Analisis Kognisi Sosial Artikel Sukses di Mata Kami
bidang gender. Walaupun liputan ini membahas isu yang cukup berat, namun Femina mengemasnya dengan bertutur versi life style.
26
Wacana tentang peran perempuan yang diangkat Majalah Femina Edisi 15-21 Februari 2014 rubrik Liputan Khas ini merupakan fenomena
yang dialami perempuan mengenai pembagian peran sosial dalam kehidupannya. Majalah Femina adalah majalah dengan perspektif
feminisme yang selalu mengangkat isu-isu tentang perempuan yang urban. Artikel Sukses di Mata Kami pun juga tidak terlepas dari isu gender di
perkotaan, seperti yang dikatakan Rully Larasati melalui wawancara: “Karena ini adalah Femina, majalah untuk perempuan. Jadi
Sukses di Mata Kami mewakili dari perempuan yang ada di Indonesia. Harapannya, Sukses di Mata Kami itu merepresentasikan
perempuan Indonesia yang urban, usia 25 – 35, sesuai target
Femina dengan segmentasi ekonomi menengah ke atas. Jadi saya tidak bicara soal masyarakat di daerah desa, pelosok di NTB
misalnya. Karena kita memang fokusnya adalah majalah gaya hidup, majalah perempuan life style
.”
27
Majalah Femina memiliki tiga divisi besar, yaitu divisi feature, divisi fashion and beauty, dan divisi boga. Rubrik Liputan Khas termasuk
dalam divisi feature. Mengenai rutinitas proses pra produksi di Femina, ketiga divisi tersebut harus melaksanakan input ide terlebih dahulu pada
divisinya masing-masing. Jika ide sudah terkumpul, maka akan diajukan untuk masuk dalam rapat daftar isi, yang mempertemukan tiga divisi besar
dengan pemimpin redaksi, serta bagian periklanan. Selanjutnya, ide-ide yang diterima akan ditentukan penempatannya.
28
26
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati, Jakarta, 19 November 2014.
27
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
28
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
Terkait dengan kognisi sosial, pemahaman wartawan berpengaruh terhadap suatu teks wacana. Pemahaman wartawan dapat diterima melalui
pengalaman-pengalaman yang dijalani dalam kehidupannya. Sejak Sekolah Menengah ke Atas SMA penulis artikel sudah tertarik mengenai isu
gender, dengan melihat bagaimana persamaan laki-laki dan perempuan. Bahkan, ketika SMA dirinya sudah harus melakukan pekerjaan yang
seharusnya dilakukan laki-laki. “…kebetulan juga karena sekolah perempuan semua, dan
tidak ada laki-laki. Jadi soal angkat-angkat barang sudah dilakukan sendiri, jadi kita seperti tidak punya partner
gitu.”
29
Untuk melihat sejauh mana penulis artikel mencampurkan pemahaman yang dimiliki ke dalam teks. Maka, peneliti melakukan
wawancara dengan Rully Larasati, penulis artikel sekaligus Redaktur Eksekutif Bidang Feature pada Rabu, 19 November 2014. Peneliti
menemukan beberapa jawaban terkait pandangan penulis artikel mengenai isu peran sosial perempuan, yang difokuskan pada perempuan di
perkotaan. “Kalau kita lihat masyarakat di perdesaan itu mereka sudah
dari dulu perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya. Dalam arti seperti ini, perempuan pun bertani loh, sama kan?. Mereka bekerja
dan mereka tidak rebut siapa mengurus anak atau apapun. Mereka sudah lebih advance, untuk itu mereka bekerja. Tetapi masalah
masyarakat di perkotaan ini adalah jadi harus seperti dipisahkan.
30
Penulis artikel melihat bahwa di perdesaaan dalam hal pembagian peran antara perempuan dan laki-laki sudah lebih maju dibanding
perkotaan. Di perdesaan, perempuan dan laki-laki tidak dituntut untuk melakukan pekerjaan sesuai gender. Seperti yang dikatakan tadi,
29
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
30
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
perempuan dan laki-laki bertani dan mengurus anak bersama. Sedangkan di perkotaaan, perempuan masih dituntut untuk sangat baik dalam suatu
peran, seperti budaya patriarki yang menempatkan perempuan pada kelas dua dan memperbolehkan perempuan berperan dalam ruang domestik saja.
Dalam hal ini, Penulis artikel tidak menolak dan juga tidak pro pada budaya patriarki. Ia melihat bahwa perempuan dan laki-laki tidak ada
perbedaan dalam penentuan peran. Mereka berdua memiliki potensi yang sama dan bisa bekerjasama dalam menjalani peran untuk mengisi satu
sama lain. “Saya lebih senang mengatakan partnership antara
perempuan dan laki-laki, dalam arti kita berdua punya paham yang sama, sama-sama bisa menjadi kepala rumah tangga, sama-sama
bisa mencari nafkah, apalagi sekarang kebutuhan hidup sangat tinggi. Terkadang dalam suatu keluarga dengan mengandalkan satu
penghasilam tidak cukup, dan akhirnya perempuan memang harus bekerja. Bagaimana kita bisa bekerjasama perempuan dan laki-laki
agar berjalan nyaman, tetapi itu memang yang menjadi kesulitan. Jadi, ketika mereka sama-sama saling menyadari peran yang sama
ketika istri sedang sibuk di kantor, suami dengan senang hati
mengurus anak.”
31
Penulis artikel juga memandang bahwa faktor yang menyebabkan perempuan bekerja tidak hanya untuk mengejar karier, tetapi memang
adanya tuntutan dari segi ekonomi. Suami juga harus membantu peran domestik perempuan, karena karier yang dijalani perempuan juga
bertujuan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Jadi diharapkan adanya komunikasi dan keterbukaan antara istri dan suami mengenai pembagian
peran. Sehingga perempuan yang menjalani beberapa peran tidak merasa terbebani atas apa yang dipilihnya dan itu merupakan perempuan yang
ideal.
31
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
“Kalau menurut saya, ketika si perempuan happy melakukan apa yang dia inginkan. Kemudian mendapat support
dari pasangan dan keluarga, itu sih perempuan ideal ya. Saya tidak bilang dia harus jadi nomor satu di pekerjaan, jadi ibu rumah
tangga yang hebat dan diidolakan anak-anak. Misalkan pulang kerja semalam apapun, dia harus menemani anaknya belajar.
Kasihan dong, kapan dia ada waktu untuk istirahat? Kembali lagi itu adalah prioritas dari masing-masing perempuan yang bekerja.
”
32
Selain membahas isu peran perempuan, penulis artikel juga menyinggung peran Negara dalam hal perlindungan dan perhatian anak
dari ibu yang bekerja. Ketika istri dan suami bekerja, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup atau pun pengembangan diri, ada anak yang sangat butuh
perlindungan dan perhatian. Hal ini dimaksud agar perempuan dapat fokus dalam pekerjaannya, juga secara tidak langsung dapat membuat Indonesia
lebih maju atas karier yang ditekuni perempuan tersebut. “Kenapa sampai dihambat Negara? karena ada satu isu yang
dibahas adalah ketika perempuan yang bekerja. Kita tidak memiliki supporting system yang cukup baik dari Negara, mengenai
perlindungan anak. Kalau di luar negeri, punya daycare yang disubsidi oleh Negara. Sehingga si ibu bisa menitipkan anaknya
dengan tenang, sementara ibu bisa bekerja.”
33
“Kita bisa lihat perempuan sudah banyak yang hebat, yang jadi direktur ada, presiden sudah pernah, menteri sekarang banyak
sekali. Jadi, posisi-posisi strategis perempuan yang harusnya dia bisa melaju, akhirnya harus mundur karena tidak ada yang
mengurus anak. Padahal dia punya potensi yang sama dengan
pria.”
34
Dari apa yang telah dikatakan oleh penulis artikel sekaligus Redaktur Eksekutif Bidang Feature, Rully Larasati, terlihat bahwa
pandangan Ia terhadap peran sosial perempuan adalah untuk mengedukasi perempuan dalam menjalani suatu peran. Perempuan harus lebih percaya
32
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
33
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
34
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Eksekutif Bagian Feature, Rully Larasati.
diri untuk memperjuangkan, menyuarakan apa yang disukai, apa yang membuat nyaman. Dapat dikatakan penulis artikel sangat mendukung
kaum perempuan, khususnya dalam berkarier. Maka, penulis artikel dapat dikategorikan
sebagai penganut
feminisme liberal,
yang mana
menyuarakan hak-hak perempuan untuk berperan dalam ruang publik. Melalui media massa, penulis artikel melakukan konstruksi peran
sosial terhadap perempuan. Penulis artikel mengkonstuksi bahwa berkarier telah memiliki posisi yang setara dengan peran domestik. Meningkatnya
taraf pendidikan dan biaya hidup menjadi dasar untuk mengharuskan perempuan bekerja. Dan, perempuan boleh melibatkan suami, orangtua,
atau asisten rumah tangga dalam menjalankan peran domestik.