akan lebih lama diingat sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Karena pada dasarnya konsep-konsep fisika tidak lepas dari kehidupan sehari-hari siswa, sehingga dengan diterapkannya strategi peta konsep siswa mampu untuk mengaplikasikan konsep-konsep fisika dengan persoalan yang siswa alami sehari-hari.

B. Kerangka Pikir

Fisika merupakan mata pelajaran yang banyak memerlukan pemahaman konsep. Rendahnya hasil belajar fisika siswa sekarang ini disebabkan karena pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Hal ini menyebabkan proses belajar mengajar berlangsung satu arah, yaitu guru memberi informasi dan siswa menerimanya. Siswa menjadi tidak aktif dalam pembentukan pengetahuan karena sebagian besar siswa cenderung menghafal catatan yang diberikan guru tanpa mengerti maksud dari materi yang disampaikan. Akibatnya sebagian besar siswa tidak dapat menghubungkan antara satu konsep ke konsep lain dalam satu materi fisika.

Oleh karena itu, dalam mengajarkan pelajaran fisika kepada siswa, guru harus memiliki beberapa teknik dan keterampilan mengajar yang cukup. Misalnya memfokuskan perhatian siswa pada materi serta membantu siswa mengingat materi yang sudah dipelajari secara garis besar. Keterkaitan antara konsep-konsep dalam fisika menuntut guru untuk dapat menyampaikan materi pelajaran secara


(51)

bermakna, yang berarti siswa telah dapat menghubungkan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya.

Melalui peta konsep, guru dapat mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika, karena peta konsep pada dasarnya berisi konsep-konsep suatu materi pelajaran yang tersusun secara hierarkis, mulai dari yang paling umum sampai kepada yang paling khusus. Adapun sasaran utama strategi peta konsep adalah meningkatkan minat dan motivasi siswa secara kritis dan kreatif sehingga dapat pula meningkatkan penguasaan konsep-konsep esensial pada bidang studi yang dipelajari.

Dari strategi peta konsep yang menekankan pada hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain sehingga menjadi konsep-konsep hierarki. Membawa siswa pada penguasaan belajar yang lebih sederhana. Ini berarti bahwa hasil belajar fisika siswa yang diajar menggunakan strategi peta konsep diduga akan lebih baik daripada yang tidak menggunakan peta konsep. Dengan kata lain pembelajaran melalui strategi peta konsep diduga akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Adapun gambaran kerangka pikir dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(52)

  36

Proses penerapan  strategi peta konsep 

• Pembelajaran menjadi lebih bermakna. 

• Siswa dapat menghubungkan antara  satu konsep ke konsep lain dalam satu  materi fisika. 

Masalah Penelitian:

• Pembelajaran fisika yang disajikan guru di kelas pada  umumnya dilakukan secara teacher centered.  • Siswa cukup sulit memahami konsep‐konsep fisika 

karena banyak dari konsep fisika yang bersifat abstrak. 

• Siswa cenderung hanya menghafal tanpa memahami  konsep fisikanya itu sendiri. 

• Siswa tidak dapat menghubungkan antara satu konsep  ke konsep lain dalam satu materi fisika

Siswa Guru

Hasil Belajar Meningkat

 

Gambar 2.8. Bagan Kerangka Pikir

C. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penggunaan peta konsep antara lain sebagai berikut:

1. Ahmad Riduan dalam skripsi yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Peta Konsep (Concept Mapping) terhadap Hasil Belajar Biologi”, memberikan kesimpulan bahwa penggunaan peta konsep dalam


(53)

pembelajaran menyebabkan nilai rata-rata hasil belajar biologi lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran tanpa peta konsep.32

2. Neng Friesda Jamilah. F dalam skripsi yang berjudul ”Penerapan Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi”, memberikan kesimpulan bahwa siswa menjadi termotivasi belajar dengan menggunakan peta konsep.33

3. Tahmidah Rahmi dalam skripsi yang berjudul ”Peningkatan Pemahaman Konsep Ekosistem Berbasis Nilai Melalui Strategi Pembelajaran Peta Konsep”, memberikan kesimpulan bahwa terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan strategi peta konsep pada konsep ekosistem berbasis nilai.34

4. Kadir dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan yang berjudul ”Efektivitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika”, memberikan kesimpulan bahwa strategi peta konsep memberikan pengaruh dalam pembelajaran sains dan matematika.35

5. Penggunaan peta konsep pada anak usia 10-11 tahun dalam mempelajari konsep program baru dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Kebanyakan siswa berpendapat bahwa penggunaan peta konsep membantu belajar mereka menjadi lebih bermakna dan dapat mengorganisasikan konsep-konsep yang kompleks. (Hanna Barenholz dan Pinchos Tamir di Israel)

       

32

Ahmad Riduan, “Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Peta Konsep (Concept Mapping) terhadap Hasil Belajar Biologi”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syahid, 2005), h.43.  

33

Neng Friesda Jamilah.F, “Penerapan Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syahid, 2008), h.72. 

34

Tahmidah Rahmi, “Peningkatan Pemahaman Konsep Ekosistem Berbasis Nilai Melalui Strategi Pembelajaran Peta Konsep”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syahid, 2010)  

35


(1)

67

diajar dengan metode konvensional. Dengan demikian, ternyata terbukti bahwa penggunaan strategi peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep tata surya.

E. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama satu bulan, peneliti menyadari bahwa terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Beberapa yang perlu diperhatikan diantaranya persiapan penelitian yang kurang optimal sehingga penelitian tidak sepenuhnya menggambarkan keadaan secara utuh kemampuan siswa secara keseluruhan. Selain itu, penelitian ini hanya ditujukan untuk mata pelajaran fisika pada konsep tata surya saja sehingga tidak digeneralisasikan untuk konsep yang lain pada mata pelajaran yang sama, ataupun pada mata pelajaran lainnya dan tingkat pendidikan lainya.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa “Strategi peta konsep berpengaruh positif terhadap hasil belajar fisika siswa.” Hasil belajar fisika siswa yang menggunakan strategi peta konsep lebih baik dari pada hasil belajar fisika siswa yang tidak menggunakan strategi peta konsep (pendekatan konvensional). Hasil pretest untuk kelompok eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 42.4, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 44.1. Dan hasil posttest untuk kelompok eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 75.4, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 66.7. Dari hasil perhitungan uji-t diperoleh nilai thitung sebesar 2.79 dengan

α

= 0.05 diperoleh ttabel sebesar 2.00.

B. Saran

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Untuk dapat meningkatkan keterampilan guru dalam menerapkan strategi peta konsep, sebaiknya guru dapat mengoptimalkan waktu pertemuan, sehingga kualitas pembelajaran akan meningkat dan berpengaruh baik terhadap penguasaan konsep fisika siswa.

2. Untuk peneliti lain, hendaknya pembelajaran dengan strategi peta konsep ini dapat diterapkan pada konsep-konsep fisika lainnya.


(3)

   

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2004. Pemahaman Konseptual dan Prosedural dalam Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran No.17, Vol.2.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

__________________. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Asan, A. 2007. Concept Mapping in Science Class: A Case Study of fifth grade students. Educational Technology & Society, 10(1), 186-195.

Aryulina, Diah. Perbaikan Bimbingan PPL dengan Menerapkan Teknik Peta Konsep. Jurnal Forum Kependidikan FKIP Univeritas Sriwijaya Palembang Tahun ke-22, No.2, Maret 2003.

Brata, Sumadi Surya. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Buzan, Toni. 2008. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Djamarah, Saiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta; Rineka Cipta. Hewindati, Yuni Tri. 2002. Pemahaman Murid Sekolah Dasar (SD) Terhadap

Konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Berbasis Biologi : Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi. Skripsi Universitas Terbuka. Jakarta: Lembaga Penelitian Pusat Indonesia.

Herlanti, Yanti. 2008. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta: Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ____________. 2006. Science Education Research. Jakarta: Jurusan Pendidikan

IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

69 


(4)

Hidayatullah, Asep. 2008. Pengaruh Metode Demonstrasi Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Iuli, R. J., & Hellden, G. 2004. Using concept maps as a research tool in science

education research. Concept maps: Theory, methodology,

technology proceedings of the first internationsl conference on concept mapping. A. J. Canas, J. D. Novak, F. M. Gonzalez, Eds. Pamplona, Spain.

Kadir. Efektivitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan

Matematika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 051, Tahun ke-10 November 2004.

Leake DB, Maguitman A, Reichherzer T, Cañas AJ, Carvalho M, Arguedas M, and Eskridge T. 2004. A Concept Map: Towards Automatic Concept-Map-Based Query Formation, In: Cañas AJ, Novak JD, and González FM (Eds). Concept Maps: Theory, Methodology, Technology. Proceedings of the First International Conference on Concept Mapping. Universidad Pública de Navarra: Pamplona, Spain. h. 409-416.

Mahardika, I Ketut. 2007. Membekali Kemampuan Mahasiswa Fisika dalam Mengevaluasi Kemampuan Belajar Siswa dengan Model Tes Bergambar Kartun Kejadian Fisika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 064, Tahun ke-31, Januari 2007.

Mcclure, John R dan Brian Sonak. 1999. Concept Map Assessment of Classroom Learning : Reliability, Validity, and Logical Practicality. Journal of Research in Science Teaching. Vol.36, No.4, h.475-492.

Markow, Peter G. 2000. Student’s Perception and Effects on Achievement. Journal of Research in Science Teaching Vol.35, No.9.

Mistades, Voltaire Mallari. 2009. Concept Mapping in Introductory Physics. Journal of Education and Human Development. Vol.3, No.1.

Nasution, Noehi. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: UT Press. Nn. http://id.wikipedia.org/wiki/fisika (3 Juni 2010)


(5)

   

Nn. http://goeroendeso.wordpress.com/2009/11/09/belajar-dan-hasil-belajar/(3 Juni 2010)

Novak, Joseph D dan Alberto J. Canas. 2004. The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them. http://champ.ihmc.us/publications/research/paper/theory Underlying Concept Maps,Pdf.

Oliver, K. & Raubenheimer, D. 2006. Online concept mapping in distance teacher education: Two case studies. Paper presented at the Annual Conference of the Society for Information Technology and Teaching Education (SITE). Retrieved on August 29, 2007 at http://litre.ncsu.edu/docs/progress2005/oliver_pr2.doc

Pasaribu, Abidin. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Guru Fisika Melalui Teknik Peta Konsep. Jurnal Forum Kependidikan FKIP Universitas Sriwijaya Palembang Tahun ke-22, No.1, September 2002.

Plotnic, Eric. 2004. Concept Mapping a graphical system for understanding the relationship.http:ccwf.cc.utexas.edu/edu/∼dcw/research/concept.html. Purwanto, Ngalim. 2004. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ruiz, Maria Atracelli dan Richard J. Shavelson. 2004. Problem and Issus in the Use of Concept Maps in Science Assesment. Journal of Research Teaching Vol.33, No.6.

Rusmansyah. Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Karbon Melalui Strategi Peta Konsep (Concept Mapping). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 42, Tahun ke-9.

Sholahuddin, Arif. Implementasi Teori Ausubel pada Pembelajaran Kimia Karbon. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan no.039, Tahun ke-8, November 2002.

Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

71 


(6)

_____________. 2007. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Yusuf, Yustini dkk. 2006. Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi Melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa kelas II4 SMP Negeri 2

Pekan Baru Tahun Pelajaran 2004/2005. http://biologi-fkip.unri.ac.id/karya_tulis/5%20Yustini-Upaya%20Peningkatan %20Aktifitas%2059-63.pdf,13 Agustus 2009.


Dokumen yang terkait

"PENGARUH LINGKUNGAN SEKITAR SEOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR PESETA DIDIK PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS X-l SMA 2 MEI TANGERANG SELATAN",

6 103 116

Pengaruh model pembelajaran Tandur terhadap hasil belajar Fisika siswa (quasi eksperimen di SMP Nusantara Plus)

0 23 102

Pengaruh pendekatan pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika siswa (quasi eksperimen di SMP al-Fath Cirendeu)

0 22 234

Pengaruh model pembelajaran simplex basadur terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di kelas VII MTs Al ASIYAH Cibinong

1 18 166

Pengaruh Penggunaan Media Gambar Kartun Terhadap Hasil Belajar Ips Pada Siswa Kelas Viii Smp Al-Amanah, Setu Tangerang Selatan

2 23 191

Pengaruh penggunaan model ARCS terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep dinamika rotasi dan keseimbangan benda tegar: penelitian quasi eksperimen di SMA N 86 Jakarta

1 5 148

Pengaruh Metode Eksperimen Verifikasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Konsep Benda Dan Sifatnya (Quasi Eksperimen)

0 11 193

“Pengaruh Metode Pembelajaran Demonstrasi terhadap Hasil Belajar Siswa” (Sebuah Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Islamiyah Ciputat).

1 17 196

Perbedaan penguasaan konsep antara siswa yang menggunakan concept mapping dengan argument mapping pada konsep kingdom fungi (jamur) (kuasi eksperimen di SMAN 11 Tangerang Selatan)

2 29 236

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI MELALUI PENERAPAN STRATEGI PENGORGANISASIAN PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING.

0 0 16