Dari hasil olahan data, dihasilkan normal P-Plot seperti terlihat di gambar 4.3 menunjukkan bahwa titik sampel secara keseluruhan
mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian untuk memenuhi model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji Multikoliniearitas
Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa suatu model regresi dinyatakan bebas multikolinearitas dapat dilihat dari
nilai Tolerance dan nilai VIF. Nilai Tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik α, sedangkan nilai
variance inflation factor VIF adalah faktor inflasi penyimpangan baku kuadrat. Varia
bel bebas mengalami multikolonearitas jika: α hitung α dan VIF hitung VIF. Sedangkan Variabel bebas tidak
mengalami multikolinearitas jika: α hitung α dan VIF hitung VIF. Nilai tolerance
α dan nilai VIF dapat dicari dengan menggabungkan kedua nilai tersebut sebagai berikut:
6
Besar nilai tolerance α:
α hitung = 1 VIF Besar nilai variance inflation factor VIF:
6
Danang Sunyoto, Uji Khi Kuadrat Regresi untuk penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu, Ed.I; Cet.I,2010, h.97
VIF = 1 α hitung
Berikut ini adalah hasil uji multikolinearitas yang disajikan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas
No. Variabel
Collinearity Statistic Tolerance
VIF
1 KAP X1
0.658 1.520
2 BOPO X2
0.833 1.201
3 FDR X3
0.715 1.399
Sumber: Olah data hasil output SPSS Hasil uji multikoliniearitas pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa
jika menggunakan alphatolerance = 10 atau 0,10, maka VIF = 10. Dari output nilai VIF hitung VIF KAP = 1.520, VIF BOPO = 1.201,
dan VIF FDR = 1.399 VIF = 10 dan semua tolerance variabel bebas KAP = 65,8, BOPO = 83,3, dan FDR = 71,5 lebih dari
10, dapat disimpulkan bahwa antar variabel bebas tidak terjadi multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Analisis uji asumsi heteroskedastisitas hasil output SPSS melalui grafik scatterplot antara Z prediction ZPRED yang
merupakan variabel bebas sumbu X = Y hasil prediksi dan nilai residualnya SRESID merupakan variabel terikat sumbu Y = Y
prediksi
– Y riil. Homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot
titik-titik hasil pengolahan data antara ZPRED dan SRESID menyebar di bawah maupun di atas titik origin angka 0 pada sumbu Y dan
tidak mempunyai pola yang teratur. Heteroskedastisitas terjadi jika
pada scatterplot titik-titiknya mempunyai pola yang teratur baik menyempit, melebar maupun bergelombang-gelombang.
7
7
Danang Sunyoto, Uji Khi Kuadrat Regresi untuk penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu, Ed.I; Cet.I,2010, h.101.
Sumber: data sekunder yang diolah.
Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Analisis hasil output SPSS gambar scatterplot di atas didapatkan titik
– titik menyebar di bawah dan di atas sumbu Y, dan tidak mempunyai pola yang teratur, jadi kesimpulannya variabel
bebas di atas tidak terjadi heteroskedastisitas atau bersifat homoskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan
tersebut menjadi tidak baik atau tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara
kesalahan pengganggu periode t berada dengan kesalahan pengganggu periode t-1 sebelumnya. Selain kriteria pengambilan
keputusan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dengan menggunakan nilai dl dan du pada tabel durbin Watson terhadap uji
autokorelasi, terdapat pula ukuran lain dalam menentukkan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji Durbin Watson DW
dengan ketentuan berikut:
8
1 Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW di bawah -2. 2 Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2
atau - 2 ≤ DW ≤ +2.
3 Terjadi autokorelasi negative jika nilai DW di atas +2 atau DW +2.
8
Danang Sunyoto, Uji Khi Kuadrat Regresi untuk penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu, Ed.I; Cet.I,2010, h.110.
Berikut ini adalah hasil uji multikolinearitas yang disajikan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Uji Durbin Watson
Sumber: data sekunder yang diolah. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai hitung
Durbin-Watson sebesar
1.422. Apabila
digunakan kriteria
pengambilan keputusan menggunakan nilai dl dan du pada tabel DW dengan signifikansi 0.05 dan jumlah data n = 49, serta k = 3 k
adalah jumlah variabel independen diperoleh nilai dl sebesar 1,4136 dan du sebesar 1,6723. Karena nilai DW 1.422 berada pada daerah
antara dL dan du dL dw du, maka Ho diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi atau tidak ada kepastian
terdapat autokorelasi pada model regresi. Karena berdasarkan kriteria nilai dL dan du belum terdapat
kepastian adanya autokorelasi atau tidak dalam model regresi maka
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .555
a
.308 .262
.25746 1.422
a. Predictors: Constant, FDR, BOPO, KAP b. Dependent Variable: NOM
perlu dilihat dari kriteria pengambilan keputusan berdasarkan perhitungan nilai uji DW itu sendiri. Sehingga jika dilihat dari kriteria
pengambilan keputusan dengan standar dari perhitungan Uji DW dapat disimpulkan bahwa DW test terletak pada daerah uji berada
diantara -2 dan +2 atau - 2 ≤ DW ≤ +2 yang berarti tidak terdapat
masalah autokorelasi pada persamaan regresi dalam penelitian ini.
II. Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk meramalkan nilai suatu variabel. Regresi linier berganda bertujuan menghitung besarnya pengaruh dua
atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas.
9
Pengolahan data menggunakan software SPSS versi 20.0 dalam metode regresi linier berganda atau Ordinary Least Square OLS yang
ditampilkan pada tabel berikut.
9
Ety Rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS Penerbit Mitra Wacana Media, 2007, h. 142.
Tabel 4.5 Koefisien Regresi
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity
Statistics B
Std. Error Beta
Toleranc e
VIF
1 Constant
7.864 5.817
1.352 .183
KAP -.042
.058 -.110
-.720 .475
.658 1.520
BOPO -.036
.011 -.437
-3.213 .002
.833 1.201
FDR .007
.003 .316
2.155 .037
.715 1.399
a. Dependent Variable: NOM
Sumber: data sekunder yang diolah. Dari tabel di atas maka dapat disusun persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:
NOM = 7.864 – 0.042 KAP – 0.036 BOPO + 0.007 FDR
Dari hasil olah data OLS, nilai konstanta sebesar 7.864 artinya bahwa apabila variabel bebas independen dianggap konstan atau tidak
mengalami perubahan maka akan menaikkan atau menambah nilai NOM sebesar 7.864. Hal ini menunjukkan akan terjadi kenaikkan nilai NOM
apabila variabel KAP, BOPO dan FDR dianggap konstan. Sehingga tabel di atas dapat memberikan gambaran bahwa melalui hasil regresi
berganda dengan menggunakan OLS menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Dari hasil perhitungan SPSS versi 20.0 menunjukkan nilai koefisien regresi KAP adalah sebesar 0.042 yang berarti bahwa setiap
peningkatan 1 satuan KAP akan menurunkan NOM sebesar 0.042 dengan asumsi kondisi variabel bebas lain tetap.
b. Dari hasil perhitungan SPSS versi 20.0 menunjukkan nilai koefisien regresi BOPO adalah sebesar 0.036 yang berarti bahwa setiap
peningkatan 1 satuan BOPO akan menurunkan NOM sebesar 0.036 dengan asumsi kondisi variabel bebas lain tetap.
c. Dari hasil perhitungan SPSS versi 20.0 menunjukkan nilai koefisien regresi FDR adalah sebesar 0.007 yang berarti bahwa setiap
peningkatan 1 satuan FDR akan menurunkan NOM sebesar 0.008 dengan asumsi kondisi variabel bebas lain tetap.
III. Pengujian Hipotesis
a. Uji Statistik F Simultan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen KAP, BOPO, dan FDR secara simultan atau
bersama-sama terhadap variabel dependen NOM. Untuk melihat besarnya pengaruh tersebut dapat diketahui dari
nilai Adjusted R-Square yang ada pada tabel di bawah ini.