Konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik liputan khas sukses di mata kami pada majalah femina

(1)

MAJALAH FEMINA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Latifah

NIM: 1110051100073

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2014 M


(2)

KONSTRUKSI PERAN SOSIAL PEREMPUAN DALAM

RUBRIK LIPUTAN KHAS SUKSES DI MATA KAMI PADA

MAJALAH FEMINA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Latifah

NIM: 1110051100073

Pembimbing

Rachmat Baihaky, MA NIP: 197611292009121001

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang belaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2014


(5)

Konstruksi Peran Sosial Perempuan Dalam Rubrik Liputan Khas Sukses di

Mata Kami Pada Majalah Femina

Perempuan merupakan makhluk sosial yang terkonstruksi perannya melalui budaya. Perempuan terkonstruksi untuk tidak diperbolehkan beraktivitas di publik dan diposisikan pada ruang domestik semata. Begitu pula media massa, banyak media massa yang telah mengkontruksi peran sosial perempuan melalui teks wacananya. Hal ini terlihat dalam rubrik Liputan Khas dengan judul artikel Sukses di Mata Kami pada majalah Femina yang mengkonstruksi peran sosial perempuan dalam menentukan keberhasilan antara urusan rumah tangga dan karier.

Melihat persoalan di atas, maka muncul pertanyaan, bagaimana wacana peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui struktur teks? Bagaimana wacana peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui kognisi sosial? Bagaimana wacana peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui konteks sosial?

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma kritis. Adapun teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis wacana Teun A. van Dijk. Analisis wacana ini memiliki tiga elemen penting, yaitu struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Oleh karena itu, peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menjadi teori dalam penelitian ini. Berger dan Luckmann mengatakan bahwa realitas dibentuk oleh realitas objektif dan realitas subjektif.

Melalui tiga elemen ini, maka dapat ditemukan bahwa majalah Femina dalam artikel Sukses di Mata Kami telah mengkonstruksi peran perempuan yang mampu menjalani beberapa peran dalam hidupnya secara seimbang, dan tidak memihak pada budaya patriarki. Hal ini terlihat melalui penekanan makna yang dilakukan majalah Femina. Secara kognisi sosial, terlihat bahwa penulis artikel berharap perempuan Indonesia senang terhadap apa yang telah dijalani tanpa harus membebankan diri sendiri dalam memilih peran, sehingga harus melibatkan suami dalam tugas rumah tangga. Kemudian dilihat dari konteks sosial, masyarakat memandang bahwa tidak ada larangan bagi perempuan untuk beraktivitas di publik, namun terdapat syarat dan batasan tertentu menurut syariat Islam, dan menganggap peran perempuan sebagai ibu rumah tangga merupakan tugas dan fungsi perempuan yang lebih diutamakan daripada berkarier.

Majalah Femina telah melakukan kontruksi dan mengemas isu peran sosial perempuan dalam artikel Sukses di Mata Kami tidak terlepas dari konteks sosial yang berkembang dalam masyarakat. Majalah Femina melihat perempuan masa kini lebih carier-oriented. Urusan rumah tangga dapat digantikan oleh suami ataupun asisten rumah tangga. Tetapi, dilihat dari konteks sosial yang berkembang terdapat kekhawatiran terhadap perempuan yang lebih memilih untuk berkarier akan menimbulkan dampak kurang baik terhadap kehidupan keluarganya, seperti kurangnya perhatian seorang ibu kepada anak.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur peneliti panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan juga nikmat yang begitu banyak sehingga dengan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya.

Peneliti mengucapkan syukur Alhamdulillah karena dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konstruksi Peran Sosial Perempuan dalam Rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami pada Majalah Femina,” yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1), di Kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti secara khusus mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua peneliti, yaitu ibunda Sukartirum dan ayahanda Sofyan Nimi yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan do‟a yang tidak pernah ada hentinya. Semoga mereka selalu dalam lindungan Allah SWT.

Selama masa penelitian, penyusunan, penulisan, sampai masa penyelesaian skripsi ini, peneliti mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D, Wakil Dekan II Bidang Administrasi


(7)

2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si, serta Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A yang telah meluangkan waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta bantuan dalam hal perkuliahan.

3. Dosen Pembimbing, Rachmat Baihaky, M.A yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan banyak pelajaran, dan menyemangati peneliti untuk dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik dan lancar.

4. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi peneliti.

5. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah menyediakan buku serta fasilitas lainnya, sehingga peneliti mendapat banyak referensi dalam penelitian ini.

6. Redaktur Eksekutif Bidang Feature majalah Femina, Rully Larasati yang telah menyediakan waktunya untuk menjadi narasumber dan memberikan banyak informasi dalam penelitian ini, serta membagi pengalamannya sebagai penulis artikel Feature kepada peneliti.

7. Keluarga besar Sofyan Nimi, khususnya Ubaidillah, M. Sholeh, Rusdi, Luthfianah, Neneng Saidah, Alfiah, dan Choirul Rizal, Kakak-kakak peneliti yang selalu memberikan semangat serta dukungannya dalam


(8)

iv

keadaan apapun sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

8. Sadad Anugrah, yang selalu menyemangati dan memberikan saran kepada peneliti selama mengerjakan penelitian ini. Terima kasih atas pengertian dan perhatian kepada peneliti.

9. Teman-teman Jurnalistik 2010, khususnya sahabat terbaik peneliti, Aulia Rahmi, Ika Suci Agustin, Athifa Rahmah, Halimatussa‟diyah, Annisa Haismaidah, Settifani Andria, Nurfajria, Dwiyan Pratiyo, Damar Yudhistira, dan M. Hendartyo Hanggi W, terima kasih atas semangat dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti. Semoga persahabatan dan tali silaturahmi kita tidak akan pernah terputus, sukses untuk kalian semua. 10.KKN Simfoni 2010, yang telah berbagi pengalaman yang tak terlupakan.

Terima kasih atas kenangan dan perjuangan di Desa Tanjakan Mekar. 11.Klise Fotografi angkatan I, terimakasih atas pengalaman dan pembelajaran

yang diberikan kepada peneliti.

12.Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

terima kasih atas dukungan dan do‟anya.

Peneliti menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Peneliti


(9)

ABSTRAK….……….……….…i

KATA PENGANTAR….………...………ii

DAFTAR ISI…….……….……….v

DAFTAR TABEL……….vi

DAFTAR GAMBAR….………...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah….………1

B. Batasan dan Rumusan Masalah….……….………6

C. Tujuan Penelitian….……….……….6

D. Manfaat Penelitian….………....……7

E. Metodologi Penelitian….………..….……7

F. Sistematika Penulisan….……….….…15

BAB II KERANGKA TEORI A. Konstruksi Sosial Media Massa….………..……17

B. Peran Sosial Perempuan….………..……25

C. Peran Sosial Perempuan dalam Pandangan Islam………37

D. Majalah Sebagai Media Massa….………45

E. Analisis Wacana….………..…48

F. Analisis Wacana Model Teun A. van Dijk….……….…52

BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat Majalah Femina……….62

B. Komposisi dan Pembaca Majalah Femina………...…...66

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Struktur Teks Artikel Sukses di Mata Kami……...69

B. Analisis Struktur Kognisi Sosial Artikel Sukses di Mata Kami……….91

C. Analisis Struktur Konteks Sosial Artikel Sukses di Mata Kami……….96

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………108

B. Saran………..109

DAFTAR PUSTAKA……….110


(10)

vi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Skema Penelitian dan Metode Teun A. van Dijk...………...53

2. Tabel 2 Elemen Wacana van Dijk...………...…54


(11)

1. Komposisi Editorial Majalah Femina………..………66

2. Karakteristik Pembaca Majalah Femina………..………67

3. Artikel Sukses di Mata Kami………..……….83

4. Ilustrasi Artikel Sukses di Mata Kami………..…………..………….84


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Identitas merupakan sesuatu yang melekat pada diri seseorang, karena identitas merupakan penanda mengenai siapa diri orang tersebut. Identitas dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti jenis kelamin, kewarganegaraan, status sosial, dan agama. Penentuan identitas pada seseorang terbentuk karena adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Begitu pula identitas gender, yang menurut konstruksi sosial dibentuk melalui interaksi dengan faktor sosial dan bukan hanya hasil dari perbedaan biologis.

Feminimitas dan maskulinitas merupakan dua konstruksi identitas gender. Pembentukan identitas gender terus berlangsung selama manusia hidup. Masyarakat dan orang-orang sekitar seakan mengontrol kehidupan setiap orang untuk tetap berada pada perannya masing-masing. Ada beberapa sifat yang terkonstruksi pada laki-laki dan perempuan. Kaum laki-laki lebih menitikberatkan pada keperkasaan, kemandirian, dan kekuasaan, serta direpresentasikan aktif dan berada di ruang publik. Sedangkan kaum perempuan mengutamakan keanggunan, kelembutan, dan identik dengan mengurus anak yang hanya berada di ruang domestik.

Sejarah perbedaan gender antara laki-laki dengan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh beberapa faktor, seperti kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan kenegaraan.


(13)

Dengan proses panjang ini, perbedaan gender akhirnya sering dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang bersifat kodrati atau seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat diubah lagi. Inilah sebenarnya yang menyebabkan awal terjadinya ketidakadilan gender di tengah-tengah masyarakat.

Dari dua identitas gender yang disebutkan di atas, dalam penelitian ini hanya akan dibahas identitas feminisme dengan melihat bagaimana perempuan direpresentasikan dalam teks. Karena pokok penelitian ini adalah teks tentang peran sosial perempuan. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena pada saat ini masih banyak perempuan yang mempermasalahkan ketidakadilan nilai, peran, hak, dan kewajiban sosialnya, bahkan penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Maka muncullah gerakan emansipasi perempuan yang berawal dari adanya budaya patriarki yang menyebar hingga belahan dunia.

Budaya patriarki merupakan sebuah budaya yang telah mengkonstruksi perempuan sebagai kaum lemah dibawah kendali laki-laki. Pada tahun 2012, telah berkembangnya era moderninasasi, masih saja ada perempuan di Papua yang mengalami diskriminasi dengan alasan tradisi budaya. Perempuan yang hendak melahirkan, menurut tradisinya

harus melahirkan di tempat yang disebut „kandang hina‟ dan tidak boleh didekati laki-laki. Ibu dan bayi harus tinggal sampai seminggu dengan


(14)

3

hanya beralaskan tanah. Dengan praktik ini hingga akhirnya banyak perempuan yang mati sia-sia.1

Selain itu diskriminasi terhadap perempuan juga terjadi di China, banyak perempuan yang harus merelakan rahimnya membengkak karena terus melahirkan, tetapi bayi-bayi tersebut dibuang jika bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Sementara di India, ada tradisi dimana keluarga perempuan wajib membayarkan mas kawin kepada keluarga suami, apabila tak sanggup melunasi maka perempuan tersebut mendapati tindakan penganiayaan hingga kematian.2 Tradisi budaya yang telah melekat pada masyarakat telah disamakan dengan kodrat yang berarti sesuatu yang mutlak, dan tidak dapat ditentang. Sehingga dalam hal ini perempuan telah dirugikan, karena sesungguhnya perempuan juga merupakan makhluk sosial yang memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Berkat kesadaran perempuan akan kaumnya yang masih terdiskriminasi, kini banyak bermunculan gerakan-gerakan pendukung perempuan yang menuntut akan kesetaraan gender dalam kehidupan sosial. Pada tanggal 8 Maret 1911 telah diresmikan Hari Perempuan Internasional, yang sampai saat ini masih terus berkembang demi kesejahteraan kaum perempuan. Selain diskriminasi karena tradisi, fokus pembelaan perempuan juga tertuju pada peran perempuan dalam kehidupan sosial.

1

Kristi Poerwandari, Perempuan dan Konstruksi Jender, diakses dari

http://female.kompas.com/read/2012/03/08/09431482/Perempuan.dan.Konstruksi.Jender, pada 21 Agustus 2014, pukul 09. 45 WIB.

2

Kristi Poerwandari, Perempuan dan Konstruksi Jender, diakses dari

http://female.kompas.com/read/2012/03/08/09431482/Perempuan.dan.Konstruksi.Jender, pada 21 Agustus 2014, pukul 09. 45 WIB


(15)

Kehidupan sosial perempuan perlu diperhatikan, karena peran perempuan pada sejarahnya telah mengalami konstruksi sosial. Peran perempuan dalam kehidupannya telah dibatasi hanya dalam aktivitas rumah tangga seperti mengurus rumah, menjaga anak, dan melayani suami. Sehingga perempuan tidak diperbolehkan terjun ke ruang publik. Dengan hadirnya gerakan pembelaan atas kaum perempuan atau juga yang disebut gerakan feminisme, maka kini banyak kaum perempuan dengan percaya diri menunjukan potensinya, berkiprah ke ruang publik.

Fenomena ini sedang marak terjadi, dimana perempuan dengan kehebatannya mampu menjalani beberapa peran dalam hidupnya. Perempuan dapat meraih keberhasilan dalam kariernya, meskipun mereka juga merupakan ibu rumah tangga yang memiliki kewajiban mengasuh anak dan memenuhi kebutuhan suami. Salah satu cara untuk memahami fenomena yang terjadi pada masyarakat dapat dilakukan dengan meneliti media massa. Media massa merupakan cerminan dari suatu masyarakat. Seseorang dapat mengetahui apa yang sedang terjadi dan apa nilai-nilai yang dipegang dalam suatu masyarakat dari isi berita atau artikel yang dimuat dalam media massa tersebut.

Melalui wacana-wacana yang diangkat, media massa bukanlah sekedar saluran yang bebas, media massa juga subjek yang mengonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Seperti dikatakan Tony Bennet, media massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya.3 Media

3

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2012), h. 36


(16)

5

massa membentuk dunia lewat wacana dengan cara mengarahkan pemikiran pembaca sesuai dengan cara pandang mereka. Dengan begitu, pembaca diajak untuk mengikuti apa yang menjadi pandangan pembuat teks wacana.

Fenomena mengenai kesetaraan dan keadilan hak-hak kaum perempuan sudah tercemin pada majalah-majalah perempuan yang telah banyak beredar, seperti majalah Femina, Ummi, Paras, dan lainnya. Majalah-majalah tersebut menampilkan berbagai macam informasi seputar kehidupan perempuan. Untuk melihat fenomena yang terjadi pada peran perempuan yang terjadi saat ini. Peneliti akan menggunakan majalah Femina pada rublik Liputan Khas edisi 15-21 Februari, yang membahas mengenai tolok ukur kesuksesan kaum perempuan, kesuksesan ini diukur dari peran domestik dan karier yang dijalani oleh perempuan.

Dalam penelitian ini akan digunakan metode analisis wacana model Teun A. van Dijk. Metode wacana model Teun A. van Dijk digunakan karena penelitian ini ditujukan untuk melihat seperti apakah representasi peran sosial perempuan pada majalah Femina. Selain itu, model Teun A. van Dijk digunakan untuk melihat bagaimana kognisi sosial dari penulis artikel serta konteks sosial yang ada di masyarakat mengenai peran sosial perempuan. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Konstruksi Peran Sosial Perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami pada Majalah Femina”.


(17)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, sumber data untuk bahan penelitian mengenai peran sosial perempuan ini diambil dari artikel dalam rubrik Liputan Khas pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014. Data penelitian ini adalah artikel yang berjudul Sukses di Mata Kami, yaitu artikel yang membahas sebuah tolok ukur kesuksesan kaum perempuan dari segi karier maupun keluarga.

Dari pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1) Bagaimana konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui struktur teks?

2) Bagaimana konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui kognisi sosial?

3) Bagaimana konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui konteks sosial?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah:

1) Untuk mengetahui konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui struktur teks. 2) Untuk mengetahui konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik

Liputan Khas Sukses di Mata Kami dilihat melalui kognisi sosial. 3) Untuk mengetahui konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik


(18)

7

D. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi sebagai bahan masukan maupun referensi mengenai studi wacana. 1) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan dapat menjadi pertimbangan atau masukan bagi tim produksi majalah. E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma menurut Bodgan dan Biklen adalah kumpulan besar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Cara mendefinisikan paradigma sebagai konstelasi konsep, nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasikan dirinya.4

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis. Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah saluran yang bebas dan netral. Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan.5 Berita yang disajikan dengan strategi yang mengesankan objektifitas, keseimbangan, dan sikap non partisan, namun bisa

4

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 49.

5

Dennis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Erlangga, 1996), h. 51.


(19)

menggiring khalayak untuk mendefinisikan suatu realitas dalam bingkai tertentu, dari sudut pandang tertentu, dengan struktur bahasa tertentu atau bahkan menggunakan sistem logika tertentu pula. Paradigma kritis ini dilakukan lebih kepada penafsiran. Kelebihannya, dengan penafsiran, kita dapat menyelami dunia dalam teks dan mengetahui makna yang berada di balik teks tersebut.

2. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan paradigma dan permasalahan yang dipilih dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami sebuah realitas yang sulit dipahami, yaitu dengan menggali pengalaman individu dalam menafsirkan realitas dan setiap individu yang menjadi informan diberikan kebebasan dalam mengungkapkan definisinya tersebut. Menurut Bodgan dan Taylor, penelitian kualitatif dapat memperlihatkan pengalaman individu dalam menghadapi masyarakat pada kehidupan sehari-hari dan mempelajari suatu kelompok dan pengalaman-pengalaman yang mungkin tidak diketahui sebelumnya.6

Oleh karena itu, peneliti akan turun langsung ke lapangan untuk pengumpulan data. Dalam pendekatan kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara mendalam, dan observasi. Untuk menganalisis sebuah makna pada sebuah teks artikel di majalah, peneliti akan menggunakan wawancara mendalam, dengan maksud untuk memberi ruang bicara yang luas kepada subjek

6

Robert Bodgan dan Steven J. Taylor, Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to the Social Sciences, (New York: John Wiley & Sons, 1975), h. 4-5.


(20)

9

penelitian dalam memberikan jawaban. Pendekatan kualitatif mampu menggambarkan suatu kejadian atau realitas sosial dari sudut pandang subjek, bukan dari sudut pandang peneliti sebagai pengamat. Berikut ciri-ciri penelitian kualitatif:7

Pertama, penelitian kualitatif melakukan penelitian pada konteks secara utuh. Kedua, dalam mengumpulkan data, peneliti sendiri yang melakukan wawancara dengan informan, juga pengetikan dan analisis data pun peneliti lakukan sendiri karena penelitilah yang paling mengerti bagaimana pengumpulan data saat wawancara berlangsung. Ketiga, analisis data dilakukan secara induktif, yaitu mengumpulkan fakta-fakta yang ada di lapangan dan kemudian ditarik kesimpulannya. Keempat, Data yang dikumpulkan deskriptif berupa kata-kata, karena data berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan artikel yang ditulis oleh wartawan. Kelima, Desain penelitian bersifat sementara yang dalam proses penyusunannya terus menerus mengalami perubahan jika ada fakta-fakta baru yang muncul di lapangan yang tidak diperkirakan sebelumnya sehingga menuntut adanya perubahan desain penelitian.

3. Metode Penelitian

Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan analisis wacana dari Teun A. van Dijk dengan meneliti melalui tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Pertama meneliti dari segi teks, yang menggabungkan beberapa elemen wacana menjadi suatu

7

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), h. 4.


(21)

kesatuan analisis: struktur makro, suprastruktur, dan struktur mikro. Dari elemen tersebut akan meneliti teks yang dilihat mulai dari tema, latar, detail, maksud, bentuk kalimat, praanggapan, koherensi, kata ganti, leksikon, grafis, dan ekspresi.8

Penelitian dari segi teks akan diterapkan pada artikel Sukses di Mata Kami yang membahas peran sosial perempuan yang bertujuan untuk melihat strategi wartawan yang digunakan dalam memproduksi berita dan mengkonstruksikan realitas dalam teks, yaitu dengan meneliti tema apa yang diangkat dari artikel tersebut dengan melihat lead dan alur dari artikel tersebut. Selain itu melihat bagaimana penulis artikel melakukan penekanan suatu makna pada kalimat dengan penggunaan struktur mikro pada teks artikel tersebut. Sehingga akan terlihat cara pandang penulis artikel dalam mengkonstruksi peran sosial perempuan.

Kedua, dimensi kognisi sosial, peneliti berusaha menempatkan posisi setara dengan subjek untuk memahami sesuatu yang menjadi pemahaman subjek yang diteliti. Dimensi ini dilakukan dengan teknik wawancara kepada penulis artikel Sukses di Mata Kami, Rully Larasati, yaitu dengan membuat beberapa pertanyaan untuk mendapatkan pemahaman dan pengetahuan penulis artikel terhadap wacana peran sosial perempuan yang menjadi topik dalam artikel Sukses di Mata Kami.

8

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2012), h. 228.


(22)

11

Ketiga, dimensi konteks sosial. Dalam dimensi ini akan diteliti bagaimana wacana mengenai peran sosial perempuan berkembang di masyarakat. Untuk mendapatkan hasil dari dimensi ini, peneliti melakukan wawancara terhadap empat narasumber yang terkait dengan wacana peran sosial perempuan, yaitu: Rini Laili Prihatini (Dosen Gender UIN Jakarta), Tantan Hermansyah (Dosen Sosiologi UIN Jakarta), Zarkasih Ahmad (Ustadz), Aditya Mulyadi (Aktivis Majelis Ilmu Ulama Muda Indonesia). Alasan mengambil beberapa narasumber di atas dengan tujuan untuk melihat bagaimana pemahaman dihayati bersama di masyakarat, karena pendapat beberapa narasumber tersebut dapat mewakili representasi wacana peran sosial perempuan yang ada.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah penulis artikel Sukses di Mata Kami, yaitu Rully Larasati. Sedangkan objek yang akan diteliti adalah artikel yang membahas tentang peran sosial perempuan yang ada pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014 yang berjudul Sukses di Mata Kami.

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor redaksi majalah Femina yang beralamat di Jalan HR. Rasuna Said Blok B Kav. 32-33, Jakarta 12910. Adapun pelaksanaan kegiatan penelitian atau pencarian data dilakukan pada November 2014 sampai Desember 2014.


(23)

6. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengambil langsung terhadap objek atau penggantinya (misal: film, rekonstruksi, video, dan sejenisnya).9 Pengamatan ini dilakukan dengan melihat langsung teks serta mencermati setiap makna-makna yang tersirat pada teks yang terdapat dalam artikel yang berjudul Sukses di Mata Kami pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014.

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.10 Agar mendapatkan data yang diharapkan, maka penulis menggunakan teknik interview guide yang dikemukakan oleh, Patton yaitu dengan membuat panduan pertanyaan wawancara untuk menggali pertanyaan guna mendapatkan pemahaman yang mendalam.11

Wawancara dilakukan dengan penulis artikel Sukses di Mata Kami, Rully Larasati. Data-data yang diperoleh adalah dengan cara tanya jawab secara lisan. Wawancara dengan penulis artikel Sukses di Mata Kami bertujuan untuk melihat kesadaran

9

Nazar Bakry, Tuntutan Praktis Metodelogi Penelitian, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 36.

10

Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h. 234.

11

Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rd Edition, (Thousand Oaks, California: Sage Publications. Inc, 2002), h. 343-344.


(24)

13

mental dari penulis artikel dalam memahami peran sosial perempuan, yang selanjutnya dianalisis dalam dimensi kognisi sosial yang ada pada metode analisis model van Dijk.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data mengenai hal-hal yang akan peneliti bahas, yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan melalui: internet, buku-buku teoritis yang dapat menunjang metode analisis dalam penelitian, dan dokumen-dokumen lainnya.

7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dengan menggunakan analisis wacana model Teun A. Van Dijk. Tujuan dari teknik analisis data ini adalah untuk mengetahui bagaimana representasi peran sosial perempuan dalam suatu teks yang terdapat dalam artikel Sukses di Mata Kami pada majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014 dengan melihat tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Edisi ini dipilih karena artikel Sukses di Mata Kami terdapat pada rubrik Liputan Khas. Artikel ini mengangkat topik atau isu yang cukup berat, membahas seputar tolok ukur kesuksesan perempuan disertai komentar beberapa pakar, dan masuk dalam kategori highlight yang terlihat pada cover majalah Femina edisi 15-21 Februari 2014.

8. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini peneliti sudah mengadakan tinjauan pustaka terhadap beberapa hasil karya ilmiah yang tidak jauh


(25)

berbeda pembahasannya dengan yang peneliti angkat. Beberapa di antaranya adalah:

“Representasi Maskulinitas dari Segi Fisik dan Mental dalam Majalah Men’s Health USA: Sebuah Tinjauan Analisis Wacana Kritis”, Yessika Ayurisna, Program Studi Inggris, Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya, Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsep maskulinitas dalam beberapa artikel di majalah Men’s Health USA. Hasil dari penelitian ini adalah majalah

Men’s Health USA menampilkan laki-laki secara fisik harus memiliki postur tubuh yang ideal yaitu dengan memiliki otot, sedangkan dalam peranannya laki-laki dituntut untuk bisa mengurus anak dan melakukan pekerjaan domestik.

Peneliti merujuk pula pada skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Cita Perempuan dalam Tabloid Nova Edisi Khusus Kecantikan Tanggal 21-27 November 2011”, Tiara Mustika, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk melihat makna kecantikan yang diangkat oleh tabloid Nova. Hasil dari penelitian ini yaitu adanya bias gender dengan mengidentifikasikan makna kecantikan, perempuan cantik hanya dilihat dari segi fisik, seperti kulit yang muda dan kencang, pipi yang tirus, tubuh yang langsing, dan kulit cerah. Hal ini terjadi karena adanya klinik-klinik kecantikan instan yang marak di masyarakat.


(26)

15

Selain itu, peneliti merujuk pada tesis “Konstruksi Identitas Perempuan Muslim dalam Aquila Asia”, Annisa Ridzkynoor Beta, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Pada penelitian ini didasarkan pada kebebasan akses media massa untuk mengkonstruksi perempuan Muslim yang modern. Hasil penelitian ini yaitu majalah Aquila Asia mengkonstruksi perempuan Muslim modern sebagai perempuan yang aktif dalam ruang publik, domestik dan juga secara spiritual, bahkan memahami kewajiban sosial untuk membantu orang tua, sesama, dan orang yang kurang mampu sebagai ekspresi kesalehan.

Dari hasil tinjauan yang peneliti lakukan, penelitian ini mempunyai beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian di atas, baik dari objek penelitian, subjek penelitian, maupun teknik analisis data penelitian yang digunakan. Penelitian ini menekankan pada artikel Sukses di Mata Kami yang membahas tolok ukur kesuksesan perempuan antara peran domestik dan karier, bagaimana strategi dalam membuat artikel serta pemahaman penulis artikel terhadap isu peran sosial perempuan, dan bagaimana wacana peran sosial perempuan berkembang dalam masyarakat.

F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.


(27)

BAB II : KERANGKA TEORI

Bab ini memuat penjelasan Kontruksi Sosial Media Massa, Peran Sosial Perempuan, Peran Sosial Perempuan Dalam Pandangan Islam, Majalah Sebagai Media Massa, dan Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk.

BAB III : GAMBARAN UMUM

Bab ini membahas mengenai sejarah singkat majalah Femina, serta komposisi dan karakteristik pembaca majalah Femina.

BAB IV : ANALISIS DATA

Bab ini membahas analisis data dari artikel yang berjudul Sukses di Mata Kami, dengan menggunakan metode Analisis Wacana model Teun A. Van Dijk.

BAB V : PENUTUP

Adapun dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran dari peneliti mengenai hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini.


(28)

17 BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kontruksi Sosial Media Massa

Konstruksi sosial memiliki keterkaitan antara pengaruh sosial dengan pengalaman hidup seseorang. Dua faktor tersebut itulah yang mempengaruhi sebuah konstruksi sosial. Sehingga realitas yang ada saat ini merupakan hasil cipta manusia yang telah dikonstruksi. Berger dan Lukmann mengatakan ada beberapa kekuatan dari konstruksi sosial. Pertama, bahasa adalah hal penting untuk membawa realitas ke dalam kehidupan masyarakat, mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu. Kedua, konstruksi sosial dapat menandakan bahwa terdapat kerumitan dalam satu realitas. Ketiga, konstruksi sosial akan selalu hadir sesuai dengan masyarakat dan waktu.1

Realitas yang diciptakan manusia dilakukan dengan media bahasa yang dirangkai manusia untuk mengkontruksi sebuah realitas, sehingga terdapat keberagaman realitas yang ada. Hal ini terjadi karena setiap individu memiliki pengetahuan atau pengalaman yang berbeda. Konstruksi sosial yang dilakukan setiap manusia akan terus menerus mempengaruhi dan membentuk tingkah laku individu dari masa ke masa, dari generasi ke generasi berikutnya. Sehingga realitas terlihat seperti sesuatu yang sudah melekat pada manusia.

1

Charles R. Ngangi, Konstruksi Sosial dalam Realitas Sosial, Jurnal Vol. 7, No. 2, Mei 2011, h. 1.


(29)

Berger mengatakan bahwa manusia menciptakan kenyataan realitas sosial melalui proses eksternalisasi, objektifikasi, dan internalisasi. Dalam hal ini Berger menyebutnya moment. Manusia diciptakan untuk hidup dalam lingkungan yang begitu luas dengan berbagai macam aktivitas. Sehingga manusia diharuskan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya, yaitu dengan berbagi (sharing) mengenai apa yang menjadi keyakinannya dalam aktivitasnya secara terus menerus. Proses inilah yang disebut eksternalisasi.2

Sejak lahir, individu akan mengalami pengembangan kepribadian dan memperoleh budaya melalui hubungannya dengan dunia sekitar. Kebudayaan merupakan hasil bentukan manusia yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman manusia tersebut. Selanjutnya, individu akan membentuk budayanya sendiri dalam hubungannya dengan kebudayaan yang ada sebelumnya berdasarkan pengetahuannya. Kebudayaan kemungkinan akan selalu berubah, karena kebudayaan merupakan hasil bentukan manusia dan dihasilkan kembali oleh manusia. Melalui proses ini manusia menciptakan alat-alat, bahasa, menganut nilai-nilai, dan membentuk lembaga-lembaga.3

Proses eksternalisasi ini melihat bahwa manusia adalah makhluk sosial. Maka, dari zaman dahulu hingga sekarang manusia akan selalu berbagi (sharing) mengenai keyakinan atau kebudayaan yang dianutnya kepada orang lain secara terus menerus. Lalu, kebudayaan ini diterima dan

2

Putera Manuaba, Memahami Teori Konstruksi Sosial, Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Vol. 21, No. 3-221-230, 9 May 2011 pukul 22.27, h. 9.

3


(30)

19

dianut pula oleh orang tersebut, dan dibagikan kembali kepada yang lainnya, dan seterusnya.

Sebagai contoh, menggunakan kerudung merupakan kewajiban seorang muslimah dalam Islam, dan budaya ini telah dibagikan sejak lama oleh tokoh-tokoh Islam. Dahulu budaya berkerudung identik dengan kuno, motif dan gaya berkerudung cenderung monoton. Tetapi saat ini dapat kita lihat, kerudung sudah merebak luas dipasaran dengan warna serta motif yang bervariasi, dan gaya berkerudung yang lebih fleksibel dan fashionable. Maka, proses eksternalisasi ini telah menghasilkan sebuah realitas atau budaya berkerudung bagi perempuan muslimah. Namun, gaya berkerudung yang cenderung kaku, berubah menjadi lebih fleksibel dan fashionable. Hal ini terjadi karena kebudayaan merupakan hasil manusia, dan dihasilkan kembali oleh manusia (yang memiliki cara pandang berbeda) secara terus menerus, dari generasi ke generasi berikutnya. Sehingga kebudayaan dapat berubah dari bentuk awal tercipta.

Kedua, objektivasi yaitu hasil dari berbagi (sharing) secara terus menerus yang telah dilalui pada tahap eksternalisasi. Proses eksternalisasi akan menghasilkan masyarakat dengan kebudayaan yang bersifat realitas objektif. Pada proses ini, manusia dihadapkan oleh berbagai macam kebudayaan, termasuk kebudayaannya sendiri. Semua aktivitas manusia yang terjadi dalam eksternalisasi dapat mengalami proses pembiasaan, yaitu melalui tindakan yang terus-menerus diulangi dari generasi ke generasi, yang kemudian menjadi kelembagaan atau kesepahaman manusia dalam jumlah yang besar. Kelembagaan ini yang akan


(31)

menciptakan pola-pola perilaku yang mengendalikan perilaku manusia. Pembiasaan ini dapat mengalami pembaharuan budaya apabila adanya timbal-balik dari proses pembiasaan tersebut.4

Masyarakat dengan kebudayaannya merupakan produk manusia dari proses eksternalisasi, yaitu proses berbagi yang dilakukan secara terus menerus. Produk ini akan berkembang dengan adanya proses pembiasaan dan membentuk suatu kelembagaan yang ikut dalam menciptakan suatu realitas objektif. Sebagai contoh: gerakan feminisme di Indonesia berawal dari pencurahan dan ekspresi diri dari tokoh perempuan Indonesia, yaitu Kartini. Kartini berbagi apa yang telah diperoleh dari pengalaman hidupnya yang ditulis melalui buku yang berjudul habis gelap, terbitlah terang. Jadi Kartini menggunakan media buku sebagai proses eksternalisasinya. Selanjutnya, dengan gebrakan Kartini ini, semakin banyak perempuan-perempuan yang berani menunjukkan potensinya. Hingga akhirnya gerakan feminisme menjadi suatu kelembagaan di Indonesia, gerakan ini telah menjadi realitas objektif yang terus berinovasi dalam memahami perempuan.

Ketiga, Internalisasi, proses ini merupakan penyerapan kembali suatu reliatas objektif atau kebudayaan ke dalam kesadaran individu. Penyerapan ini akan membuat individu terpengaruhi. Namun hal ini tergantung dari individu menyerap realitas tersebut secara sempurna atau

4

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 197.


(32)

21

tidak. Karena setiap individu memiliki budaya atau keyakinan tersendiri yang ia terima dari lahir hingga dewasa.5

Sebagai contoh dari proses internalisasi ini dapat kita lihat pertarungan pandangan tentang Islam di Barat. Berbagai media massa di Barat menyudutkan Islam dan men-judge Islam sebagai teroris. Sehingga pemeluk agama Islam di seluruh dunia akan dihadapkan oleh realitas objektif yang terjadi di media massa Barat. Hadirnya berita tersebut, para pemeluk agama Islam akan menyerap isi dari berita tersebut dan membandingkan Islam yang dia anutnya dengan Islam yang persepsikan media massa Barat. Pemeluk agama Islam di seluruh dunia akan mencerna berita tersebut dengan latar belakang pengetahuannya mengenai Islam, dan menghasilkan pemahaman sendiri menurut keyakinannya.

Teori konstruksi sosial atas realitas dari Berger dan Luckmann hadir pada sekitar tahun 1960-an, dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang marak diperbincangkan. Sehingga Berger dan Luckmann tidak mencantumkan media massa sebagai fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas. Namun, seiring waktu teori ini mengalami revisi yang melihat media massa juga merupakan fenomena konstruksi sosial. Bahkan menurut Burhan Bungin, konstruksi sosial akan berlangsung sangat cepat dan sebarannya merata dengan adanya media massa. Begitu pun khalayak dapat menilai sebuah realitas

5


(33)

yang terkonstruksi dalam media massa tanpa menyelidiki keadaan yang sebenarnya.6

Seperti kita lihat saat ini, begitu canggihnya kehebatan media massa, yang membuat kita dihadapkan oleh berbagai budaya dari belahan dunia dengan sangat cepat sebaran dan pengaruhnya. Dahulu di Indonesia terdapat budaya, dimana laki-laki dan perempuan yang masih lajang dianggap kurang pantas jika saling berinteraksi. Namun, media massa telah membawa budaya dari Barat dan merubah budaya yang ada sebelumnya. Kini laki-laki dan perempuan yang masih lajang dianggap sah-sah saja jika saling berinteraksi, bahkan lebih dari itu. Budaya ini begitu cepat mempengaruhi masyarakat Timur, karena konstruksi sosial dilakukan melalui media massa, dengan tayangan sinetron remaja ber-genre percintaan di televisi, rubrik curhat di majalah remaja, dan sebagainya.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas, yaitu berdasarkan pengalaman, keyakinan, pendidikan, dan lingkungan sosial yang dimiliki masing-masing individu.7 Dalam konstruksi sosial di media massa, hal ini dapat dilihat pada cara seorang wartawan mengkonstruksi peristiwa dalam pemberitaannya. Berita atau artikel adalah produk interaksi antara wartawan dengan realitas sosial. Realitas yang ditampilkan itu tidak selamanya benar, karena media massa memiliki hubungan dua

6

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), h. 203.

7

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 15.


(34)

23

arah, di satu pihak, media massa merupakan cermin keadaan sekitarnya, di lain pihak ia juga membentuk realitas sosial itu sendiri dengan memilih hal-hal apa saja yang ingin ditampilkan, juga cara menyajikan hal-hal tersebut.

Dalam konstruksi sosial media massa ada beberapa tahapan-tahapan yang terjadi, yaitu melalui tahap menyiapkan materi kontruksi, tahap sebaran konstruksi, tahap pembentukan konstruksi, dan tahap konfirmasi. Pertama, tahap menyiapkan materi konstruksi adalah tugas redaksi media massa. Masing-masing media memiliki desk yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Ada tiga hal penting dalam tahapan menyiapkan materi konstruksi, yaitu: (1) keberpihakan media massa kepada kapitalisme, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis, (2) keberpihakan semu kepada masyarakat, bentuknya adalah empati, simpati dan partisipasi kepada masyarakat yang akhirnya menjual berita, (3) keberpihakan kepada kepentingan umum yang sesungguhnya merupakan visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah terlihat.8

Kedua, tahap sebaran konstruksi, prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media, apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting juga bagi khalayak pembaca. Sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, dimana media menyodorkan berbagai informasi-informasi sementara khalayak

8

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 203.


(35)

media tidak diberikan pilihan, dan sebaran wilayah berdasarkan segmentasi.9

Ketiga, tahap pembentukan konstruksi realitas, pembentukan konstruksi berlangsung melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran, bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang tersaji di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran, (2) kesediaan dikonstruksi oleh media massa, ketika individu memilih menjadi pembaca berarti ia rela pikirannya dikonstruksi oleh media massa, (3) sebagai pilihan konsumtif, dimana individu secara terbiasa telah bergantung kepada media massa.10

Terakhir, tahap konfirmasi, konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun khalayak konsumen memberikan alasan dan tanggungjawab mengapa mereka bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial, khususnya media massa. Ada beberapa alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini yaitu: (1) kehidupan modern, yaitu dimana orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai subjek media massa itu sendiri, (2) media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media berdasarkan subjek media, namun kehadiran media massa dapat memberikan pengetahuan luas yang sewaktu-waktu dapat diakses kembali.11

9

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 203.

10

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 203.

11

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat.


(36)

25

B. Peran Sosial Perempuan

Sejak lahir, setiap individu memiliki dan memainkan beberapa peran dalam kehidupannya. Henslin mengatakan bahwa peran (role) adalah perilaku, kewajiban, hak yang melekat pada suatu status.12 Kita sebagai anggota masyarakat pasti memiliki status atau kedudukan sosial. Status atau kedudukan dalam kehidupan sosial kita contohnya sebagai guru, dokter, polisi, pelajar, ibu rumah tangga, ayah, anak, dan sebagainya. Apabila kita telah mengetahui status atau kedudukan sosial kita, maka kita harus menjalankan peran dari status sosial tersebut. Misalnya, status kita adalah seorang guru, peran dari seorang guru adalah berkewajiban mengajari siswa-siswanya untuk menjadi pandai. Berperilaku baik, sabar, dan bijaksana agar menjadi contoh untuk sekitarnya.

Peran yang dimainkan setiap individu memiliki batasan-batasan tertentu yang telah diatur oleh masyarakat, bagaimana berperilaku yang tepat dan sesuai.13 Dalam artian masyarakat membuat batasan-batasan terhadap suatu peran, dengan maksud agar tidak terjadi hal yang berdampak buruk bagi si pemeran dan masyarakat sekelilingnya. Jadi masyarakat merasa pandangannya dapat membuat kehidupan akan berjalan dengan baik dengan adanya batasan-batasan tersebut.

Batasan terhadap suatu peran dirasakan oleh kaum laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini Saparinah Sadli menyebutnya peran gender. Menurutnya, seks berbeda dengan gender, seks merupakan pembagian jenis kelamin berdasarkan fakta biologisnya. Sedangkan gender

12

Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 95.

13


(37)

merupakan konsep sosial, yaitu pembagian seperti karakteristik psikologis yang dianggap khas untuk perempuan atau laki-laki.14 Seks dapat dilihat melalui perbedaan secara biologis, laki-laki dan perempuan dapat dibedakan dari bentuk fisik, alat kelamin, dan alat reproduksi lainnya. Sedangkan gender, perempuan diharuskan bersifat lembut, keibuan, berpenampilan rapi, dan senang melayani kebutuhan orang lain. Laki-laki bersifat mandiri, berani, senang berpetualang, dan pekerja keras.

Dari penjelasan kata peran dan gender di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran gender adalah pola perilaku, kewajiban, dan hak dari perempuan dan laki-laki dalam mengisi status dan kedudukan sosialnya, yang disesuaikan dengan karakteristik psikologisnya. Jelas bahwa peran gender ini telah dibatasi oleh masyarakat, khususnya peran perempuan. Seperti yang dikatakan Saparinah Sadli:

“R.A. Kartini berusaha keluar dari tradisi yang

menempatkan posisi sosial kaum perempuan dalam klaim yang disebut kodrat. Sejak kecil, kaum perempuan (khususnya di Jawa) diajarkan menjadi perempuan. Mulai dari cara berjalan, cara berbicara, cara duduk, cara makan, sampai dengan jenis-jenis permainan yang diperbolehkan – jatah kaum perempuan adalah permainan yang mengandalkan kehalusan, kelembutan, dan lain-lain bentuk permaianan yang sudah dikodratkan kepada

perempuan.”15

Pernyataan tadi mengungkapkan bagaimana budaya bermain dalam penentuan peran sosial untuk perempuan yang dianggap sebagai kodrat. Bahkan dari sejak kecil perempuan telah dibatasi apa yang boleh dilakukan perempuan dan apa yang pantas untuk perempuan. Sebagai contoh, anak perempuan selalu didandani dan dibelikan mainan berupa

14

Saparinah Sadli, Berbeda tapi Setara, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), h. 23.

15


(38)

27

boneka, juga mainan masak-masakan. Apabila ada perempuan yang bermain bola atau pistol mainan maka dianggap tidak pantas.

Dengan demikian perempuan dikatakan tidak boleh berperilaku seperti laki-laki yang identik dengan ketegasan, keberanian, dan kemandirian. Perempuan hanya menjalani dan menuruti apa yang telah ditetapkan oleh budaya. Budaya yang membedakan peran laki-laki dan perempuan. Jelas budaya ini telah menganggap posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Budaya ini tumbuh di dunia Barat dan Timur, yang kita kenal sebagai budaya patriarki.

Budaya memiliki makna pikiran atau adat istiadat, tapi akan lebih jelas apabila kita melihat arti dari kebudayaan yang terdapat pada KBBI, bahwa kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan adat istiadat manusia seperti kepercayaan, dan kesenian. Kebudayaan juga diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah laku.16 Kebudayaan merupakan hasil cipta manusia, berarti kebudayaan bukan sesuatu yang tercipta dari Tuhan atau bukan merupakan kodrat dari Tuhan. Jadi peraturan-peraturan kehidupan manusia selanjutnya telah diatur oleh manusia-manusia sebelumnya, dengan mengatasnamakan budaya.

Budaya patriarki merupakan suatu pedoman yang juga diterapkan oleh masyarakat yang membedakan relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, yaitu dengan menempatkan posisi laki-laki lebih unggul dari

16

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Daring, diakses dari


(39)

pada perempuan. Budaya ini bisa terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun negara dan pemerintahan.17 Budaya patriarki hadir karena laki-laki dinilai memiliki rasa tanggung jawab yang besar sebagai pemimpin, dan perempuan hanya sebagai pengikut dan tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan berpendapat.

Jika dalam sebuah keluarga terdapat suami atau ayah yang mendukung budaya patriarki ini, maka perkembangan sosial perempuan yang ada di keluarga tersebut akan terhambat. Perempuan hanya ditugaskan dalam ruang domestik saja, karena tanggung jawab dan keputusan sepenuhnya ada di tangan laki-laki. Budaya patriarki inilah yang menyebabkan banyak perempuan merasa adanya ketidakadilan peran gender, sekelompok perempuan merasa ingin dihargai dan melawan budaya ini. Maka hadirlah sebuah ideologi feminisme yang mana mendukung penuh terhadap kesetaraan gender.

Feminisme merupakan suatu kesadaran akan penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi baik dalam keluarga, tempat kerja, maupun masyarakat serta adanya tindakan sadar oleh laki-laki dan perempuan untuk mengubah keadaan tersebut.18

Dengan seiring perjalanan waktu, banyaknya gerakan dan kepedulian terhadap kaum perempuan terhadap dominasi laki-laki, maka muncul beberapa macam aliran feminisme, seperti: Feminisme liberal, feminisme marxism, feminisme radikal, dan lainnya. Tapi dalam penelitian ini, teori feminisme yang digunakan adalah feminisme liberal.

17Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah,

Revisi Politik Perempuan, (Bogor: Idea Pustaka Utama, 2003), h. 39.

18Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah,

Revisi Politik Perempuan, (Bogor: Idea Pustaka Utama, 2003), h. 31.


(40)

29

Liberalisme merupakan aliran pemikiran politik yang menjadi asal mula feminisme liberal. Feminisme liberal memiliki tujuan untuk membebaskan kaum perempuan dari konstruksi peran gender yang telah merendahkan posisi perempuan, bahkan tidak memberi perempuan tempat sama sekali dalam ruang akademik, sosial, maupun industri.19 Konstruksi peran gender telah membuat kaum perempuan seperti kelompok yang terpinggirkan, tidak boleh terjun ke ruang publik layaknya laki-laki, dengan terkekangnya perempuan maka mereka tidak dapat berkembang dan berkiprah seluas-luasnya dalam ruang publik.

Feminisme liberal berawal dari persoalan dimana perempuan dikatakan tidak mampu bersaing dengan laki-laki, hal ini disebabkan karena kebodohan dan sikap irrasional perempuan sendiri. Aliran ini memandang, jika ketidakmampuan perempuan bersaing dengan laki-laki akibat dirinya sendiri, maka aliran feminisme liberal ini bergerak dan mengarah kepada peningkatan taraf pendidikan kaum perempuan, serta upaya dalam pembuatan kebijakan atau undang-undang.20

Dengan aliran inilah perempuan kini yakin dapat memperjuangkan kebebasan untuk berekspresi ke ruang publik, berkarier dengan bebas, tidak tergantung lagi pada laki-laki, dan bebas dari terkekangnya dalam peran gender yang terkonstruksi sejak lama. Dengan memperjuangkan pembuatan kebijakan atau undang-undang, ketimpangan peran gender dapat merubah dan memperbaiki posisi rendah kaum perempuan dari dominasi laki-laki.

19

Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 15-48.

20Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah,


(41)

Gerakan feminisme liberal telah berkembang melalui beberapa tahap. Berawal pada abad ke-18, gerakan feminisme liberal menyuarakan pendidikan yang sama untuk perempuan. Karena lahirnya gerakan feminisme ini berawal dari anggapan tingkat kerasionalan laki-laki dan perempuan berbeda. Maka dengan mengenyam pendidikan yang sama dimaksud untuk menyetarakan tingkat kerasionalan laki-laki dan perempuan, juga menyetarakan posisi perempuan di lingkungan publik.21 Kini kita dapat rasakan perjuangan gerakan feminisme liberal ini dalam peningkatan taraf pendidikan. Banyak perempuan yang sukses, mampu berkiprah ke ruang publik dan menyetarai laki-laki. Hal itu terjadi karena perempuan sudah diperbolehkan mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.

Pada abad ke-19, kaum feminisme liberal menyuarakan hak-hak sipil yang harus diterima kaum perempuan, dan kesempatan ekonomi bagi perempuan. Kaum feminisme berpendapat bahwa pendidikan saja tidak cukup untuk mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Hak-hak sipil dan kesempatan ekonomi yang dimaksud antara lain Hak-hak untuk berorganisasi, hak untuk kebebasan berpendapat, hak untuk memilih, dan hak untuk pribadi. Pada abad ke-20, perkembangan feminisme liberal ditandai dengan lahirnya gerakan-gerakan atau organisasi pro perempuan, seperti NOW (National Organization for Women). Organisasi ini

21

Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, h. 15-48.


(42)

31

bertujuan untuk menyuarakan agar perempuan dapat memiliki hak serta kesempatan pendidikan dan ekonomi agar dapat setara dengan laki-laki.22

Perkembangan gerakan feminisme terus bercabang dan menghasilkan berbagai aliran, selain feminisme liberal, ada pula feminisme marxisme. Feminisme marxisme hadir karena adanya penindasan akibat penerapan sistem kapitalis yang dampaknya juga

dirasakan kaum perempuan. Perempuan menderita karena

keterpaksaannya dalam menghidupi ekonomi keluarga, serta tidak melupakan tugas domestiknya, dan perempuan juga dinikahi sebagai sesuatu yang sah bagi kaum laki-laki untuk menjadikan sang istri sebagai

„milik pribadi‟, dengan melayani suami dalam kegiatan seksual. Maka aliran ini bermaksud untuk menyadarkan kaum perempuan, bahwa mereka selama ini telah tertindas, dan harus membebaskan diri dari sistem ini.23

Seiring berkembangnya waktu, keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam mengenyam pendidikan, dan aktivitas dalam bidang ekonomi begitu terasa. Bahkan, dalam berkiprahnya perempuan dalam ruang publik ini menjadi suatu keharusan, dan menganggap ketergantungan perempuan terhadap suami merupakan faktor penyebab tertindas dan ketidakadilan kaum perempuan. Maka hadir gerakan feminisme radikal, yang mana mengajak kaum perempuan untuk mandiri, melawan keberadaan laki-laki, dan menolak institusi keluarga. Jadi, aliran ini memberi solusi dengan menyuarakan dan mendukung kehidupan

22

Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, h. 15-48.

23Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah,


(43)

lesbian, un-wed (melajang), freesex, teknologi kloning, dan inseminasi buatan.24

Berbagai macam aliran feminisme terus berkembang di masyarakat dan dari tiap aliran tersebut memiliki perbedaan dalam menyuarakan visi perjuangannya. Namun dari semua aliran tersebut sesungguhnya memiliki maksud yang sama, yaitu kepedulian yang besar terhadap ketidakadilan yang dirasakan kaum perempuan dalam segala aspek. Berjuang untuk memperbaiki keadaan perempuan agar memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Usaha yang dilakukan dengan membuat forum atau kelompok yang beranggotakan para pendukung feminisme, dengan terus mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan dan undang-undang yang berfokus pada kehidupan perempuan.

Gerakan feminisme liberal sudah banyak diterima di berbagai belahan dunia. Hingga akhirnya kini banyak perempuan yang telah menjalankan beberapa peran dalam kehidupannya. Perempuan tidak lagi berhadapan dengan urusan domestik saja, tapi perempuan memiliki pilihan-pilihan peran lain yang dapat dijalaninya. Kini banyak perempuan yang berperan sebagai istri, ibu, sekaligus bekerja atau sebagai anggota yang aktif dalam masyarakat.

Demikian perempuan harus menjalankan tugas domestiknya yaitu perempuan yang bekerja di rumah saja sebagai ibu, dan istri yang setia dengan keluarga. Juga peran sebagai perempuan karier yang menurut KBBI, karier merupakan perkembangan dan kemajuan, pekerjaan, jabatan,

24Najmah Sa‟idah dan Husnul Khatimah,


(44)

33

dan sebagainya. Karier juga dimaksudkan sebagai pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju.25 Maka dapat dikatakan bahwa berkarier tidak sekedar bekerja biasa, melainkan merupakan ketertarikan seseorang pada suatu pekerjaan yang ditekuni dalam waktu yang lama secara penuh demi mencapai prestasi tinggi, baik dalam upah maupun status. Untuk berkarier berarti harus menekuni profesi tertentu yang membutuhkan kemampuan, dan keahlian yeng telah diraih dengan menempuh pendidikan.

Selain itu, menurut Omas Ihromi, perempuan yang berkarier atau bekerja adalah mereka yang mendapatkan imbalan dari hasil karyanya.26 Imbalan dimaksud pada umumnya berupa uang, jadi perempuan yang bekerja dapat dikatakan perempuan yang berpenghasilan. Pekerjaan yang digeluti juga tidak harus berada di luar rumah dan terikat pada sebuah struktur perusahaan, tapi perempuan ini bisa bekerja sendiri dan memiliki penghasilan dari hasil karyanya sendiri.

Banyak alasan perempuan bekerja, selain karena tuntutan akan kebutuhan hidup juga karena peningkatan taraf pendidikan kaum perempuan. Adapun tiga alasan utama perempuan untuk bekerja di luar rumah, yaitu: uang, peranan sosial, dan untuk pengembangan diri.27 Hampir bisa dipastikan bahwa uang merupakan alasan terbesar bagi perempuan untuk bekerja. Perempuan kota bekerja untuk membayar

25

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Daring, diakses dari

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, pada tanggal 19 Oktober 2014, pukul 13.30 WIB.

26

Omas Ihromi, Wanita Bekerja dan Masalah-Masalahnya, (Jakarta: Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita, 1990), h. 38.

27

Sumardi dan Evers, Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok Edisi Revisi, (Jakarta: CV Rajawali Citra Press, 1982), h. 132.


(45)

tingkat kemahalan hidup di kota. Selain itu, pemerintah telah menetapkan wajib sekolah sembilan tahun untuk semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, sehingga adanya peningkatan taraf pendidikan bagi kaum perempuan. Hal ini yang menyebabkan banyak kaum perempuan rela berkecimpung ke dunia publik dengan tujuan untuk pengembangan diri.

Memainkan beberapa peran dalam kehidupan sosial tidaklah mudah. Perempuan yang ingin mengembangkan diri dengan berkarier tidak bisa mengelak terhadap peran yang sudah dianggap sebagai kodratnya. Maka jika seorang perempuan memiliki peran lebih dari satu, menjadi ibu rumah tangga sekaligus bekerja di luar rumah harus memiliki fisik yang kuat untuk mengurus keperluan rumah tangga seperti membersihkan rumah, melayani suami, dan mengurus anak berangkat sekolah, selepas itu bekerja di kantor hingga sore. Selain itu perempuan yang memiliki beberapa peran juga harus pintar membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan. Jangan sampai di rumah juga menghabiskan waktu untuk urusan pekerjaan.

Adapun beberapa garis panduan yang diikuti perempuan yang memiliki peran ganda, antara lain: Pertama, bertanggung jawab terhadap keluarga.28 Dalam membangun sebuah keluarga, terdapat tugas-tugas yang sudah melekat atau telah terkonstruksi melalui budaya untuk seorang suami, dan istri, yaitu: suami diharuskan bekerja, mencari nafkah untuk membiayai segala kebutuhan hidup, sedangkan istri melayani keluarga, dan mengurus kehidupan rumah tangga. Maka apabila seorang perempuan

28

Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, (Johor Bahru, Malaysia: Universiti Teknologi, 2006), h. 74-77.


(46)

35

telah berkeluarga, tidak boleh menelantarkan urusan rumah tangganya. Selain sukses dalam berkarier, ia juga harus bertanggung jawab atas tugas-tugas domestiknya.

Kedua, menjaga kehormatan diri.29 Perempuan yang terjun ke ruang publik sudah pasti akan berkecimpung dalam dunia sosial yang dipenuhi oleh orang dengan kepribadian yang berbeda. Sebagai seorang perempuan, baik yang masih melajang maupun sudah berkeluarga harus mampu menjaga kehormatan dirinya dari orang-orang sekitarnya. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga kepercayaan suami, dan keluarga.

Ketiga, menjaga sikap dan pergaulan.30 Perempuan senantiasa harus menjaga sikap di lingkungannya. Ia harus mampu menempatkan bagaimana bersikap terhadap keluarga maupun ruang publiknya. Karena apabila ia bersikap salah dalam kariernya, maka akan berdampak buruk pula dalam keluarganya. Dalam bergaul, perempuan juga harus mampu memilih pergaulan yang baik, pergaulan yang menghasilkan nilai positif bagi keluarga juga keriernya. Pergaulan yang baik yaitu pergaulan yang dapat mengembangkan potensinya.

Terakhir, bertanggung jawab dalam setiap tindakan.31 Perempuan yang memilih berperan ganda, pasti mengetahui bahwa ia juga memiliki tugas ganda. Jika dihadapkan dalam dua pilihan penting antara keluaga dan karier, dan diharuskan memilih di antara keduanya, maka ia harus mampu bertanggung jawab atas pilihannya tersebut serta resiko yang akan diterimanya.

29

Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, h. 74-77.

30

Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, h. 74-77.

31


(47)

Panduan tersebut dapat menjadi acuan apa saja yang seharusnya dimiliki perempuan yang juga berkarier. Karena antara rumah tangga dan karier terdapat tugas penting di dalamnya. Dalam rumah tangga, suami dan istri harus saling memainkan perannya masing-masing agar terbentuknya keluarga yang kokoh. Sedangkan dalam berkarier, perempuan juga harus mengerjakan tugasnya sesuai prosedur demi kelancaran visi dan misi kariernya.

Namun, fenomena yang terlihat saat ini ialah masalah merosotnya moral di kalangan perempuan yang bekerja terutama terkait fungsi perempuan sebagai istri dan ibu dalam sebuah keluarga karena kegagalan mengimbangi tanggungjawab kekeluargaan dan kerjanya.32 Tidak sedikit perempuan karier tanpa menyadari lebih memprioritaskan pekerjaan dibandingkan keluarga. Menghabiskan waktu untuk bekerja pada siang hari, ketika malam hari kondisi fisik melemah, sehingga kurangnya kesempatan untuk berkumpul dan berinteraksi dengan keluarga, peran istri dan ibu pun terabaikan. Maka dari itu diperlukannya pemahaman peranan dan tanggungjawab untuk perempuan, agar tidak terjadi kegagalan dalam membagi tanggungjawab antara keluarga dan pekerjaan.

Akan tetapi jika profesi tidak berpengaruh negatif terhadap urusan rumah tangga dan keluarganya, tentu hal ini tidak menjadi masalah. Walaupun demikian perempuan wajib meluangkan waktunya untuk keluarga (terutama anak), dan tidak lalai dalam melaksanakan tugas-tugas rumah tangga dan mengurus anak-anaknya. Maka, untuk menggali potensi

32

Ray Sitoresmin Prabuningrat, Sosok Wanita Muslimah Pandangan Seorang Artis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 78.


(48)

37

agar karier meningkat membutuhkan persiapan matang, karena meningkatnya karier berarti bertambahnya hak dan kewajiban, berarti pula bertambahnya beban tanggung jawab dan resiko.

C. Peran Sosial Perempuan Dalam Pandangan Islam

Dalam kalangan umat Islam, kaum perempuan juga mendapatkan perhatian khusus berupa pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi, supaya perempuan mengerti hak-hak dan tanggung jawabnya sebagai muslimah dengan tujuan pembangunan umat Islam. Hal ini pertama kali dicetuskan oleh Syeikh Muhammad Abduh.33 Tidak hanya dalam bidang sosial dan budaya saja yang memperdebatkan peran dari perempuan, agama pun juga turut berperan dalam pembentukan kehidupan sosial perempuan, salah satunya agama Islam.

Allah SWT telah menciptakan al-Qur‟an, dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur‟an merupakan kitab penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya, Zabur, Taurat, dan Injil. Dalam al-Qur‟an banyak berbagai ayat yang membahas tentang kehidupan perempuan. Ada ayat yang membahas tentang hak dan kewajiban perempuan, bahkan menceritakan keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah kehidupan, contohnya seperti Siti Maryam, ibunda dari Nabi Isa AS. Selain namanya banyak disebutkan dalam al-Quran, Maryam juga merupakan nama dari salah satu surah dalam al-Quran. Berkat ketakwaannya kepada Allah SWT dan menjaga kesuciannya, maka Ia mendapatkan pahala dan derajat yang tinggi dari Allah SWT. Ada pula

33

Nur Latifa U.S, Perempuan Dalam Majalah Perempuan Muslim, Jurnal Kajian Tentang Perempuan, Vol. 2, No. 1, Juni 2010, h. 38.


(49)

Asiyah binti Mazahim, istri dari Fir‟aun. Asiyah merupakan perempuan

yang berani memperjuangkan kebenaran, Ia tetap bertakwa kepada Allah SWT dengan memegang teguh agama Allah SWT dan melawan Fir‟aun, suaminya yang zhalim.

Ummu Imarah al-Anshari pernah berkata kepada Nabi Muhammad SAW, bahwa Ia melihat wahyu-wahyu yang diturunkan Allah SAW selalu berkaitan dengan laki-laki, tidak pernah ada kaum perempuan disebut dalam wahyu Allah.34 Hingga akhirnya turunlah sebuah ayat yang menanggapi perkataan Ummu Imarah al-Anshari tersebut. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Ahzab ayat 35:

Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.35

34

Alfatih, Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah, (Jakarta: PT Insan Media Pustaka, 2012), h. 422.

35


(50)

39

Ayat di atas menjelaskan bahwa Agama Islam tidak membedakan peran dan hak untuk kaum laki-laki dan perempuan, serta tidak mendiskriminasikan salah satu gender. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Allah, laki-laki dan perempuan sama-sama-sama-sama sebagai khalifah, laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian Tuhan, laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat dalam drama kehidupan. Bahkan, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi meraih prestasi dan pahala.36

Allah SWT menciptakan manusia, laki-laki maupun perempuan dengan potensi yang sama untuk mendapatkan tempat yang terbaik di mata Allah SWT. Karena sesungguhnya Allah SWT melihat manusia berdasarkan iman dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Manusia, baik laki-laki dan perempuan diwajibkan untuk melaksanakan perintah Allah SWT, dan menjauhi larangan-Nya. Maka selama kita melaksanakan suatu peran yang didasari atas keimanan kita kepada Allah SWT, kita akan mendapatkan pahala yang telah dijanjikan Allah SWT.

Dalam pandangan Islam, ada beberapa hak yang dimiliki oleh kaum perempuan, yaitu: Hak perempuan dalam bermasyarakat, hal ini terdapat dalam surah at-Taubah. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan diwajibkan untuk saling tolong menolong dalam aspek kehidupan.

36

Amirullah Syarbini, Gender dan Peranan Wanita Perspektif Al-Qur’an, diakses dari

http://syaamilquran.com/gender-peranan-wanita-perspektif-al-quran.html, pada tanggal 25 Agustus 2014, pukul 22.23 WIB.


(51)

QS. at-Taubah ayat 71:

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.37

Selain hak dalam bermasyarakat, dalam pandangan Islam perempuan diberi hak dalam memilih pekerjaan. Pada masa awal Islam, banyak perempuan yang aktif dalam berbagai aktivitas. Para perempuan diperbolehkan berkarier di dalam rumah maupun diluar rumah, baik mandiri atau dengan orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta. Tetapi dengan syarat menjaga kehormatan, sopan, memelihara agama, dan menghindari perlakuan negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.38 Jelas, Islam merupakan agama yang tidak memihak pada sistem patriarki. Islam memberikan hak kepada laki-laki dan perempuan untuk berkiprah di ruang publik. Perempuan boleh menuangkan segala potensi yang dimiliki, baik berorganisasi, membuka usaha, bekerja di kantor, bahkan terjun ke dunia politik.

37

Alfatih, Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah, h. 198.

38

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, cet. ke-13, (Jakarta: Mizan Pustaka, 1996), h. 140.


(52)

41

Islam tidak hanya memperbolehkan kaum perempuan untuk berkarier. Tetapi juga menjaga kaum perempuan dari hal-hal yang tidak diinginkan dengan syarat-syarat tertentu, yaitu dengan bermoral dan berpegang teguh pada perintah Allah SWT, mengerjakan perbuatan yang makruf dan mencegah yang munkar. Seperti yang dilakukan para pejuang Islam perempuan yang sukses dengan kariernya dan tetap berpegang teguh pada perintah Allah SWT.

Dalam sejarah peradaban Islam, perempuan-perempuan yang memiliki aktivitas di luar publik banyak sekali, seperti: Ummu Salamah, Shafiyah, Laila al-Ghaffariyah, Ummu Sinam al-Aslamiyah, mereka itu merupakan tokoh-tokoh perempuan yang terlibat dalam peperangan. Dalam bidang perdagangan, ada istri Nabi yang terbilang sangat sukses, yaitu Khadijah binti Khuwalid, begitu pula Qilat Ummi Bani Anmar. Ada juga yang bekerja untuk membantu suaminya demi mencukupi kebutuhan, yaitu Raithah, istri sahabat Nabi. Lalu, al-Syifa, seorang perempuan yang pandai menulis, dan oleh Khalifah Umar r.a ditugaskan untuk menangani pasar kota Madinah.39

Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan, seseorang akan memiliki hak untuk berkarier dan berkiprah di dunia publik. Selain itu, perempuan juga mempunyai hak dan kewajiban untuk menuntut ilmu. Allah SWT pun menurunkan wahyu pertama pada surah al-Alaq, yang mana pada ayat kesatu sampai kelima bermakna mengajarkan manusia

39


(53)

untuk menulis dan membaca yang merupakan kunci dari ilmu pengetahuan. QS. al-Alaq ayat 1 sampai dengan 5, yang artinya:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.40

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, banyak perempuan yang terlihat aktif dalam bidang ilmu pengetahuan. Salah satunya istri Nabi, Aisyah r.a, adalah seorang yang sangat hebat dalam pengetahuannya, dan dikenal sebagai kritikus. Selain itu, Sayyidah Sakinah putri al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, perempuan ini diberi gelar Fakhr al-Nisa’ (Kebanggan Perempuan).41

Sebagai seorang perempuan, yang mana berperan sebagai ibu, istri, serta aktif di ruang publik, harus memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Karena perempuan yang menimba ilmu pengetahuan akan mampu memajukan diri, keluarga, masyarakat, dan negara. Dengan ilmu, perempuan juga mampu menghadapi rintangan dalam hidupnya. Ilmu yang dipelajari yaitu ilmu yang seimbang antara dunia dan akhirat. Islam pun mengajarkan kita untuk mencintai ilmu.42

Tokoh perempuan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan di atas dapat membuktikan bahwa Islam jauh lebih dulu menyerukan manusia untuk terus menimba ilmu pengetahuan. Maka tidak salah apabila kini ada perempuan yang terus bersekolah hingga menyetarai laki-laki. Karena ilmu yang diperoleh perempuan tidak hanya digunakan untuk dirinya

40

Alfatih, Al-Qur’anul Karim: Mushaf Terjemah Aminah, h. 597.

41

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, cet. ke-13, h. 143.

42


(54)

43

sendiri, tetapi bermanfaat untuk keturunannya kelak. Ada pepatah yang mengatakan perempuan merupakan al-ummu madrasatul ula, yang bermakna ibu adalah sekolah utama untuk anak-anaknya.

Dari beberapa hak yang dimiliki oleh perempuan, ada peran yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan kaum perempuan dalam pandangan Islam, yaitu: Peranan sebagai ibu, Islam memandang dan memposisikan perempuan sebagai ibu dengan derajat yang tinggi. Orang tua, khususnya Ibu merupakan suatu peran yang sangat penting dalam kehidupan. Ibu memiliki jasa dan kasih sayang yang tidak dapat digantikan oleh apapun, bahkan materi. Karena ibu ikhlas mempertaruhkan jiwa hanya demi anaknya, sejak anak masih dalam kandungan, lahir hingga dewasa. Dalam al-Qur‟an pun ditegaskan untuk berbakti kepada Ibu.43

QS. Luqman ayat 14:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.44

Dalam suatu keluarga, ibu adalah sosok yang paling dekat dengan anak-anak. Naluri seorang ibu dapat merasakan dan mengenal pasti problem anak-anaknya. Peranan ibu sangat dibutuhkan untuk menciptakan interaksi dengan anak yang memiliki masalah dengan memberikan solusi.

43Siti Muri‟ah,

Nilai-Nilai Pendidikan Islam dan Wanita Karier, (Semarang: Rasail Media Group, 2011), h. 147.

44


(55)

Hal ini akan memberikan dampak positif, adanya keterbukaan antar keluarga. Karena perhatian yang ditunjukan oleh ibu akan membuat anak-anak merasa lebih dihargai dan disayangi.45

Peran dan tanggungjawab seorang ibu sangatlah besar. Mulai dari mengandung anak, melahirkan, menyusui, merawat, dan membimbingnya hingga dewasa. Maka perempuan yang memutuskan untuk terjun ke dunia publik harus memikirkan matang-matang, bahwa tugas ibu sangat besar dalam membentuk pribadi anaknya di masa depan. Ibu yang melaksanakan tugasnya dengan baik akan menghasilkan anak yang baik pula.

Selanjutnya, peran sebagai istri, Allah telah menciptakan kaum laki-laki dengan kaum perempuan untuk saling berpasang-pasangan. Suami dan istri adalah sepasang makhluk manusia yang terikat dalam jalinan pernikahan. Keduanya saling melengkapi dan saling membutuhkan.46 Seorang suami dan istri harus memiliki rasa cinta dan kasih satu sama lain, maka akan menciptakan suasana tenteram dan harmonis. Seperti firman Allah SWT yang terdapat pada QS. ar-Rum ayat 21:

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia

45

Bushrah Basiron, Wanita Cemerlang, h. 4.

46


(56)

45

menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan bukan untuk bersaing, melainkan untuk hidup berdampingan dan saling melengkapi. Suami memiliki peran dalam menafkahi keluarga, sedangkan perempuan mengurus keperluan rumah tangga, dan memberikan kehangatan dalam keluarga. Walaupun demikian suami dan istri memiliki tanggung jawab bersama dalam hal mengasuh dan mendidik anak. Tugas-tugas inilah yang sudah ditetapkan kepada seorang suami dan istri dalam membangun kehidupan rumah tangga.

D. Majalah Sebagai Media Massa

Majalah merupakan salah satu bentuk dari media massa cetak. Media massa merupakan salah satu unsur dalam komunikasi massa. Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada masyarakat abstrak, yaitu sejumlah orang yang tidak nampak oleh penyampai pesan.47 Media massa menyebarkan pesan secara serempak kepada masyarakat yang abstrak, yaitu masyarakat yang heterogen, yaitu: bermacam-macam usia, gender, ras, suku, budaya, agama, dan tingkat pendidikan, dapat mengkonsumsi media massa secara bersamaan, dalam waktu yang sama.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang untuk diketahui pembaca,

47

Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 50.


(1)

113

TRANSKRIP WAWANCARA 5

Nama Narasumber : Zarkasih Ahmad

Jabatan : Ustadz (Pejaten Barat)

Tanggal Wawancara : 15 Desember 2014

Jenis Wawancara : Wawancara Langsung

Menurut Anda bagaimana seharusnya peran sosial perempuan? Apakah perempuan hanya diperbolehkan berperan dalam ruang domestik, atau perempuan boleh terjun ke ruang publik?

Perempuan itu tidak ada larangan untuk beraktivitas di luar, tapi dengan catatan selama tugas dan fungsi pokoknya bisa dilaksanakan dengan baik. Nah, tugas dan fungsi pokok perempuan itu dalam pandangan Islam al ummu madrasatul ulla, ibu adalah madrasah yang pertama bagi anak-anaknya, ibu adalah sekolah yang pertama bagi anak-anaknya. Kalau perempuan bisa melaksanakan fungsi ini, bisa melaksanakan fungsi sekolah yang pertama untuk anak-anaknya maka dia beraktivitas di luar itu tidak ada larangan. Tapi kalau aktivitas di luar sampai melalaikan dari tugas dan fungsinya sebagai madrasah yang pertama bagi anak-anaknya, maka itu menjadi sesuatu yang dilarang. Kenapa demikian? Karena banyak kasus berdasarkan pengalaman saya mengajar juga, itu banyak kasus terjadi anak-anak yang bermasalah di sekolah itu karena mereka itu tidak mendapatkan belaian kasih sayang ibu yang cukup di rumah. Jadi ketika ibunya melahirkan dia baru belum satu bulan sudah ditinggal untuk beraktivitas di luar rumah. Kemudian akhirnya anak ini berada dalam asuhan orang lain, bukan ibunya. Sehingga yang terjadi adalah anak kemudian banyak yang bermasalah di sekolah. Beda halnya ketika anak itu mendapat perhatian yang cukup dari ibunya, mendapat pengawasan yang baik dari ibunya. Maka anak itu tidak punya masalah di sekolah. Jadi sekali lagi perempuan boleh beraktivitas di luar, boleh bekerja di luar selama dia bisa melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai madrasatul ulla menjadi sekolah yang pertama bagi anak-anaknya.


(2)

113

Bagaimana pendapat Anda mengenai perempuan yang bekerja karena faktor ekonomi? Penghasilan suami belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga?

Sebenarnya itu hanya alasan klasik yang dicari-cari. Sebenarnya kalau kita berkeyakinan sama Allah, itu tidak ada manusia yang tidak dijamin rezekinya. Maka seorang perempuan, itu dia memiliki suami yang penghasilannya pas-pasan misalnya, kalau itu dia bisa menerima dengan ikhlas dan bisa mensyukuri, pasti itu bisa mencukupi. Jalannya dari mana ya Allah yang ngatur. Penghasilan boleh tidak cukup, tapi mungkin rezeki dari jalan-jalan lain yang tidak disangka-sangka itu bisa menutupi kebutuhan hidupnya. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk mencari-cari alasan untuk membenarkan bahwa saya bekerja karena alasan ekonomi. Itu tadi hanya alasan klasik untuk pembenaran saja. Padahal kalau manusia sepenuhnya bertawakal pada Allah, dia melaksanakan yang Allah perintahkan, itu tidak ada kekurangan dalam hidupnya. Karena Allah sudah jamin rezekinya.

Kemudian masalah single parent, jika ia ingin bekerja juga carilah pekerjaan yang kira-kira ia bisa membagi waktu, antara dia mengurus keluarga, mengurus anak-anaknya dengan dia berusaha. Jadi yang utama adalah mengurus anak terlebih dahulu, kemudian berusaha. Maka yang ideal sebenarnya bagi seorang perempuan itu idealnya menjadi guru di sekolah, itu profesi yang sangat ideal. Karena profesi itu bisa membagi waktu, tidak habis waktunya untuk di luar rumah, tapi bisa disisakan untuk keluarga di rumah.

Apakah boleh melibatkan suami dalam hal pekerjaan rumah tangga, khususnya mengasuh anak?

Dalam hal itu bukan hanya boleh, memang seharusnya melibatkan suami. Dan suami seharusnya juga bisa memahami. Mereka itu harus saling tolong menolong, jadi tanggung jawab rumah tangga itu bukan hanya jadi kewajiban istri, tapi juga kewajiban suami. Termasuk mengurus anak, tidak salahnya suami memandikan anak, memakaikan baju, itu tidak ada salahnya, dan memang sebaiknya seperti itu.


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Konstruksi Gender Perempuan dalam Artikel MajalahGADIS Konstruksi Gender Perempuan dalam Artikel Majalah GADIS (Analisis Semiotik Sosial Artikel pada Rubrik ‘CINTA’ dalam Majalah GADIS Edisi 08 – 11, Bulan Maret – April 2012).

0 3 11

PENUTUP Konstruksi Gender Perempuan dalam Artikel Majalah GADIS (Analisis Semiotik Sosial Artikel pada Rubrik ‘CINTA’ dalam Majalah GADIS Edisi 08 – 11, Bulan Maret – April 2012).

0 4 26

PIRANTI KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA RUBRIK “SELEBRITAS” DALAM MAJALAH FEMINA Piranti Kohesi Gramatikal Dan Leksikal Pada Wacana Rubrik “Selebritas” Dalam Majalah Femina Sebagai Bahan Ajar Menulis Teks Narasi.

0 2 15

PIRANTI KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA RUBRIK “SELEBRITAS” DALAM MAJALAH FEMINA Piranti Kohesi Gramatikal Dan Leksikal Pada Wacana Rubrik “Selebritas” Dalam Majalah Femina Sebagai Bahan Ajar Menulis Teks Narasi.

0 1 15

REMAJA PEREMPUAN IDEALDALAM RUBRIK FASHION DI MAJALAH Remaja Perempuan Ideal dalam Rubrik Fashion di Majalah (Studi Persepsi Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta mengenai Remaja Perempuan Ideal di Rubrik Fashion Majalah Remaja.

0 1 17

REPRESENTASI PEREMPUAN YANG TERLIBAT KORUPSI DALAM RUBRIK LIPUTAN KHAS MENGAPA WANITA LEBIH DISOROT? DI MAJALAH FEMINA EDISI 07-13 APRIL 2012.

0 0 2

PEMAKNAAN ILUSTRASI KEPULAN ASAP ROKOK DI HALAMAN LIPUTAN KHAS MAJALAH FEMINA (Studi Semiotika Komunikasi Visual Dalam Ilustrasi Kepulan Asap Rokok Di Halaman Liputan Khas Majalah Femina Edisi 26 Maret-1 April 2011).

0 0 179

Konstruksi Citra Perempuan dalam Majalah Femina

1 4 19

Konstruksi Nilai-nilai Perempuan Indonesia dalam Majalah Femina

0 0 14

PEMAKNAAN ILUSTRASI KEPULAN ASAP ROKOK DI HALAMAN LIPUTAN KHAS MAJALAH FEMINA (Studi Semiotika Komunikasi Visual Dalam Ilustrasi Kepulan Asap Rokok Di Halaman Liputan Khas Majalah Femina Edisi 26 Maret-1 April 2011)

0 0 95